jadi laki laki harus bisa membuktikan kepada dirinya sendiri kalo ia bisa sukses, sekarang kamu harus buktikan kalo kamu gak mati tanpa dia, kamu gak gila tanpa dia, dan kamu gak kelaparan tanpa dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Kenapa kamu gak bilang sih Om?" gerutu Naura membuat Alvin menaikkan alisnya sebelah.
"Hubungannya sama saya apaan? Orang kamu tiba-tiba ngegas tadi buat saya kaget." jawab Alvin membuat Naura menghentak- hentakkan kakinya karena malu.
"Udah ih ... Gitu banget padahal si Erik gak kenapa-kenapa, kamu udah kayak orang gila." ujar Alvin lagi.
"Malu tau Om."
"Malu kenapa? Gak bakalan kenal lagi dia sama kamu, banyak orang di kampus ini cantik-cantik lagi." lanjut Alvin membuat Naura melotot.
"Jadi maksud Om aku gak cantik?!" tanya Naura dengan sorot mata tajam membuat Alvin menggedikkan bahunya.
"Jangan tanya saya lagi mana saya tau."
Jawab Alvin dengan santainya membuat Naura
menganga.
"Masa Om gak bisa nilai aku padahal Om laki-laki apa jangan-jangan Om gay--
Pletak!
Tiba-tiba Alvin menyentil dahinya membuat Naura meringis.
"Kalo ngomong hati-hati ntar ada yang dengar jadi fitnah." ujar Alvin membuat Naura cemberut.
"Biarin."
"Udah ayo ih katanya mau ulangan malah kayak cacing kepanasan." lanjut Alvin membuat Naura menghela nafas panjang.
"Huh... Bisa yuk Naura kalo ngeliat cowok itu lagi ntar pake masker aja kali ya." ucapnya lalu berjalan terlebih dahulu membuat Alvin menaikkan alisnya sebelah.
"Sok cantik banget ini bocah," ledeknya lalu mengikuti Naura dari belakang belum berapa langkah tiba-tiba ada yang menarik tasnya membuat alvin kembali mundur.
"Eh ... Siapa sih tarik-tarik." ucap Alvin lalu berbalik, detik kemudian ia sedikit kaget melihat Dita sedang menatapnya tajam sambil melipat kedua tangannya.
"Eh Mbak ngampus juga?" tanya Alvin basa-basi tapi tidak berpengaruh oleh Dita.
"Tadi malam kamu ngomong apa?" tanya Dita membuat Alvin menggaruk tengkuknya sekilas.
"Em Apa ya Mbak lupa lagi saya kebanyakan ngurus Guntur." jawabnya mengalihkan pembicaraan membuat Dita langsung menatapnya tajam.
"Eh Mbak punten ini ya maaf saya ada ulangan sebentar lagi, permisi." lanjut Alvin lalu ia buru-buru meninggalkan Dita sebelum gadis itu marah-marah.
"Dasar pengecut! Giliran di samperin malah banyak alasan." gumam Dita lalu ia bergegas ke kantor BEM.
Baru saja ia sampai di ambang pintu semua mata sudah tertuju padanya membuat Dita bingung.
"Apa lihat-lihat?" tanyanya sambil duduk.
"Kemana aja Dit ini udah h-1 kamu slow respon banget padahal kita semua butuh
kamu." ucap Bagas membuat Dita menghela nafas panjang.
"Maaf ya bukannya gimana-gimana, beberapa hari ini saya memang lagi ada masalah internal keluarga jadi sangat jarang membuka ponsel.
Tapi tenang aja semuanya sudah saya kerjakan kalian tinggal ganti di belakang layar nanti." terang Dita membuat semuanya
mengangguk.
"Ok kalo gitu." ucap Bagas.
Tidak lama kemudian Erik masuk ke dalam kantor, begitu ia melihat Dita ia langsung menatap tajam sekretarisnya itu.
"Kemana aja Dit? Kamu tau gak sih ini kantor BEM bisa roboh kamu kamu gak kesini." ucap Erik membuat Dita memutar mata malas.
"Gak usah lebay! Saya ada problem keluarga jadi memang pagi di fase sulit
Makanya saya jarang jawab chat karena ada butuh waktu untuk menenangkan diri saya.
Saya harap kamu mengerti situasi saya ditambah sekarang langkah saya yang terbatas dan elas akan membuat kesan kurang bagus sama teman-teman.
Tapi mau gimana lagi saya gak bisa juga banyak orang tua saya." terang Dita membuat Erik mangut-mangut.
"Ya udah gak apa-apa semoga cepat selesai masalahnya. Sekarang kita fokus aja sama acara besok banget ini." lanjut Erik mulai membuka rapat.
Ting!
Tiba-tiba ponsel Dita berbunyi, ia langsung meriah ponselnya lalu membuka pesan dari Bu Maya.
Detik kemudian bibirnya tersenyum melihat Guntur sedang jalan-jalan bersama mereka, anak kecil itu terlihat imut dan menggemaskan.
'Aduh Guntur ... kenapa kamu bikin bunda jatuh cinta terus sih sama tingkah kamu Nak.'
Ucap Dita dalam hati sambil senyum-senyum melihat foto tersebut.
"Ekhem... Dita saya tau kamu lagi kasmaran nanti ya sekarang kita lagi rapat, nanti bisa bebas kok setelah ini." ucap Erik membuat Dita tersadar lalu ia meletakkan ponselnya.
Disisi lain, Dina sedang jalan-jalan bersama teman-temannya seperti biasa nongkrong sana-sini dengan alasan mencari kerja.
"Eh Din gimana proses perceraian kamu sama Alvin? Aman kah?" tanya Raka membuat Dina menoleh lalu menghela nafas panjang.
"Gak tau kayaknya sih lancar cuma nanti saat sidang niatnya aku mau mengambil alih hak asuh Guntur.
Tapi Mas Alvin benar-benar kekeh tidak mau melepaskan Guntur, bahkan untuk nginap bersama saya pun Mas Alvin tidak
mengizinkannya." terang Dina membuat Raka mangut-mangut.
"Jadinya mau gimana?"
"Gak tau aku juga udah buntu, mana Mas Alvin gak ngasih maaf sedikitpun buatku, dia sudah punya pacar jadinya begitu."
Byurrr!
Raka menyemburkan minum ke meja mendengar ucapan Dina barusan.
"Demi apa Alvin sudah ada pacar baru?" tanya Raka memastikan membuat Dina menarik nafas dalam-dalam lalu mengatur nafasnya.
"Iya aku juga awalnya gak percaya sedikitpun eh makin kesini malah makin
cocok aja dua-duanya, mau gimana ya bingung intinya saya menyesal telah meninggalkan mereka berdua.
Makanya nanti dipersidangan aku pengen merebut Guntur dari Alvin, aku yakin Guntur yang membuat rezeki Alvin jadi bagus dan
melimpah." ujar Dina membuat Raka mangut- mangut sambil membersihkan meja dengan tisu di depannya.
Drt... Drt... Drt
"Eh matiin musiknya dong orang tuaku Nelpon takutnya tar diomelin abis-abisan."
ucap Dina.
[Halo Ayah]
[Kamu dimana Dina? Jangan bilang kamu pergi diam-diam tanpa pamit pada kedua orang tua kamu?] tegas Ayah membuat Dina bingung.
[Gak kok Yah, tadi aku izin sama Ibu cuma Ibu gak dengar kayaknya] jawab Dina.
[Gak usah bohong kamu Dina, Ayah tau sekarang kamu pasti lagi sama teman-teman pengangguranmu itu.
Sudahlah... kamu harus sadar dengan ditinggal oleh Alvin kamu harus bisa lebih baik bukannya malah menjadi-jadi begini.
Ayah udah tua Din gak selamanya Ayah bisa mantau kamu terus, berubah Nak jangan begini terus,mau sampai kapan? Nunggu Ayah mati kah?"
Jleb!
Dina langsung mematung mendengar suara Ayah yang begitu meminta padanya untuk lebih baik lagi.
[Sekarang pulang Nak, persiapkan diri untuk mengahadapi panggilan sidang nanti] ujar Ayah membuat Dina lagi-lagi hanya bisa menghapus sudut matanya yang mulai berair.
[Iya Yah nanti aku pulang] ucap Dina. Setelah selesai telponan dengan Ayah, Dina langsung meletakkan ponselnya lalu memijit pelipisnya.
"Kenapa Lagi?" tanya Raka mambuat Dina mengggeleng.
"Sama aja... masalah keluarga sama karir lah ya yang gak ada abisnya." jawab Dina.
Saat ia tengah menikmati pemandangan tidak sengaja ia melihat pasangan suami istri yang sedang menggendong anak kecil
"Itu Guntur gak sih." ucap Dina lalu ia berdiri memastikan putranya yang sudah memakai baju baru.
"Siapa Din?" tanya Raka bingung melihat Dina yang berdiri tiba-tiba.
"Itu kayaknya anakku deh," ucap Dina sambil menunjuk ke arah Burhan yang sedang menggendong Guntur.
"iya itu Guntur,kamu mau nyamperin?"
Deg!