Awalnya aku percaya kalau cinta akan hadir ketika laki laki dan wanita terbiasa bersama. Namun, itu semua ternyata hanya khayalan yang kubaca dari novel novel romantis yang memenuhi kamar tidurku.
Nyatanya, bertetangga bahkan satu sekolah hingga kuliah, tidak membuatnya merasakan jatuh cinta sedikit saja padaku.
"Aku pergi karena aku yakin sudah ada seseorang untuk menjagamu selamanya," ucap Kimberly.
"Sebaiknya kita berdua tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin Viera terluka dan menderita karena melihatmu."
Secara bersamaan, Kimberly harus meninggalkan cinta dan kehilangan persahabatan. Namun, demi kebahagiaan mereka, yang adalah tanpa dirinya, ia akan melakukannya.
"Tak ada yang tersisa bagiku di sini, selamat tinggal."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KAMU JAHAT!
Sudah 1 minggu sejak hari itu, hari dimana Kimberly berbicara dengan William. Kini ia tengah berada di kantin kampus, makan siang di sela sela jam istirahat antar mata kuliah.
"Kim, gue nitip absen ya," pinta Kristy.
"Iya, gue juga Kim," ucap Lady sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.
"Emang kalian pada mau kemana sih ampe mesti nitip absen?" tanya Kimberly.
"Biasalah, gue lagi bosen banget. Apalagi abis ini mata kuliahnya Pak Robert, ihhh males banget. Bisa bisa gue tidur di kelas," gerutu Kristy.
"Ya udah, nanti gue absenin. Tapi inget ya, traktir gue besok."
"Masalah traktir mentraktir mah urusan kecil itu. Gue bakalan traktir lo makan pagi, makan siang, sama makan malem. Kalo perlu, gue kasi snack juga," ucap Kristy.
Kimberly melihat jam di pergelangan tangannya, "Udah mau masuk, yuk gue mau ke kelas dulu."
"Barengan aja, kita juga mau sekalian ke parkiran," Kimberly pun mengangguk.
Saat berjalan menyusuri area tengah kantin, tiba tiba Kimberly mendengar seseorang berbicara,
"Selalu berusaha cari perhatian, tapi sayang selalu gagal. Berharap banget kayanya dari temen jadi demen. Nggak ngaca apa kalau mukanya pas pas an begitu."
Kimberly mengepalkan tangannya, tapi ia berusaha untuk mengendalikan emosinya. Ia berbalik, kemudian menatap ke arah Viera yang sedang duduk sambil memegang segelas minuman.
"Kamu tahu, William itu milikku dan akan selamanya jadi milikku," ucap Viera sambil tersenyum sinis.
"Akan aku pastikan William tahu siapa kamu sebenarnya," ancam Kimberly.
Viera ingin menyiram Kimberly dengan gelas minuman yang ada di tangannya, tapi sayang Kimberly menahan gelas tersebut.
"Kamu kira, kamu bisa mempermalukanku?"
Viera yang melihat kedatangan William dari arah belakang Kimberly, kini pura pura menuangkan air tersebut ke wajahnya, dengan gelas tetap dipegang oleh Kimberly.
"Ahhh!!!" teriak Viera sambil jatuh terduduk.
William yang mendengar suara Viera, langsung berlari mendekatinya. Melihat keadaan kekasihnya yang sudah basah karena siraman air, William langsung menoleh ke arah asal siraman itu.
William berdiri dan menatap Kimberly, "apa sebenarnya maumu? Kenapa kamu selalu menyakiti Viera? Baru saja aku berpikir untuk berbicara denganmu, dan kita bisa seperti dulu lagi, tapi .... sepertinya tidak bisa."
"Tapi Wil, aku ....," ucapan Kimberly terputus karena William kembali memotong perkataannya.
"Apa kamu mau mengelak lagi? Kamu lihat, bukti masih ada di tanganmu," Kimberly melihat gelas kosong itu masih ada di tangannya, dan tak sengaja ia menjatuhkannya.
"Hei, apa kamu tidak bisa hati hati!! Bagaimana kalau pecahan itu mengenai Viera, huh?!" William menatap tajam ke arah Kimberly.
"Wil ...," ucap Kimberly.
"Jangan bicara denganku lagi. Aku benar benar sudah tidak mengenalmu. Kamu bukan Kimberly sahabatku yang dulu. Kamu berubah."
Kimberly hanya terdiam, melihat kepergian William bersama dengan Viera. Sukses? Ya, Viera sukses menghancurkan persahabatannya selama ini dengan William.
*****
Dan disinilah Kimberly sekarang. Bersama Kristy dan juga Lady, akhirnya ia tidak masuk di mata kuliah Pak Robert.
Di sebuah cafe yang berada sekitar 30 menit dari kampus mereka. Cafe ini tidak terlalu terlihat dari jalan, karena memang dirancang seperti itu, karena mereka adalah salah satu cafe yang menjajakan minuman keras bagi pengunjung setia ataupun VIP.
"Berikan kami mocktail 2 ya," ucap Kristy.
"Kim, lo mau minum apa?" tanya Lady yang melihat bahwa temannya ini sedang tidak baik baik saja.
"Disini ada minuman apa?" tanya Kimberly pada pelayan. Pelayan itu memberikan daftar menu khusus untuk tamu yang bertanya mengenai minuman.
"Berikan aku cocktail saja."
"Kim, lo yakin? tanya Lady sedikit khawatir.
"Gue nggak apa apa."
Lady berbisik pada Kristy, dan akhirnya Kristy menganggukkan kepalanya. Mereka pun mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan.
Setelah 5 menit akhirnya pesanan mereka sampai di meja. Kristy dan Lady meminum minuman mereka sedikit untuk menyesap rasanya. Mereka tidak sadar bahwa Kimberly telah meminum cocktail miliknya hingga tandas, bahkan ia meminta pelayan untuk memberikannya 1 gelas lagi.
"Kim!" teriak Kristy.
"Sebaiknya kita membawa dia keluar dari sini," ucap Lady.
"Stop!! Apa yang mau kalian lakukan?" teriak Kimberly.
Kimberly segera mengambil gelas yang dibawakan oleh pelayan kepadanya. Ia memperhatikan isi gelas tersebut, kemudian meminumnya perlahan.
"Kamu jahat, Wil. Jahat! Jahat! Jahat!" teriaknya sambil menangis. Kemudian Kimberly langsung menghabiskan isi gelasnya yang kedua.
"Kim, kita pulang yuk. Tiba tiba gue sakit perut nih," ucap Lady beralasan.
"Nggak. Lo ajak Kristy aja sana pulang. Gue masih mau disini. Buat apa gue pulang kalau gue masih bisa lihat dia di sebelah rumah gue," Kimberly menangis sesengukan.
Tak lama, orang yang dikirimi pesan oleh Kristy dan Lady pun datang.
"Kak, bisakah membantu kami membujuknya. Ia tidak mau pulang."
"Kalian pulanglah dan jangan pernah datang ke tempat seperti ini lagi," pesan Anthony.
"Baik, Kak. Maaf sudah merepotkan kakak."
Kristy dan Lady akhirnya meninggalkan tempat itu. Mereka tahu, Anthony sudah seperti kakak bagi Kimberly karena Kimberly pernah bercerita, bahkan ia mengenalkan mereka dengan Anthony.
Anthony mendekati Kimberly, kemudian dengan cepat ia menggendong gadis itu setelah membayar semua tagihan minumannya. Anthony menggelengkan kepalanya.
Meletakkannya di kursi penumpang samping kemudi, kemudian memasangkan seatbelt, "Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" gumam Anthony. Ia pun segera menjalankan mobilnya, meninggalkan tempat itu.