Mengejar Cinta Om Duda
Hangatnya sapaan mentari pagi membangunkan jiwa semangat para pejalan kaki di sebuah kota besar. Tak terkecuali gadis berseragam SMA yang kini tengah berjalan menuju sekolah sambil bersenandung ria. Tempat di mana ia mengemban ilmu selama tiga tahun ini. Sekolah elit yang sebenarnya mustahil ia gapai karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Namun, sepertinya keberuntungan selalu mendapingi gadis itu. Ia mendapatkan beasiswa sehingga bisa merasakan duduk di sekolah khusus orang kaya itu.
Meylani Putri, itulah namanya. Gadis berkulit sawo matang yang kerap di sapa Mey. Usianya saat ini 18 tahun lebih tiga bulan. Parasnya memang tak terlalu cantik karena kurangnya perawatan. Namun ia cukup manis untuk dipandang. Mey merupakan gadis yang cukup terkenal di sekolah dengan sikap bar bar dan mulut embernya. Tak heran jika ia memiliki banyak teman dan juga musuh. Namun ia tak peduli dengan mereka. Karena sejak awal masuk sekolah, ia hanya memilki satu teman baik. Tasya Stephanie Lander. Si gadis cantik dengan wajah bulenya yang khas. Wajah bule Tasya tentunya diwariskan dari sang Ayah yang notabennya bule asal Bulgaria.
Meski fisik kedua gadis itu jauh berbeda, tetapi hal itu tak menjadi tolak ukur untuk mereka saling menyayangi satu sama lain. Mey begitu menyayangi Tasya, begitupun sebaliknya.
"Mey!" Panggil Tasya saat melihat sahabatnya memasuki gerbang sekolah. Gadis cantik berkulit putih bersih itu sepertinya baru saja di antar oleh supir pribadinya.
Senyuman Mey mengembang dan sedikit berlari menghampiri Tasya. "Baru sampe juga?"
"Iya nih, yuk masuk." Ajak Tasya mengamit tangan Mey. Lalu keduanya pun berjalan satai menuju kelas mereka. Jika berdampingan seperti itu, perbedaan mereka terlihat sangat jelas. Mey berpenampilan sederhana, sedangkan Tasya memakai barang-barang branded. Dari tinggi badan juga Mey terlihat sangat jauh berbeda, tingginya hanya sebatas bahu Tasya. Karena Mey memiliki perawakan yang imut.
"Gimana kabar Bapak lo, Mey?" Tanya Tasya saat mereka sudah memasuki kelas. Lalu duduk di bangku barisan kedua.
"Kayak biasa, Sya. Bapak kumat-kumatan, tapi beberapa hari ini lumayan mendingan." Jawab Mey apa adanya.
"Ibu tiri lo gimana? Masih ngerundung Lo gak?"
"Ya gitulah, setiap hari kerjanya cuma minta cuan. Dia pikir gw gudang uang apa?" Ketus Mey mulai kesal saat membahas Ibu tirinya. Wanita yang dinikahi Bapaknya tiga tahun lalu itu memang tak pernah menyukai Mey. Dan menurut Mey wanita itu hanya menjadi bebannya dan sang Bapak. Karena sejak awal wanita itu selalu mencari masalah. Lebih parahnya lagi, ia berani meminjam uang pada rentenir sampai hutangnya menumpuk. Dan akhirnya Bapaknya yang harus melunasi hutang itu yang entah kapan akan lunas.
"Sabar ya, Beib. Oh iya, Lo udah mikirkan mau milih kampus mana?" Tanya Tasya lagi. Karena ujian sekolah akan berlangsung satu bulan lagi, itu artinya mereka harus sudah mempersiapkan diri untuk tes di perguruan tinggi.
"Kayaknya gw gak lanjut deh, Sya. Kasian bokap kalau gw kuliah, nambah beban. Gw kerja aja deh, gaji di kafe lumayan juga buat bantu Bapak." Jawab Mey jujur. Saat ini Mey memang sudah bekerja paruh waktu di kafe. Mungkin di sanalah ia akan melanjutkan kerjanya. Sejak Bapaknya sering sakit-sakitan, Mey memang memilih untuk bekerja sambil belajar. Jadi gak heran kalau dia sering pulang malam.
"Lo yakin? Kasian banget kan nilai bagus lo." Lirih Tasya merasa kasihan pada sahabatnya. Sejak lama ia ingin sekali membantu Mey dalam urusan ekonomi. Namun Mey selalu menolaknya.
"Atau gini aja, lo kerja sambil kuliah. Tar gw ngomong sama Bokap, kalau biaya kuliah lo Bokap gw yang nanggung." Tawar Tasya dengan wajah berbinar. Pasalnya ia tak rela jika harus berjauhan dengan Mey. Karena itu ia akan mencari cara supaya gadis itu ikut kuliah bersamanya.
"Eh... gak usah. Gw gak mau jadi beban Bokap lo. Lagian selama ini lo udah banyak bantu gw. So biarin gw kerja, kita masih bisa nongkrong bareng kok." Tolak Mey seraya menggenggam tangan Tasya.
Tasya tampak kecewa dengan penolakan Mey. Namun ia juga tak ingin memaksa sahabatnya.
"Janji ya? Kita harus tetap kayak gini. Gw gak mau jauh dari lo." Rengek Tasya memeluk Mey erat.
"Iya, gw bakal atur waktu buat kita ngumpul dan ngobrol. Huh, belum apa-apa udah rindu."
"Bener banget, satu bulan itu waktu yang singkat banget." Keduanya pun saling berpelukan mesra. Mengabaikan tatapan teman-temannya yang menatap mereka geli atau tak suka.
Jam pulang pun tiba, seperti biasa Mey pulang nebeng bareng Tasya. Namun kali ini mereka harus nunggu agak lama. Karena supir pribadi Tasya belum juga muncul.
"Pak Darman ke mana sih? Udah setengah jam belum nongol." Protes Tasya mulai bosan menunggu.
"Sabar, Sya. Mogok kali di tengah jalan," sahut Mey sambil mengedarkan pandangan ke sekitar halaman sekolah yang mulai sepi.
"Bisa jadi," kata Tasya beberapa kali menghela napas.
Tidak lama dari itu, sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka. Tasya yang mengenal mobil itu tentu saja merasa heran.
Tumben Pak Darman pake mobil Daddy?
Tasya membulatkan matanya saat melihat seorang lelaki berperawakan tinggi besar yang masih lengkap dengan stelan kantor keluar dari dalam mobil.
"Daddy?" Seru Tasya masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh hari yang mengejutkan bagi Tasya. Seorang David Lander, menjemputnya secara langsung. Tasya tahu betul Daddynya itu sangat sibuk dan tak akan sempat menjemputnya secara langsung. Entah angin apa yang membawa David datang menjemput putrinya hari ini?
"Sorry, Sweety. Daddy terlambat menjemputmu. Pak Darman harus izin anaknya sakit." Ucap David seraya mengecup kening putrinya.
Berbeda dengan Mey, mulutnya sedikit terbuka karena terhipnotis dengan ketampanan seorang David. Ayah dari sahabatnya itu. Bagaimana tidak, David masih terlihat menawan meski usianya hampir kepala empat. Lelaki itu memiliki rahang yang tegas, hidung mancung dan bibir tipis. Dan mata tajam itu berhasil membuat Mey berdebar.
Aaaa... gw mimpi apa samalam? Kenapa gw mendadak masuk ke dunia dongeng gini sih. Ganteng banget nih orang. Dan gilanya lagi dia Bokapnya Tasya.
"Sya, ini beneran Bokap lo?" Tanya Mey tanpa ragu, tatapannya juga masih tertuju pada pahatan Sang Maha Kuasa yang begitu indah.
Baik David maupun Tasya menoleh ke arah Mey. Tasya mengangkat dagu Mey agar mulut gadis itu tertutup. Ia juga tersenyum geli melihat tatapan memuja Mey untuk Daddynya.
Siapa gadis dekil ini? Tanya David dalam hati. Ia memperhatikan setiap inci penampilan Mey yang jauh berbeda dengan putrinya.
"Iya, ini Daddy gw. Ganteng banget ya sampe mulut lo kebuka gitu?" Jawab Tasya terkekeh geli.
"Banget... pantes aja lo cantik kayak bidadari. Ternyata bokap lo gantengnya gak ketulungan." Ujar Mey tanpa rasa malu jika orang yang sedang dibicarakan ada di hadapannya.
"So pasti, meski umur bokap gw udah tiga puluh delapan tahun. Tapi dia masih ganteng, anak muda mah kalah. Btw... Dad kenalin ini Mey, sahabat Sasa dan Mey kenalin ini My Daddy, cinta pertama gw."
Mey terlihat antusias dan langsung mengulurkan tangannya pada David. "Halo Om, saya Mey. Bestienya anak Om."
David menerima uluran tangan Mey. Lalu tersenyum tipis. "David."
Mey terlihat bahagia karena David membeirkan senyuman menawan padanya. Gadis itu pun merapatkan tubuhnya pada Tasya. "Kalau Bokap lo seganteng ini, gw rela jadi Mama tiri lo, Sya." Bisik Mey sambil cengegesan.
"Beneran? Gw juga rela kalau lo yang jadi nyokap gw. Ide bagus tu, udah lama banget bokap gw menduda." Balas Tasya yang juga berbisik.
"Becanda gw, Sya. Lagian bokap lo ganteng gitu mana mau ama gw yang dekil gini."
"Siapa bilang, kalau lo mau gw bisa jodohin kalian berdua."
"Aaa... beneran? Boleh di coba tuh."
"Beneran, lagian gw juga butuh temen curhat di rumah."
"Apa yang kalian bisikkan?" Suara bariton itu berhasil mengejutkan keduanya. Mey dan Tasya pun tak berniat menjawab dan hanya tersenyum kikuk. "Sebaiknya kita langsung pulang, Daddy harus kembali ke kantor." David melirik arloji, lalu kembali memasuki mobil mewah miliknya.
"Ok, Dad. Yuk Mey." Tasya pun menarik Mey memasuki mobil Daddynya di bangku belakang. Sedangkan Tasya duduk di sebelah sang Daddy.
Sepanjang perjalanan, Mey terus memperhatikan wajah tampan David dari balik cermin. Ia benar-benar terpikat dengan ketampanan lelaki itu. Tanpa Mey sadari, sejak tadi Tasya juga memperhatikannya dari balik cermin.
Sepertinya gak ada salahnya kalau Mey jadi Nyokap baru gw. Dia baik dan polos banget, yang jelas gak hanya mengincar harta Daddy. Pikir Tasya dalam hati. Ia tersenyum penuh arti. Berbagai rencana sudah tersusun rapi di kepalanya.
***
Saat ini mobil mewah milik David sudah terparkir di depan sebuah rumah kumuh milik orang tua Mey. Membuat David merasa heran, bagaimana bisa Mey masuk ke sekolah elit itu?
"Om, Sya, makasih ya. Gak mau mampir dulu?" Tanya Mey yang saat ini sudah keluar dari mobil.
"Gak usah Mey, Daddy gw harus balik ke kantor. Lain kali gw mampir. Sebenernya gw rindu sambel terasi buatan lo." Ujar Tasya tersenyum lebar.
"Ok deh, weekend nanti lo mampir deh ke sini. Tar gw buatin nasi liwet. Oh iya, makasih ya Om?" Mey pun melirik David yang sejak tadi terdiam.
"Sama-sama," jawab David datar dan tak berniat menatap lawan bicaranya.
"Ya udah, kami pulang dulu ya?" Pamit Tasya.
"Iya, hati-hati."
Baru saja David ingin melajukan mobilnya, matanya tak sengaja melihat tiga orang lelaki berpenampilan urak-urakan menarik keluar seorang bapak-bapak dari dalam rumah kumuh itu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pergi.
Mey tak kalah terkejut saat melihat Bapaknya di tarik paksa oleh beberapa preman yang biasanya menagih hutang. "Bapak!" Mey berlari kencang menghampiri Bapaknya yang sudah tersungkur di tanah. Mey yang panik pun langsung membantu Bapaknya bangun.
Tasya dan David yang melihat itu pun turun dari mobil. Lalu menghampiri Mey dan membantunya.
"Brengsek! Jangan berani sama orang sakit. Gw udah bilang, minggu depan gw bayar duitnya. Sekarang gw belum gajian." Bentak Mey menatap ketiga lelaki jelek itu dengan tatapan nyalang. Tentu saja ia emosi karena mereka berani menyakiti Bapaknya yang sedang sakit.
"Kelamaan, bos gw udah marah-marah minta duitnya. Kalau lo gak bisa bayar, jaminannya lo harus mau jadi istri keempat Bos." Sahut salah satu dari preman itu.
"Kalian pikir gw mau sama tua bangka jelek itu. Ngelirik aja gw ogah, mana giginya itam semua lagi. Lo bilangin ya ama bos lo itu, gw bakal lunasin utang nyokap gw. Tapi gak gini caranya, lintah darat lo semua." Emosi Mey pun mulai naik ke ubun-ubun. Ia pun segera membuat ancang-ancang untuk melawan ketiga preman itu.
David yang melihat itu tertegun, bagaimana mungkin gadis kecil seperti Mey berani melawan tiga preman itu dengan mulut lantangnya.
"Dasar cewek jadi-jadian, kalau bukan bos suka sama lo udah gw jitak pala lo. Ada duit kagak? Kalau enggak gw obrak abrik ni rumah reyot. Bos butuh duit itu sekarang."
"Berapa hutang mereka?" Kali ini David ikut bersuara. Sontak Mey dan Tasya pun langsung menoleh. Begitu pun ketiga preman itu.
"Wah, siapa ni Mey? Keliatannya orang kaya. Sugar Daddy lo ya? Kebetulan banget, Pak. Mereka itu punya hutang dua ratus juta sama bos gw. Apa lo niat mau bayarin?"
Mendengar itu, perhatian Mey pun kembali terpusat pada preman jelek itu. "Bacot lo! Urusan lo sama gw bukan Om ini. Gw bakal cari uang buat lunasin hutang nenek lampir itu. Minggu depan gw bayar bunganya dulu."
David mengeluarkan sebuah cek dan pulpen dari saku jasnya. Lalu menuliskan nomilan di kertas itu dan sebuah tanda tangan. "Dua ratus lima puluh juta, aku rasa cukup."
David menyodorkan cek itu pada pereman itu.
"Wah, baik bener sugar daddy lo, Mey." Ucap preman itu mengambil cek dengan kasar. "Tapi ingat, hutang dia belum lunas. Ini cuma hutang dua bulan lalu. Nyokap lo minjam lagi lima ratus juta dan jaminannya elo, Mey."
"Apa!" Seru Mey dan Tasya bersamaan. Mereka cukup kaget mendengar ungkapan preman itu. Lalu ketiga preman itu pergi dengan senyuman lebarnya.
"Mey...." panggil Bapak Mey seraya memegang dadanya. Ia juga sangat terkejut mendengar kenyataan itu. Mey pun langsung memapah Bapaknya masuk ke dalam. Yang diikuti oleh Tasya dan David.
"Dasar nenek lampir gak tahu di untung. Di mana dia sekarang?" Omel Mey seraya melempar tasnya asal.
"Mey, Daddy bisa lunasin hutan lo kok. Jadi lo gak perlu khawatir mereka datang lagi dan ngancam lo gini. Gw gak mau lo jadi istri keempat lintah darat itu."
"Gak perlu, Sya. Cek itu aja lebih dari cukup. Untuk yang lainnya gak usah lagi. Terima kasih kalian udah mau bantu. Gw bakal kerja keras buat dapatin duit itu, lagian nenek lampir itu juga belum pulang. Tar gw desak dia buat bayar semua utangnya." Sanggah Mey yang tak ingin merepotkan sahabatnya.
"Terima kasih, Om. Saya janji, kalau saya sudah sukses. Saya akan kembalikan uang itu." Imbuh Mey menatap David penuh rasa terima kasih.
"Tidak perlu, anggap saja itu hadiah dari saya karena mau menjadi sahabat baik Sasa."
"Eh... gak...."
"Jangan nolak lagi, Mey. Gw beneran sayang sama lo, gw gak mau lo kenapa-napa." Potong Tasya mulai menangis sesegukan.
"Sya." Mey membawa Tasya dalam pelukannnya. "Terima kasih buat semuanya."
David yang melihat itu tertegun. Untuk pertama kalinya ia melihat Tasya begitu menyayangi seseorang. Itu artinya Mey benar-benar memikat hati Tasya. Yang David tahu, sejauh ini Tasya tak pernah mempunyai teman, selain gadis bernama Mey ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Kak Eja🌜
menarik...
mampir juga ya ke novel aku
MENIKAHI WANITA MALAMKU
2024-07-29
0
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
menarik👍
2024-02-16
1
AR Althafunisa
ya ampun... enak org kaya ga pelit mo bantu, duit 200 juta keq duit 200rb kali ya 😅
2023-07-07
0