Mengejar Cinta Om Duda

Suasana ruangan itu terlihat mencekam. Cukup lama mereka terdiam. Seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Mey yang merasa tak nyaman pun sedikit bergerak untuk mencari posisi nyaman. Lalu ditatapnya sepasang kekasih yang saat ini duduk dihadapannya. Ya, saat ini mereka sudah duduk di sofa dan saling berhadapan.

"Apa yang mau Om bicarakan? Dari tadi Mey nunggu." Tanya Mey membuka pembicaraan. Gadis itu tampak tenang, seolah tak terjadi apa pun. Dan itu berhasil membuat David merasa sedikit kecewa.

Kenapa denganku? Kenapa aku sangat kecewa saat dia sama sakali tak merespon setelah apa yang dilihatnya tadi? Sepertinya kau sudah gila, David.

"Mey... sekarang kamu sudah tahu semuanya. Tentang hubungan kami dan...."

"Ya, sejak lama juga Mey tahu. Tasya sudah cerita semuanya." Potong Mey yang sudah tahu ke mana arah pembicaraan suaminya.

David yang mendengar itu langsung menatap netra istrinya dalam-dalam.

Apa dia tidak cemburu?

"Kami sudah berpacaran selama lima tahun, dan aku sangat mencintainya. Aku tahu pernikahan kalian itu tanpa dasar cinta. Jadi aku harap, kamu tidak menganggu hubungan kami." Ujar Nindy tanpa rasa malu sedikit pun.

Mey yang mendengar itu tersenyum getir. "Saya tidak melarang Tante untuk mecintai siapa pun. Tapi seharusnya Tante tahu, mencintai suami orang bahkan berani melakukan hal 'itu' dengan suami orang itu dosa besar, Tan. Saya juga tidak peduli tentang perasaan Tante untuk suami saya, toh dosa itu Tante yang tanggung sendiri. Berbeda dengan saya, saya bebas mencintainya dan menyentuhnya. Saya juga bisa melakukan hal 'itu' tanpa harus takut dosa. Bahkan setiap sentuhan yang saya berikan akan menjadi ladang pahala. Benar kan Om?"

"Mey." David memberikan peringatan pada istrinya. Spontan Mey langsung memberikan tatapan penuh intimidasi pada suaminya. Lalu melayangkan tatapan yang sama untuk wanita itu. Sedangkan yang ditatap hanya bisa meremas tangan kekasihnya.

"Selepas apa pun alasanya. Lelaki yang ada di sebelah Tante, yang saat ini Tante sentuh sesuka hati itu, dia suami saya." Sahut Mey menekan kalimat pada kata suami. Bohong jika ia tak sakit hati melihat kemesraan mereka. Siapa sih yang tidak sakit hati melihat suami sendiri berhubungan intim dengan wanita lain di depan mata kepalanya sendiri? Bahkan saat ini dengan terang-terangan menujukkan hubungan gelap mereka.

Mendengar itu, Nindy segera menjauhkan tangannya dari David. David melirik kekasihnya sekilas, lalu menatap Mey tajam.

"Cukup Mey, jangan membuatnya takut." Kesal David.

"Mey tidak pernah membuatnya takut, Om. Dia ketakutan karena kesalahannya sendiri. Lagian Mey cukup sadar diri siapa Mey di sini. Jadi kenapa Tante ini harus takut sih? Mey rasa Tante juga tahu kenapa Om David menikahi Mey kan?" Ujar Mey menatap keduanya bergantian. David yang mendengar itu seketika membisu.

Mey menghela napas berat. Lalau bangun dari posisinya. "Sudahlah, kalian lanjutkan saja percintaan kalian yang sempat terjeda. Jangan pedulikan Mey di sini. Lagian Mey harus pulang. Maaf sudah mengganggu waktu berharga kalian." Pungkas Mey beranjak pergi dari sana dengan perasaan kecewa.

Selepas kepergian Mey. David mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu bangun dari posisinya. "Sebaiknya kamu pulang. Aku harus bicara dengannya."

"Tapi Dev...."

"Pulang, Nindy. Aku harus menyusulnya." Pungkas David yang langsung beranjak dari ruangan.

"Akh... sialan kau Dev. Aku tahu kau mulai tertarik padanya. Tapi aku tak akan membiarkan itu terjadi. Kau hanya milikku seorang." Wanita itu menyeringai sebelum benar-benar meninggalkan ruangan suaminya.

"Mey," panggil David menahan tangan istrinya yang hendak masuk ke dalam taksi.

"Pak, istri saya tidak jadi naik taksi." Kata David pada sang supir. Lalu taksi itu pun segera pergi dari sana.

"Apa lagi sih, Om? Mey mau pulang." Protes Mey menjauhkan tangannya dari sang suami. Terlihat jelas kekecewaan dimatanya. Namun gadis itu sama sekali tak menangis seperti kebanyakan wanita.

"Kita harus bicara."

"Bicara apa? Masalah hubungan kalian? Mey sudah tahu."

"Bukan itu, tapi tentang hubungan kita." Sahut David yang berhasil membuat Mey terdiam.

"Kita bicarakan tentang hubungan kita kedepannya. Ikut dengan saya." Ajak David yang hendak menarik tangan istrinya. Namun dengan cepat Mey menolaknya.

"Mey gak mau." Tolak Mey mundur selangkah. "Mey tahu Om akan bilang, kalau Om akan menceraikan Mey kan? Om akan menikahi wanita itu dan membuang Mey kan?"

David tertegun mendengar pertanyaan istrinya. Pertanyaan yang tanpa sengaja menggores hatinya.

"Mey...."

"Om jahat tahu gak sih? Padahal Om yang ngajak Mey buat nikah. Sekarang Om mau cerain Mey karena wanita itu? Apa salah Mey sama Om? Apa karena Mey terlahir dengan wajah jelek, lahir dari orang tua yang hidupnya serba kekurangan? Om merasa kasihan dan menikahi Mey gitu? Om itu jahat tahu gak?" Bentak Mey mulai tersulut emosi. Bahkan pertahannanya runtuh. Air matanya kini mengalir dengan deras.

"Bukan seperti itu Mey...."

"Terus apa? Karena Tasya? Atau Om memang sengaja mau mainin perasaan Mey huh? Dari awal Om tahu Mey suka sama Om. Bahkan Mey mencintai Om. Om terus deketin Mey, baikin Mey supaya Mey terjebak. Setelah itu Om akan buang Mey kan?" Teriak Mey yang berhasil membuat David terkejut. Ia tak pernah menyangka Mey bisa semarah ini.

"Mey tahu, tidak seharusnya Mey mencintai Om. Tapi perasaan itu hadir dengan sendirinya, Om. Tanpa Mey minta. Ditambah lagi Om selalu bersikap baik sama Mey. Sampai Mey lupa kalau kebaikan itu hanya karena belas kasihan. Mey tahu, kalau Mey sudah tidak tahu diri karena sudah mencintai Om yang notabennya seorang pria tampan dengan gelimangan harta. Sedangkan Mey itu ibarat upik abu yang gak sadar diri dan sadar posisi."

"Cukup, Mey." David menarik gadis itu dalam dekapannya. Tangisan Mey pun pecah seketika.

"Apa Mey salah mencintai suami Mey sendiri, Om? Apa Mey salah karena udah berusaha mengejar cinta Om duda tampan kayak Om?" Oceh Mey disela isakkannya. Dan itu berhasil mengundang senyuman dibibir suaminya.

"Mey benci Om David. Eh... enggak deh. Mey cinta sama Om." Imbuh Mey yang lagi-lagi berhasil menggelitik hati suaminya.

"Baru kali ini ada orang marah tapi masih berani mengungkapkan cinta. Kamu manusia atau bukan sih Mey?"

Mey yang mendengar itu langsung mendorong suaminya. Dan tangisan tadi pun lenyap begitu saja. Berganti dengan ekspresi khas seorang Mey. "Memangnya Om pikir Mey ini alien apa? Jahat banget sih."

David tertawa renyah, lalu menghapus jejak air mata di pipi istrinya. "Kita pulang, bicarakan ini di rumah."

"Mey gak mau, sana Om pergi aja sama Tante tadi. Bicarain hubungan masa depan kalian. Memangnya Mey punya hak apa ikut Om pulang?" Ketus Mey memalingkan wajahnya dari David.

"Kamu istri saya, Mey."

Mey yang mendengar itu langsung menoleh. "Istri? Om anggap Mey ini istri Om. Tapi Om main dengan wanita lain? Hah, Mey tidak tahu seperti apa yang namanya suami istri dalam kepala Om." Ujar Mey berjalan pergi meninggalkan suaminya. David mengikuti langkah kecil istrinya.

"Apa yang Mey lihat hari ini. Membuktikan jika Mey memang tak akan pernah mempunyai kesempatan. Itu artinya Mey juga akan meberikan cinta tulus Mey pada orang lain. Om setuju kan?" Mey tersenyum tipis. Ia ingin melihat reaksi suaminya. Mungkin tarik ulur adalah trik yang cocok untuk lelaki di belakangnya saat ini. Lagian ia masih marah dan emosi, apa lagi bayangan itu terus menghantuinya. Di mana David dengan gilanya meniduri wanita lain. Meski Mey tahu wanita itu kekasih suaminya. Tetapi tetap saja dia cemburu.

"Saya tidak pernah mengizinkan kamu berhubungan dengan lelaki mana pun, Mey."

"Om aja boleh, masak iya Mey gak boleh sih? Mey kan masih muda, Om. Pengen juga rasain yang namanya pacaran. Dicintai sama seseorang yang benar-benar tulus."

David mendengus kesal mendengarnya. "Kamu bisa berusaha mendapatkan hati saya, Mey. Kita bisa pacaran dulu."

Mey menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap suaminya. "Mendapatkan hati, Om? Gimana caranya? Sedangkan Om sendiri menutup hati untuk Mey. Sudah hampir satu bulan lebih kita kenal, Om. Om juga nikahin Mey di depan Bapak, Mommy, Daddy dan Tasya. Tapi dibelakang Mey, Om tidur sama Tante gatel itu. Kenapa gak nikahin dia aja kemarin? Lebih jelaskan ceritanya? Mey rasa bukan cuma hari ini kan Om tidur sama dia?"

David tak bisa menjawab pertanyaan Mey. Gadis itu tertawa sumbang. "Mey tidak tahu Om anggap Mey ini apa? Sekarang Mey tahu kenapa Om sering pulang malam, ternyata itu alasannya. Mey memang udah janji sama Tasya untuk terus bertahan disamping Om. Tapi kalau Om gini terus, Mey gak bisa Om. Mey mundur." Mey kembali melanjutkan langkahnya. Namun David menahan tangannya. Lelaki itu menarik kedua bahu istrinya. Lalu menatap wajah kusut istrinya lamat-lamat.

"Apa kamu cemburu Mey?"

"Ini bukan pasal cemburu, Om. Bohong kalau Mey tidak cemburu. Istri mana pun pasti cemburu saat melihat suaminya bercumbu dengan wanita lain. Tapi Om itu keterlaluan, Om terus menyentuh wanita lain yang bukan mahram Om. Sedangkan Om punya istri, tapi Om abaikan. Jika Om menginginkan hal 'Itu', Om bisa minta. Pasti Mey kasih. Bukan main belakang kayak gini. Sekarang Om itu ladang surga buat Mey, tapi Om tidak memberikan surga itu untuk Mey."

Lagi-lagi David tak bisa bekata-kata. "Mey, saya...."

"Gimana kalau Tasya tahu soal ini, Om?"

"Tolong jangan bilang ini pada Tasya, hatinya bisa hancur."

"Terus gimana sama hati Mey, Om?"

"Mey...."

"Bahkan Om gak peduli sama sekali." Mey menyingkirkan tangan suaminya. Lalu beranjak pergi dari sana. David terus memanggil namanya, tetapi gadis itu menulikan pendengarannya.

"Sial! Kenapa jadi ribet gini sih? Aku bisa saja langsung menceraikannya tadi, tapi kenapa sangat berat. Bahkan aku tak rela jika dia mencari laki-laki lain. Mey... Akh... gadis itu benar-benar menyiksaku." David mengacak rambutnya dengan kasar. Kemdian berlari untuk mengejar sang istri.