Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Seorang Istri atau Pelayan?
“Kamu tidak wajib melayani saya di kamar tidur. Kamu cukup layani saya di luar kamar tidur. Seperti membuat rumah ini selalu terlihat rapi dan bersih karena saya tidak suka hal yang berantakan dan kotor. Kamu juga wajib melayani 3 waktu makan saya. Kamu harus buatkan sarapan tepat jam 7 pagi, karena jam setengah delapan, saya harus pergi ke kantor. Kamu juga harus siapkan makan siang buat saya dan mengantarkannya ke kantor saya tepat pada jam makan siang. Saya tidak suka makanan yang dingin, jadi kamu harus pastikan jika makanan yang kamu antarkan ke kantor itu masih hangat dan segar. Kemudian kamu juga harus siapkan makan malam buat saya. Untuk menu makan malam, kamu cukup membuatkan menu yang sehat dan sederhana saja,” jelas Kagendra panjang lebar.
“Kamu mengerti?” tanya Kagendra.
“Mengerti.” jawab Sadiyah dengan dada yang terasa sesak. Sadiyah merasa kalau dirinya bukanlah seorang istri dari Kagendra tapi lebih merasa kalau dirinya adalah pembantu atau pelayan Kagendra.
“Sabar… sabar Iyah… turuti saja semua keinginan suami kamu agar kamu dapat pahala.” Sadiyah berusaha terus membesarkan hatinya sendiri sambil terus beristighfar.
“Sekarang kamu bereskan koper-koper kamu. Simpan semua pakaian kamu di lemari saya. Tapi ingat, kamu jangan pernah merusak atau merubah posisi barang-barang saya di apartemen ini. Sudah saya kosongkan ruang di lemari untuk menyimpan semua pakaian kamu. Kamu juga bisa meletakkan alat-alat mandi dan kosmetik kamu di tempat yang sama dengan peralatan milik saya. Saya harap bau dari parfum kamu tidak mengganggu penciuman saya. Jika saya merasa terganggu dengan bau parfum kamu, kamu harus mengganti parfum kamu.”
“Mengerti?” tanya Kagendra angkuh.
Sadiyah hanya menganggukkan kepalanya saja. Ia merasa sangat lelah mendengar semua yang dikatakan oleh Kagendra. Kalau tidak ingat dengan Aki Musa, Abah Yusuf dan Ibu Indriani, ingin rasanya ia kabur saja dari pernikahan yang jauh dari sakinah mawaddah dan warohmah seperti ini.
Sadiyah membereskan semua pakaian, peralatan mandi, make up dan pernak pernik lainnya dalam diam. Ia tidak mau membuat Kagendra memarahinya lagi jika ia berbuat keributan. Sekarang, ia sudah mulai paham dengan apa yang disukai dan tidak disukai oleh suaminya itu.
“Ya Allah, tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiranku akan mendapatkan suami dengan perangai yang dingin, kaku, dan tak punya perasaan seperti ini. Tapi aku tidak boleh menggugat keputusan-Mu. Aku hanya berdo’a pada-Mu agar aku diberi kekuatan untuk bisa menjalani peran sebagai seorang istri dengan baik,” harap Sadiyah dalam do’a nya.
Setelah selesai membereskan semua barang-barangnya, Sadiyah membaringkan tubuh yang lelah di atas sofa ruang tengah. Tak lama ia pun terlelap karena saking capeknya.
Kagendra keluar dari kamar hendak menyuruh Sadiyah untuk membeli beberapa barang di mini market yang berada di lantai bawah gedung. Baru saja Kagendra hendak memanggil Sadiyah, ia melihat Sadiyah yang tidur dengan lelap di atas sofa. Kagendra menatap wajah Sadiyah dari dekat. Hanya saat seperti inilah, Kagendra berani untuk menatap wajah Sadiyah dengan lekat.
“Cantik.” ucapnya lirih.
Kagendra mengelus pipi Sadiyah yang berwarna kemerahan akibat dari kegiatan membereskan barang-barang yang menguras tenaga.
“Lembut.” ucap Kagendra lagi. Tangannya berpindah dari pipi Sadiyah menuju bibirnya yang berwarna pink natural.
“Warna bibir kamu indah,” ucap Kagendra lagi.
“Aku penasaran dengan warna dan gaya rambut kamu.” tangan Kagendra beralih mengusap puncak kepala Sadiyah yang masih tertutup oleh kain jilbab.
Dari mulai selesai akad nikah sampai sekarang, Sadiyah belum pernah sekalipun membuka jilbab di hadapan suaminya. Bukannya ia tidak mau, tapi ia masih merasa malu jika harus membuka aurat di hadapan pria yang sudah resmi jadi suaminya ini sejak satu bulan yang lalu.
“Malam ini, kamu harus mau memperlihatkan rambutmu padaku,” tekad Kagendra.
Sadiyah menggeliatkan tubuhnya, ia merasa kurang nyaman tidur di atas sofa. Karena terkejut dengan tubuh Sadiyah yang tiba-tiba bergerak, Kagendra menarik tangannya dari puncak kepala Sadiyah dan berdiri dengan cepat seraya menjauhkan dirinya dari Sadiyah. Jantungnya bergedup kencang.
“Ah, hampir saja.” Kagendra mengelus dada dan merasakan detak jantungnya yang bertalu-talu.
Sadiyah membuka mata dan mengucek-nguceknya. Ia meregangkan tangan dan kakinya yang terasa kaku.
“Uh, badan Iyah pegal-pegal. Mungkin karena Iyah tertidur di sofa.”
“Sudah bangun?” tanya suara bariton itu.
“Eh....” Sadiyah kaget mendengar suara suaminya yang dingin itu.
“Kenyang tidurnya?” tanya Kagendra sinis.
“Eh maaf, A. Iyah tertidur di sofa.” tanpa sadar Sadiyah menyebutkan dirinya dengan sebutan Iyah, padahal selama ini ia menyebut dirinya dengan sebutan saya jika sedang berbicara dengan Kagendra.
“Sebentar lagi waktu magrib. Cepat kamu bersihkan tubuh kamu dan masak untuk makan malam.” perintah Kagendra dengan suara bariton yang tegas.
“Astaghfirulloh, sudah mau magrib?” seru Sadiyah.
“Memang kamu pikir sekarang jam berapa? Jadi istri kok tidak tahu waktu. Membiarkan suaminya beres-beres rumah sendri. Mulai sekarang, kamu harus atur waktu kamu dengan baik. Jangan kebanyakan tidur!” masih dengan nada memerintah, Kagendra menyindir Sadiyah.
“Maaf, A.” cicit Sadiyah sambil berlalu masuk ke kamar dan mandi.
Lima belas menit kemudian, Sadiyah sudah selesai mandi dan siap untuk memasak di dapur.
“Kamu mandi sebentar sekali. Bersih tidak mandinya? Saya tidak mau kasur saya jadi banyak kuman dan bakteri karena ditiduri oleh orang yang cara membersihkan badannya saja tidak tahu.” sindir Kagendra.
“Saya mandinya memang cepat. Jangan khawatir, saya tahu kok cara mandi yang benar. Jangan takut juga kalau kasur Aa akan terkena kuman atau bakteri. Kalau Aa takut kasurnya jadi kotor karena saya tiduri, saya bisa tidur di lantai pakai kasur lipat. Tidak masalah buat saya.” Sadiyah kesal dengan semua sindiran yang terus dilontarkan oleh suaminya itu.
“Terserah,” sahut Kagendra singkat.
Sadiyah berjalan menuju dapur, memakai celemeknya dan bersiap-siap untuk memasak. Malam ini ia akan membuat masakan yang sederhana saja mengingat perintah suaminya yang menginginkan menu makan malam yang ringan dan sehat. Ia membuka kulkas dan melihat banyak bahan-bahan yang bisa dimasak. Sepertinya Kagendra memang sudah menyiapkan segala sesuatunya. Sadiyah hendak memotong sayuran yang sudah dicucinya dengan bersih ketika terdengar suara bel.
Ting tong….
**********
to be continued...
semangat