Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.
Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.
Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
“Akhirnya, kau kembali bekerja lagi, Shin,” sapa kakek Haru.
“Itu Anda yang baru kembali bekerja, pak tua!” timpal seseorang.
“Bukan kau yang aku ajak bicara, heh.”
Semenjak kejadian teror dengan senjata klan Amev itu, Shinkai mulai lebih waspada dan meningkatkan kepekaannya. Sudah lama sekali ia tidak lagi terjun pada hal-hal berbahaya. Itu membuatnya bisa menjalani kehidupannya dengan normal selama ini.
Ia merasa sudah menjadi benda tumpul karena menganggap dunia tidak akan pernah melihatnya sebagai pemuda pemberontak yang tidak segan-segan membunuh lagi.
“Pembunuh adalah pembunuh. Kita akan selalu menanggung semua itu, Shin. Tidak peduli sebanyak apapun orang yang kau tolong. Itu tidak akan pernah mengubah fakta bahwa kau dan aku hidup di tempat kotor dengan bau darah.”
Demikian kata-kata Hoshi yang pernah diucapkan pasca tragedi Darah Soka.
“Kenapa kau tiba-tiba jadi patung? Itu adalah cara biasa seorang lelaki yang memikirkan cara untuk melupakan wanita idamannya yang telah memilih orang lain,” ucap kakek Haru.
Shinkai tersenyum getir. Pria tua itu tidak pernah luput dari lontaran kata-kata pedas pada Shinkai.
“AWAS!” Shinkai menarik kakek Haru dengan cepat, matanya langsung was-was menatap sekitar.
Seluruh pekerja turut memandang sembarang arah. Namun, kini mereka tidak perlu lagi mencari-cari dan menunggu senjata tanpa wujud tuannya itu. Sebab sepuluh orang berpakaian hitam dengan penutup wajah muncul tanpa ragu.
Kerongkongan Shinkai sudah seperti menyulut api pertarungan. Ia meregangkan jemari. Di sakunya, ia membawa beberapa senjata tempaan Klan Amev yang diambilnya pada malam teror itu. Firasat Shinkai benar adanya.
Sebagai pekerja paling tua, kakek Haru diminta untuk bersembunyi dan dilindungi. Apalagi lukanya baru sembuh dari serangan tempo hari itu.
Seluruh pekerja bersiap dengan alat penambangnya. Tentu itu kurang cocok digunakan untuk bertarung karena bobotnya yang berat. Berbanding terbalik dengan orang-orang misterius dengan senjata klan Amev.
WUSHHH.
Shinkai menyerang tanpa ragu ke arah peneror yang hendak menyerang pekerja lain. Sudah jelas bahwa mereka sengaja seolah cuek kepada Shinkai. Itu artinya jelas sekali bahwa serangan terang-terangan itu terjadi karena adanya Shinkai di sana.
DHUAKKK.
Manusia bertopeng itu berhasil menghindari tendangan Shinkai.
Lalu Shinkai kembali melaju seperti binatang buas yang lapar.
DHUAKK.
SRETTT.
Lengan musuh terkena.
Serangan cepat berikutnya. Shinkai mengejar musuh dan menarik kakinya sampai terjatuh. Saat itulah, Shinkai bisa menyelesaikan pertarungan. Akan tetapi, masalah lainnya adalah di para pekerja lainnya. Mereka kewalahan menyerang musuh yang lincah dengan bernda berat itu. lain halnya dengan Shinkai yang lebih menguasai cara bertarung.
“Aduh, percaya diri sekali kau menunjukkan wujudmu dengan tenaga lembek seperti seekor lintah darat!” ketus Shinkai seraya menarik topeng orang itu.
WUSHHH.
Sebuah senjata meluncur ke arah Shinkai. Pemuda itu menghindar. Namun pahanya terkena sebetan kecil. Itu bukanlah masalah. Di saat yang sama, musuh yang sudah dijatuhkan oleh Shinkai bangkit dan hendak menusuk Shinkai.
Dengan kecepatannya, Shinkai berhasil menangkap tangan musuh itu dan merebut senjatanya.
Ternyata orang-orang itu tidak bisa dianggap remeh. Kalau satu lawan satu, tentu bukan maslaah bagi Shinkai. Namun, ia menghadapi 10 musuh dengan para pekerja yang tidak bisa melawannya. Sama saja Shinkai harus melawan sekaligus melindungi.
“SHIN, DI BELAKANGMU!” jerit kakek Haru.
Shinkai merunduk tanpa menoleh. Angin memberitahukan suara yang jelas pada lintasan senjara. Bahkan sebelum kakek Haru berteriak.
Baru dua menit pertarungan. Hampir seluruh pekerja tambang telah tumbang. Bantuan dari Pasukan Gloine (Tentara Penjaga Desa) belum juga datang.
Seorang pekerja yang sudah tidak sadarkan diri hendak ditusuk. Mata Shinkai melotot ingin membantu. Namun dua orang menghadang sambil menggerakkan senjata ke arah Shinkai.
“Pengecut!” ketus Shinkai.
“PAK AIDE!” jerit salah satu pekerja pada temannya yang akan ditusuk.
DHUAKKK.
Tendangan dari arah samping muncul, membuat musuh berguling ke arah kiri. Taza muncul.
“Kau terlambat, heh!”
“Tidak lebih buruk dari seseorang yang hanya bisa pasrah menunggu bantuan,” sindir Taza kepada Shinkai.
Taza menarik leher musuh di depan, lalu membantingnya. Lantas dilanjutkan dengan menendang musuh.
“SEMUA YANG MASIH BISA BERGERAK, BERGABUNG DI TEMPAT KAKEK HARU!” pinta Shinkai dengan suara lantang.
Dengan cara itu, maka mereka akan lebih mudah untuk melawan sekaligus menjaga para pekerja tambang.
Shinkai melesat dan menghantam musuh ke dinding batu dan menggunakan senjata untu menusuk kaki lawan. Sesegera mungkin Shinkai langsung kembali ke tempat semua pekerja berkumpul untuk memastikan lawan-lawan tidak sampai tepat waktu untuk menyerang.
Sebuah senjata tiba-tiba dilemparkan. Untuk pertama kali, mereka melihat cara lawan melemparkan benda itu tanpa bersembunyi.
Salah seorang pekerja mengangkat alat kerjanya dengan sisa tenaga.
SING.
Ia berhasil menangis serangan.
“Fokus pada lawanmu anak muda. Kami masih bisa saling melindungi.”
Senyuman miring Shinkai terukir. Ia mengangguk mantap dan melesat kembali ke pertarungan.
Enam lawan telah tumbang. Namun Shinkai dan Taza belum berhasil membuka topeng satupun di antara mereka karena setiap kali itu di lakukan, pasti aka nada serangan pencegahan.
“Cih, mereka benar-benar menjaga identitas masing-masing. Padahal sudah pasti wajah mereka akan asing,” keluh Shinkai.
“Cepat bereskan ini, Shin. Kita harus segera menemukan seseorang atau beberapa orang yang tersembunyi.”
Serangan demi serangan dilancarkan. Pukulan, tendengan hingga sebetan senjata tajam terus dilancarkan. Sampai pada akhirnya ke sepuluh lawan misterius itu sudah tepar semua. Taza membunyikan jari-jari. Sembari tersenyum puas ingin menangkap satu persatu dari mereka.
Di sisi lainnya, Shinkai juga sudah menggenggam lebih erat senjatanya jika dirasa butuh lagi.
Namun, bersamaan dengan rasa kemenangan itu, tiba-tiba meluncur sebuah benda berbentuk bulat dan menggelinding. Selang beberapa detik, kepulan asap langsung menyembur dan membuat tempat itu seperti dikelilingi kabut tebal.
“Sial, bom asap!” keluh Shinkai.
Dalam sekejap, seluruh lawan sudah hilang dengan meninggalkan jejak berupa bercak darah.
“Sudah kubilang bahwa ada sesuatu di balik semua ini.” Taza berkata.
“Kau tidak pernah mengatakannya.”
Meskipun demikian, mereka berhasil menghalau lawan dan menyelamatkan seluruh pekerja tanpa adanya korban jiwa. Terutama kakek Haru yang sama sekali tidak terluka. Pandangan Shinkai langsung mengarah ke kakek Haru. Ia merasa sangat lega setelah mengetahui pria tua itu baik-baik saja. Sekalipun tentu luka berat dari pekerja lain tidak bisa dihindarkan.
“Terima kasih, anak-anak muda. Kalian menyelamatkan hidup kami,” ucap salah satu pekerja.
Total pekerja yang ada di sana adalah dua belas orang, tidak termasuk Shinkai. Lalu pekerja tetap di sana adalah sepuluh orang. Tiga orang termasuk Shinkai hanya sesekali membantu jika dibutuhkan.
“Kita tidak akan membiarkan tempat ini kosong tanpa penjagaan mulai besok. Ini terlalu terpencil dan tidak terjangkau Pasukan Gloine,” ujar Taza.
“Bagaimana kau tiba-tiba bisa bertarung, Shin?” Kakek Haru bertanya.
“Ya ampun, pak tua. Kukira kau jauh lebih mengenal Shinkai dibanding kami. Apa kau lupa? Mereka adalah pendatang lima tahun lalu. Shinkai dan Taza. Mereka pernah mengembara sejak usia mereka masih sangat muda. Kita tidak tahu apa saja yang pernah mereka lalui. Yang jelas, dulu mereka datang dari arah barat. Arah di mana para pengawal istana kerap kali datang. Yang jelas, Shinkai pernah bilang bahwa dia dan Taza dulunya berlatih dengan ksatria hebat yang hidup di kota itu,” jelas si pria gondrong.
Sebuah ungkapan yang sedikit membuat Shinkai tersenyum getir. Ia tegang karena ada Taza di sampingnya. Bagaimanapun, jika terlalu dalam membahas itu, maka sesuatu yang harusnya disembunyikan akan tersebar.