Novel ini menggunakan POV 1 (Lydia). Apabila ada yang mengatakan arti keluarga adalah motivator terbaik, tempat memberikan ketenangan, tempat bersandar paling nyaman. Nyatanya itu semua tidak di dapatkan oleh Lydia. Ia terpaksa mengambil keputusan bekerja menjadi pembantu. Bukan karena dia kekurangan uang, hanya saja Lydia merasa bahwa rumah masa kecilnya sudah tidak senyaman dulu.
Lydia adalah anak sulung dari tiga bersodara, usianya kini sudah 36tahun, tiga adik perempunya sudah menikah. Hanya ia sendiri yang belum menemukan jodohnya. Gunjingan dari tetangganya terus ia dengar hingga ia tidak kerasa lagi tinggal dikampung halamannya dan juga keluarga. Mirisnya lagi bukan hanya tetangga, tetapi ketiga adiknya pun seolah memusuhi dirinya dengan alasan ia akan merebut suami mereka. Rumah dan lingkungan yang dulu nyaman, kini menjadi tempat yang ingin ia hindari.
Mampukah Lydia mendapatkan arti keluarga yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ocybasoaci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah Pernikahan yang Fantastis
Barusan Mamih telpon katanya mau ajak kamu cari perhiasan untuk seserahan," jawab Aarav dengan santai.
"Uhuukkk... Uhhukk... kali ini aku yang tersedak salivaku, bahkan rasanya hidung dan tenggorokanku seperti terbakar. Jantungku seolah bergeser ke sebelah kanan saking terkejutnya mendengar ucapan Aarav.
" Ke... kenapa cepat sekali?" tanyaku dengan setengah terbata, tetapi aku segera menepis kebodohanku itu. "Ah, bodoh sekali aku, bukannya aku yang menginginkan pernikahannya dipercepat."
"Mamih sudah setuju kalau aku akan menikahi kamu," jawab Aarav, aku bisa lihat dari wajah laki-laki itu yang terlihat bahagia. Aku pun menghembuskan nafas panjang, aku merasakan kelegaan juga. Setidaknya ketegangan aku berkurang, setelah tahun kalau calon mertuaku menyetujui niat baik kami.
"Tapi, ngoomong-ngomong sejak kapan Mas menyampaikan niat baik Mas untuk menikahi aku, yang notabenya hanya seorang pembantu?" tanyaku dengan serius tentu berharap agar Aarav menjawabnya dengan jujur.
"Barusan aku menyampaikanya lewat sambungan telepon, dan Mamih menyambut niat baik aku."
"Terus apa Nyonya Misel tidak bertanya sesuatu tentang aku?" tanyaku dengan sedikit tidak enak hati.
"Maksudnya?" tanya Aarav sembari memalingkan pandanganya sekejap menatap aku.
"Ya, maksudnya apa Nyonyah Misel tidak bertanya, kenapa kamu mau menikah dengan aku, yang hanya seorang pembantu dan berasal dari desa," tanyaku dengan berhati-hati.
"Keluargaku tidak pernah membedakan akan setatus sosial. Kalau kamu tahu, menurut cerita Mamih dan Papih, mereka juga berasal dari keluarga yang berbeda jauh, Mamih memang dari lahir sudah kaya raya, tetapi Papih dia hanya anak dari sopir keluarga, berangkat dari setatus yang jauh berbeda, nyatanya Papih mampu menghidupi Mamih dengan layak, dan bahkan anak-anaknya semua terjamin kehidupanya, lalu apa yang perlu di ragukan?"
Kembali aku mnghirup nafas lega, kini benar-benar aku merasakan seperti menghirup kebebasan, bebanku seolah terangkas satu persatu dari pundakku.
Tanpa terasa karena saking asiknya bercerita satu sama lain, kami sudah sampai di rumah mewah calon mertuaku. Gegas aku pun mengikuti Aarav turun.
"Hay Sayang, akhirnya kamu datang juga, sudah di tunggu dari tadi sama Miss Kila." Nyonyah Misel langsung menyambut kami, dan bahkan memeluk aku dengan hangat, untuk sesat aku yang baru diperlakukan sedekati ini, bergeming dengan keterkejutanku. Hatiku rasanya sangat damai.
"Lyd duduk sini, kamu pilih mau perhiasan yang mana untuk hadiah pernikahan kamu," ucap calon mertuaku, sembari menunjuk berjejer perhiasan yang bagus-bagus dan tentunya mahal, bisa aku lihat dari perlayananya yang super istimewa itu. Kalau di kampungku beli perhiasan kita yang datang ke toko, beda kalau orang kaya pake banget yang beli, yang punya toko yang mengantarkanya langsung.
Aku merasakan kalau tubuh aku digandeng oleh Aarav, agar duduk di samping calon mertuaku. "Tuh, kamu pilih yang mana yang kamu suka," ucap Aarav sembari menunjukkan sederet perhiasan.
"Saya terserah Anda saja Nyonyah...." Belum sempat aku selesai berbicara, tetapi majikan aku langsung memotongnya.
"Panggil Mamih, jangan Nyonyah-Nyonyah, Mamih tidak suka," ucap calon mertuaku dengan menggerakan jari telunjuk memberi simbol agar aku tidak mengulangnya lagi.
Aku pun membalas dengan senyuman dan anggukan samar sebagai tanda kalau aku paham dengan apa yang calon mertuaku ucapkan.
"Ayo Lyd, kamu pilih yang mana yang kamu suka," ulang Aarav sembri menujuk cicin da satu setel perhiasa lengkap.
"Aku tidak tahu Mas, aku tidak suka mengenakan barang seperti ini," jawabku dengan santai, dan memang itu adalah kenyataan, aku tidak suka mengenakan perhiasan.
"Hay Sayang, ini bukan suka atau tidak suka, tetapi ini adalah sebagai hadiah dari Aarav untuk kamu, dan lagi Aarav itu adalah pemimpin, kamu kalau ada acara kumpul dengan rekan bisnisnya, wajib mengenakan perhiasan, agar bisa menghormati yang lain, dan tidak membikin malu suami kamu nantinya. Kalau kamu tidak mengenakan perhiasan, bisa-bisa suami kamu di cap pelit," jelas calon mamih mertuaku aku pun mau tidak mau harus memilih satu setel perhiasan lengkap yang banyak pilihanya dan juga sepasang cincin untuk mas kawin, yang ini tentu terbuat dari platinum bukan emas.
Aku benar-benar bingung model yang seperti apa yang cocok aku kenakan, aku takut nanti kalau aku yang memilih justru terlihat kurang cocok saat di pakai dan aku terlihat norak karena model yang salah.
"Ayo Lyd, kamu pilih," ucap Aarav sembari menatapku yang nampak bingung.
"Aku bingung Mas, jujur aku tidak tahu model mana yang cocok untuk aku," jawabku dengan suara yang lebih lirih.
"Ini saja Sayang, ini bagus tidak terlalu mencolok, Mamih tau kamu orangnya kurang suka dengan hal yang glamor." Calon mertuaku menujukan perhiasan yang sebenarnya sejak tadi aku inginkan, tetapi karena takut salah dan terlalu simpel aku pun mengurungkanya, karena tidak tahu selera mereka.
Aku mengembangkan senyum dan mengangguk dengan samar. "Itu bagus Mih," jawabku dengan menujukan wajah puas, dan pada akhirnya majikan aku yang membayarnya.
"Totalnya tiga milliar Mas," ucap wanita yang disebut Miss Killa.
Uhuk... Uhukkk... aku terkejut luar biasa ketika Miss Kila mengatakan kalau harganya mencapai tiga milliar.
"Mas, ini serius harganya semahal ini?" tanyaku dengan wajah terkejutku. Bahkan mungkin lebih terlihat norak. Yah, sebab kalau aku dikampung mas dengan 24 karat saja sudah sangat bagus.
"Iya ini dari berlian Sayang jadi lebih mahal, dan ini sepesial untuk kamu, kamu jangan jual ataupun hilangkan yah, kamu harus jaga baik-baik, bukan karena harganya yang mahal, tetapi karena ini adalah simbol yang Aarav berikan untuk kamu." Mamih Misel dengan suara yang lembut menjelaskanya, dan aku benar-benar merasa dimuliakan, bukan karena harganya yang fantastis, tetapi karena keluarga calon suamiku menerima aku dengan baik.
Aku pun melihat Aarav dengan sangat mudah membayar perhiasan yang harganya sampai tiga milliar, kalau di kirimkan mobil pasti akan heboh satu kampung, tetapi Aarav pandai memberikan perhiasan yang tidak terlihat mencolok, tetapi harganya jauh lebih mewah dari sekelas mobil pajero, di mana kalau di kampung Pajero atau Fortuner sudah kelas Sultan banget.