Di dunia yang penuh gemerlap kemewahan, Nayla Azzahra, pewaris tunggal keluarga konglomerat, selalu hidup dalam limpahan harta. Apa pun yang ia inginkan bisa didapat hanya dengan satu panggilan. Namun, di balik segala kemudahan itu, Nayla merasa terkurung dalam ekspektasi dan aturan keluarganya.
Di sisi lain, Ardian Pratama hanyalah pemuda biasa yang hidup pas-pasan. Ia bekerja keras siang dan malam untuk membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Baginya, cinta hanyalah dongeng yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Takdir mempertemukan mereka dalam situasi tak terduga, sebuah insiden konyol yang berujung pada hubungan yang tak pernah mereka bayangkan. Nayla yang terbiasa dengan kemewahan merasa tertarik pada kehidupan sederhana Ardian. Sementara Ardian, yang selalu skeptis terhadap orang kaya, mulai menyadari bahwa Nayla berbeda dari gadis manja lainnya.
dan pada akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Asila27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ardi pamer skill
Setelah mobil berjalan, Dina dan Nayla pun tersenyum-senyum melihat Ardi.
"Baik ya, Nay," bisik Dina pelan.
"Iya, baik banget," sahut Nayla sambil tersenyum.
Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka pun sampai di kafe.
"Ayo Mas masuk," ajak Nayla kepada Ardi setelah mereka turun dari mobil.
"Gak usah, Mbak, saya di sini aja," sahut Ardi menolak ajakan Nayla.
"Udah, Mas, ikut kami aja masuk ke dalam. Kan ini perayaan kelulusan Mas Ardi." sahut Dina.
"Tapi, Mbak, saya gak ada uang. Dan tadi katanya Mbak Nay, Mbak Nay yang ngajak ke sini," ucap Ardi apa adanya.
Melihat Ardi yang jujur dan apa adanya semakin membuat dua sahabat itu kagum. Biasanya cowok suka jaim.
"Udah, Mas. Mas tenang aja, kita yang traktir. Kan kita yang mau rayain kelulusan Mas Ardi," sahut Nayla menjelaskan.
Karena didesak Nayla dan Dina, akhirnya Ardi ikut masuk ke dalam kafe.
Setelah masuk, mereka langsung duduk.
"Mas mau pesen apa?" tanya Nayla.
"Terserah Mbak Nay aja. Saya orangnya gak milih-milih kok," sahut Ardi.
"Ya udah, saya pesenin sama kayak kita ya, Mas?" tawar Nayla.
"Iya, Mbak," jawab Ardi singkat.
Setelah pesanan mereka datang, Nayla menawari Ardi. "Mas, silakan dimakan."
"Iya, Mbak," kata Ardi sambil mengambil sendok.
Mereka pun langsung menikmati makanan mereka.
Namun, saat mereka sedang asyik makan, tiba-tiba pembawa acara musik di kafe itu berseru.
"Silakan yang mau menyumbang lagu, dipersilakan naik ke atas panggung!" serunya.
Kafe pun menjadi riuh. Para pelanggan saling menyuruh teman-temannya naik panggung. Sebab, kafe ini memang terkenal dengan talent scouting-nya. Jika ada yang bersuara bagus, mereka bisa direkrut ke dalam grup band atau bahkan dilirik langsung oleh produser musik terkenal yang memiliki kafe ini.
Tapi setelah 10 menit berlalu, tidak ada satu pun yang naik ke panggung.
Melihat itu, pembawa acara kembali berseru, "Baik, karena belum ada yang berani naik, kami akan memberikan hadiah spesial! Bagi yang berani menyumbang lagu malam ini, makanannya akan digratiskan!"
Ardi yang mendengar itu mulai berpikir.
Sedangkan Nayla dan Dina, yang tidak tahu bahwa Ardi memiliki suara bagus, memilih diam. Mereka takut kalau mereka menyuruh Ardi naik, nanti malah mempermalukan dirinya sendiri.
Namun, tanpa diduga, Ardi perlahan berdiri.
Nayla dan Dina yang melihat itu langsung merasa gugup.
"Mas mau ke mana?" tanya Nayla dan Dina hampir bersamaan.
Ardi menoleh dan menjawab santai, "Saya mau coba peruntungan, Mbak. Siapa tahu bisa menarik perhatian mereka dan kita bisa makan gratis."
Dua sahabat itu langsung mengerutkan kening dan merasa bersalah.
"Mas, kan kita udah bilang kita yang bayar. Gak usah pikirin masalah uang," ucap Dina.
Ardi tersenyum dan menjawab, "Mbak memang mau bayar, tapi ini niatnya buat traktir saya. Saya baru kerja sehari, saya gak mau terlalu merepotkan Mbak Nay."
Nayla terdiam. Hatinya bergetar mendengar jawaban Ardi.
"Ya udah, terserah Mas Ar aja deh," akhirnya Nayla mengalah.
Setelah itu, Ardi berjalan perlahan menuju panggung.
Para pelayan yang melihat Ardi mendekati panggung menatapnya sinis.
Setelah sampai di panggung, Ardi berkata kepada pembawa acara, "Saya mau menyumbangkan lagu."
Pembawa acara yang mendengar itu langsung bengong. "Lagu apa, Mas?" tanyanya.
"Lagu ciptaan saya sendiri," jawab Ardi percaya diri.
Pembawa acara makin terkejut. "Serius, Mas? Mau bawain lagu sendiri?" tanyanya lagi, seakan tidak percaya.
"Iya, Mas," jawab Ardi mantap.
Pembawa acara akhirnya mengangguk. "Baik, Mas. Silakan."
Ardi kemudian meminta izin untuk menggunakan piano.
Pembawa acara menatapnya ragu. "Emang Mas bisa main piano?" tanyanya skeptis.
"Bisa, Mas, sedikit-sedikit," sahut Ardi merendah.
Akhirnya, pembawa acara mengizinkan Ardi.
Setelah Ardi duduk di depan piano, pembawa acara mengumumkan, "Baiklah, para pelanggan setia kafe ini. Kini telah duduk seorang pemuda di depan piano, dan dia akan membawakan lagu ciptaannya sendiri!"
Orang-orang mulai memperhatikan. Beberapa bahkan menertawakan Ardi dalam hati. Mereka tidak percaya ada orang yang berani tampil di kafe ini tanpa pengalaman.
Sementara itu, di meja mereka, Nayla dan Dina tercengang.
"Mas Ar mau bawain lagunya sendiri?" bisik Nayla.
Dina mengangguk. "Gue deg-degan, Nay. Takutnya dia gak bisa main piano dan malah mempermalukan diri sendiri," ucapnya.
"Udahlah, kita dengerin aja. Mudah-mudahan lagunya bagus," sahut Nayla.
Saat pembawa acara memberi isyarat untuk mulai, Ardi mengangguk. Ia meletakkan jemarinya di atas tuts piano dan mulai memainkan nada pertama.
Saat dentingan piano terdengar, seluruh kafe mendadak sunyi.
Dina dan Nayla membelalakkan mata.
"Gila! Bagus banget cara main pianonya!" seru Dina.
"Iya, gue gak nyangka. Ternyata Mas Ar jago! Kayak udah terbiasa main piano," sahut Nayla penuh semangat.
"Tapi Nay, jangan senang dulu. Mas Ar belum mulai nyanyi. Mudah-mudahan aja suaranya sebagus pianonya," ucap Dina penuh harap.
Dan akhirnya, Ardi mulai bernyanyi.
Begitu suaranya mengalun, seluruh kafe terdiam.
Suara Ardi terdengar begitu dalam, penuh emosi. Lagu yang ia nyanyikan begitu menyentuh hati, seolah menceritakan cinta yang tak tergapai.
Para pelanggan mulai mengeluarkan ponsel mereka, merekam penampilan Ardi. Termasuk Nayla.
Sambil merekam, Nayla tersenyum sendiri. "Gak nyangka Mas Ar bikin lagu seromantis ini," gumamnya pelan.
"Tapi kenapa ya, Nay? Lagu ini kayak menceritakan seseorang yang jatuh cinta tapi gak bisa mengungkapkan perasaannya," ucap Dina.
Hati Nayla mencelos. Lagu itu terasa seperti menggambarkan perasaannya sendiri.
"Kayak gue aja yang suka sama Mas Ar, tapi Mas Ar gak suka sama gue," batinnya.
Namun, sadar dengan pikirannya sendiri, Nayla langsung menggelengkan kepala. "Apa sih yang gue pikirin?" ujarnya dalam hati.
Dina yang melihat Nayla geleng-geleng kepala bertanya, "Lo kenapa, Nay?"
Nayla cepat-cepat menggeleng. "Gak, gue gak kenapa-kenapa," sahutnya, berusaha menyembunyikan debaran di dadanya.