Larasati & Pak Bupati
Ayu Larasati, dokter spesialis kejiwaan di rumah sakit di kota Magelang. Usia nya sekitar 28 tahun. Memiliki hobi membuat komik tapi tak ingin dipublikasi kan. Dia memakai hijab, cantik, kulitnya putih, wajahnya selalu cerah meski riasannya natural.
Laras biasa ia disapa. Lebih memilih tinggal di rumah sakit daripada harus pulang ke rumah. Di rumah sakit ia hanya akan menemukan keluh kesah pasien nya. Mendengar cerita pasiennya, menenangkan pasiennya. Hal yang sangat menyenangkan baginya.
Daripada ia harus kembali ke rumah dan berdebat dengan umi nya. Laras ini anak pertama dari umi Saodah dan abi Gunawan. Sebenarnya dia memiliki adik laki-laki. Tapi, adiknya meninggal saat usia 20 tahun karena sakit kanker tulang yang di deritanya.
Dulu umi nya pernah mengalami depresi. Kehilangan orang yang begitu disayangi merupakan hal yang paling menyakitkan. Karena depresi itulah Laras memutuskan untuk mengambil spesialis kejiwaan. Umi Laras sempat dirawat di rumah sakit jiwa karena begitu parahnya depresi itu.
Abi dan Laras tak pernah patah semangat untuk memberi dukungan kepada umi agar segera sembuh. Dan akhirnya, usaha mereka memang tidak sia-sia.
"Dok, pasien terakhir ya" ucap Nina perawat sekaligus asisten Laras.
"Wokeh, los dol in aja Nin. Sok kabeeeehhh hari ini" ucap Laras seperti biasa yang senang ketika pasiennya membludak.
Bukan apa, jika umi nya berkunjung dan di dapatinya tidak ada pasien pasti lah dia akan diseret untuk pulang.
"Silahkan masuk bu" ucap Nina mempersilahkan pasien Laras masuk.
"Assalamualaikum, siang dokter Laras" ucap ibu itu dengan senyuman yang merekah.
"Selamat siang juga ibu Aini. Apa kabar?"
"Alhamdulillah, dokter tahu tadi malam saya bisa tidur nyenyak padahal obat saya habis lhoh dok" terang bu Aini.
"Oh ya? Hebat sekali ibu. Apa yang ibu lakukan sebelum tidur sehingga bisa sampai nyenyak begitu? Penasaran saya. Bagi resepnya dooonnnggg" canda Laras.
"Ih dokter mah merendah. Saya hanya melakukan apa yang dokter sarankan. Saya hanya mengambil wudhu berdzikir sebentar dan tidur dok. Saya juga tidak mimpi apapun" terangnya lagi.
"Oh ya? Bagus sekali ibu. Terus-terus gimana?" Laras masih mendengar cerita pasiennya dengan penuh antusias.
"Ternyata benar yang dokter katakan. Kita itu hanya butuh mengikhlaskan. Menjalani tanpa harus mengatur apa yang sudah menjadi ketetapan. Menerima dan mencoba berlapang dada. Memperbanyak syukur atas nikmat dan karunia. Mempersingkat keluhan kita. Itulah yang membuat saya bisa tidur nyenyak dokter"
"Alhamdulillah ibu. Saya turut senang. Ini saya resepkan obat untuk vitamin saraf nya saja ya. Datang lagi kesini kalau ibu butuh teman cerita. Saya full 24 jam disini. Heheheh"
"Dokter, mau nikah sama anak saya gak? Anaknya cakep kok, gak neko-neko. Mau ya jadi mantu saya. Nanti kan enak kalau mau curhat tinggal dirumah ketemu"
"Ahahahahhaha, ibu ini bisa aja. Saya belum ingin menikah bu. Saya masih ingin membahagiakan keluarga saya dulu dan masih ingin main-main sama yang lain. Hehehehe" ucap Laras dengan cengengesan.
"Aaahhh, dokter ih. Saya pengen lho punya mantu perhatian seperti dokter. Siapa tahu nanti cocok. Mau ya?" bujuk ibu Aini.
"Udah sih dok, mau aja. Siapa tahu ganteng dan emang beneran jodohnya dokter" sahut Nina dengan cepat.
"Apaan sih Nin, jangan ikut-ikutan kayak umi sama abi yang gegerin hal itu melulu deh" sewot Laras kepada Nina.
"Dijodohkan dengan asisten saya saja bu, dia juga masih single. Ya kan Nin?" ucap Laras sambil menoleh Nina yang ada dibelakangnya.
"Oh, jeng Nina masih single juga? Mau saya kenalkan jeng? Anaknya baik lhoh. Jangan karena saya depresi begini kalian tidak mau dong"
"Ee, bukan itu maksudnya bu, saya memang murni belum ingin menikah. Masih ingin mengejar karir. Nanti juga datang sendiri jodohnya" ucap Laras sambil tersenyum.
"Hmmm, ya sudah lah. Nanti kalau memang tertarik hubungi saya yaaaa"
"Ini resepnya ya ibu, nanti seminggu lagi kontrol ulang lagi. Saya akan memastikan kondisi ibu lagi. Oke ibu Aini sayang?"
"Siap dok, ah, andai yang manggil itu tadi menantu saya. Pasti sangat senang saya"
"Hahaha, kontrol emosinya bu. Jangan sampai larut dalam kesedihan dan meledak-ledak dalam kesenangan. Harus seimbang ya"
"Oke dokter. Saya permisi dulu ya. Assalamualaikum"
"Waalaikum salam"
Laras tersenyum senang karena pasiennya bisa mengendalikan diri dan mau berusaha untuk sembuh. Adzan ashar berkumandang. Segera dia meninggalkan ruangannya dan bergegas ke masjid rumah sakit.
Dia menunaikan sholat. Selesai itu dia berdoa kepada Pencipta. Dia mendengar orang bermurotal. Segera ia mengakhiri doanya dan mencari sumber suara itu.
Suara laki-laki. Ah, merdu sekali suara nyaaa. Jarang banget disini ada yang bermurotal seperti ini. Dosa gak ya kalau aku ngintip? Eh, jangan dosa! Tapi kan sekali lihat tidak apa-apa?
batin Laras dalam hati.
"Dokter Laras!" suara itu tak asing di telinga Laras. Dia menoleh dan didapatinya pasien tadi. Suara ibu Aini.
"Oh, ibu Aini. Bikin kaget saja ih. Ibu belum pulang?"
"Tadinya mau pulang dok, anak saya jemputnya kelamaan. Terus adzan ya saya sholat dulu aja. Dokter ngapain celingukan? Ada yang hilang?" tanya bu Aini ikut celingukan.
"Eh, bukan bu. Gak ada yang hilang kok. Cuma iseng aja celingukan. Hehehe"
"Ooohhh, jangan-jangan dokter mau ngintip pria yang lagi murotal itu ya? Ya kan?" Bu Aini centil menggoda Laras.
"Ih, gak lah bu. Dosa tau bu, berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrim nya" elak Laras dengan tersipu malu.
"Iya saya juga tahu dok, tapi kenapa wajah dokter merah? Aaahh, pasti benar kan dugaan saya? Ya kan ya kan?"
"Ih, si ibu nih, paling bisaaaa kalau suruh godain saya. Udah bu. Jangan diperpanjang lagi" ucap Laras sambil melipat mukena nya.
Drrrttggg, suara ponsel bergetar.
"Halo assalamualaikum Duta, iya mamah sudah selesai sholat. Tunggu sebentar ya"
tut.
Bu Aini mematikan telponnya. "Dokter Laras, saya duluan ya. Anak saya sudah menunggu. Assalamualaikum dokter, nanti kabari kalau mau jadi mantu saya hehehehe"
"Waalaikum salam, ih sih ibu nih. Suka sekali menggoda saya. Hati-hati ya bu" jawab Laras dibalas anggukan oleh Bu Aini yang sudah berjalan menjauh.
Laras kembali mencari sumber suara laki-laki tadi, tapi sudah lenyap.
"Yaaaahhh, keasyikan ngobrol jadi ilang deh suara nya. Merdu banget siiihhhh. Pengen lihat orangnya kayak gimana. Oh, Ya Allah, kirimkan hamba satuuuu saja yang seperti tadi. Pasti tiap hari sejuk rasanya" Laras tersenyum melihat langit-langit masjid.
Di depan rumah sakit Bu Aini sudah dijemput oleh anaknya. Dia menggunakan seragam khaki khas nya PNS. Laras yang berada di belakang bu Aini bisa melihatnya.
Oh, itu toh anaknya. Ternyata seorang PNS. Gumam Laras yang hanya bisa melihat punggung lelaki itu bersama ibunya.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
titiek
aku udah baca beberapa kali dgn akun berbeda lagi. ttp aja muka ku merah merona dr awal
2024-06-27
0
💗vanilla💗🎶
ijin mampir ya thor /Smile/
2024-05-11
0
titiek
aku dtg lg tuk baca maaakkk. karyamu gak muncul2 akhirnya diriku baca ulang dokter Laras, kangen karyamu mak 🥰🥰🥰🥰
2023-04-20
1