Ayu Larasati, seorang dokter spesialis kejiwaan yang lebih senang tidur di rumah sakit daripada harus pulang ke rumahnya. Ada sebab nya dia jarang pulang ke rumah. Apalagi jika bukan drama ibunya yang menginginkannya menikah dan segera memberikannya cucu.
Ibunya memaksa ingin menjodohkan dirinya dengan seorang laki-laki.
Duta Wicaksana, seorang bupati yang amat disegani di kota Magelang. Dia amat pintar mengelola kota nya sehingga kota nya bisa menjadi kota maju. Tapi sayangnya belum memiliki pendamping. Dirinya pasrah ketika akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang perempuan.
Mereka dipertemukan dalam ta'aruf. Mungkinkah cinta mereka akan bersemi?
Atau mungkinkah bunga cinta itu akan layu sebelum waktunya?
Mari kita simak perjalanan kisah cinta mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mak Nyak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biarkan Takdir Yang Bekerja
Duta tertawa cekikikan karena tingkah Laras. Dia sampai lupa dengan dzikirnya.
"Hish, kenapa gak bilang sih?" protes Laras kepada Duta.
"Ya kamu main sodorin tangan, abang ganti sodorin malah disambut. Eh tapi gak papa, nanti kalau udah jadi istri begitu cara cium tangan sama suami, oke sayang?" Goda Duta dan pergi meninggalkan Laras. Sekarang bang Duta gitu ya, berani manggil sayang. 😂
"Apaan sih? Gak jelas" ucap Anin sambil menahan tawa.
Abi dan umi yang melihat gurauan mereka ikut cekikikan. Laras menoleh dan memasang muka cemberut.
"Duta, makan malam dulu. Seadanya ya, umi tadi gak ke pasar" ajak Umi menyuruh Duta makan dulu.
"Nanti makan di rumah aja mi" sahut Duta.
"Udah ayo makan dulu. Ras, siapkan makanan ya nak" perintah Abi kepada Laras.
"Iya bii" jawab Laras dan segera mempersiapkan makanan. Umi mendekati Laras membuatnya terkejut.
"Sstt, tadi kemana aja?" tanya umi sedikit berbisik karena Duta dan Abi sudah berada di ruang makan.
"Ke proyek habis itu ke Semilir. Kenapa mi?"
"Gak papa, umi seneng"
"Biasa aja sih miii"
"Laras, umi, kami udah siap ini, mana makanannya?" ucap Abi memotong percakapan Laras dan umi.
"Ini nih bi, Laras ngajakin umi ngobrol" umi membela dirinya.
Laras menoleh. "Kok Laraaaasss, kan tadi umi yang ngajakin ngobrooool"
"Udah-udah, malu ada Duta" jawab Abi lagi.
Duta hanya tersenyum melihat perdebatan ibu dan anak itu. Laras tanpa diberi aba-aba melayani mengambilkan makanan untuk semua orang.
"Pake lauk apa bang?" tanya Laras lebih luwes dari pertemuan sebelumnya.
"Telur aja sama oseng kangkung Ay" jawab Duta.
Laras mengambilkan sesuai pesanan Duta. Dia juga menuangkan minum untuk Duta. Lalu dia duduk di sebelah umi. Disela-sela makan abi bertanya kepada Duta.
"Duta, jadi kapan kamu akan menikahi Laras?" tanya Abi
Laras kaget hingga terbatuk-batuk. "Uhuk uhuk uhuk uhuk"
"Kenapa sih Ras? Minum dulu tuh" Umi memberikan minum untuk Laras.
Duta menghentikan makannya dan menatap Abi. "Duta nunggu Laras siap bi, kalau Duta memaksakan perasaan Duta terhadapnya, Duta takut malah jadinya gak baik"
"Kamu kapan siap nya Ras?" Sekarang Abi gantian bertanya kepada Laras.
"Ehm, coba pendekatan dulu lah bii, masa langsung suruh nikah sih" protes Laras.
"Memang kamu tidak memendam rasa dengan Duta? Bukannya kamu jatuh hati sama pria yang murotal di masjid rumah sakit? Dan itu adalah Duta" tanya umi
Duta memperhatikan Laras. Dia menunggu jawaban yang keluar dari mulut Laras.
"Kok umi bisa tahu sih? Laras kan tidak pernah cerita ke siapapun"
"Dari mamah Aini, dua kali kamu ketahuan olehnya sedang mengagumi suara Duta. Memang kamu tidak ada rasa?" desak umi kepada Laras.
Laras hendak menjawab tapi sudah keduluan oleh Duta.
"Mi, nunggu Larasnya siap aja dulu. Jangan dipaksa" ucap Duta dengan memaksakan senyumnya.
Laras merasa bersalah karena jawabannya. Mereka melanjutkan makannya dengan hening. Selesai makan Duta langsung berpamitan dengan keluarga Laras. Laras semakin merasa bersalah.
"Bi, mi, Duta pulang dulu. Terima kasih sudah mengijinkan Duta jalan sama Laras. Maaf Duta lupa membeli oleh-oleh untuk abi dan umi" ucap Duta berpamitan kepada orang tua Laras.
"Hati-hati ya Duta, tolong sabar menunggu jawaban Laras" pesan Abi kepada Duta.
Duta hanya tersenyum dan menyalami punggung tangan kedua orang tua Laras. Dia langsung masuk mobil tanpa berpamitan dengan Laras. Duta melajukan mobilnya kembali ke rumah.
"Hadeeeehh, Ay, Ay, kamu itu udah ketahuan ada rasa sama abang tapi kenapa susah banget buat jujur sih? Apa karena masalah tadi kamu jadi ragu?" ucap Duta di dalam mobil.
Sementara itu Laras sedang diajak diskusi oleh orang tua nya.
"Ras, duduk sini. Abi mau bicara"
Laras duduk disebelah Abi dengan kepala tertunduk. "Ada apa bi?"
"Abi sama umi ini udah sreg lho sama Duta, masa iya sih kamu belum ada rasa? Gini aja deh, kalian nikah aja dulu, nanti rasa itu akan tumbuh dengan sendirinya. Ras, ingat berpacaran itu dilarang. Jika kalian ingin pacaran, ya yang halal sekalian" ucap Abi sedikit marah atas sikap Laras.
"Laras bingung bii, lagian kan bang Duta juga siap nunggu Laras. Beri waktu Laras seminggu untuk istikharoh. Setelah itu akan Laras beri jawaban" jawab Laras yakin akan keputusannya.
"Bocah kok yo angel nemen, Duta kurang apa sih Ras? Super komplit gitu kok masih bingung. Itu kalau umi jadi kamu langsung gercep umi Ras"
"Yeee, umi, maunyaaaa sama daun mudaaaa" ejek Abi.
"Kan seandainya bi, seandainya" sanggah umi.
"Laras ke kamar dulu deh bi, mau mandi" Laras langsung masuk ke kamar dan mandi. Setelah selesai dia mandi dia mengecek ponselnya.
"Kok dia gak kasih kabar ya? Udah sampai belum ya? Perlu aku telpon? Ih apaan sih. Gak usah deh" ucap Laras bingung sendiri.
"Apa dia marah sama aku? Bang Dutaaa, kenapa aku begini sihhh. Ah udah deh telpon aja" Laras meraih ponselnya dan menghubungi kontak Duta.
Tersambung tapi tak diangkat. Sekali lagi Laras coba telpon masih tak diangkat. Hingga Laras selesai sholat isya Duta tak menghubunginya kembali.
"Kamu kenapa sih bang? Kamu marah sama aku?" ucapnya pada diri sendiri.
Dia mencoba menghubunginya sekali lagi. Tersambung, dan diangkat.
"Halo assalamualaikum bang Duta, udah nyampai? Kok Laras telpon dari tadi gak diangkat sih, bang?"
Waalaikum salam, abang sudah sampai, baru meriksa laporan sama bang Farid, ponselnya disilent jadi gak tahu kalau kamu telpon.
"Kok jawabnya begitu sih bang?"
Begitu? Begitu bagaimana?
"Kayak terpaksa gitu"
Perasaan mu saja mungkin. Abang masih harus menyelesaikan laporan, abang tutup dulu kalau tidak ada yang penting
"Tuh kan ketus banget sih, abang...abang marah sama Laras gara-gara pertanyaan abi dan umi tadi?"
Kenapa harus marah? Abang baik-baik saja. Abang tutup dulu
"Maaf"
Tiba-tiba senyap dalam panggilan itu.
"Laras bilang maaf, maaf karena telah melukai perasaan abang. Tolong tunggu jawaban Laras. Hanya seminggu Laras akan menjawab perasaan abang. Setelah pulang dari bandara silahkan ajak anggota keluarga abang datang ke rumah Laras. Laras akan memberikan jawaban"
Jangan terburu-buru jika memang belum siap
"Insyaallah Laras siap dalam memberikan jawaban. Jadi tolong, kita tidak usah bertemu dahulu seminggu ini. Dan tidak usah saling mencari. Biarkan takdir yang bekerja. Jika memang jodoh Laras adalah abang, Laras siap untuk jadi istri abang"
Duta diam tak menjawab Laras.
"Maaf mengganggu waktu abang, selamat bekerja. Perhatikan kesehatan abang. Assalamualaikum"
Waalaikum salam warahmatullah
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
😂😂😂