Larasati Untuk Arjuna

"Sudah selesai sholat magribnya kan, sekarang pulang sana!" usir Laras, pada Juna yang masih duduk manis di atas karpet di kamar kosan Laras.

"Kamu mengusirku?"

"Iya, karena aku merasa tidak mengundangmu untuk mampir. Lagian kamu tadi bilang numpang ke kamar mandi sebentar ya? Bukan merembet jadi lama begini?" keluh Laras.

"Sepertinya kos di sini bebas ya, cowok cewek bebas masuk?" Tanya Juna mengalihkan pembicaraan, sambil melihat kearah luar karena pintu sengaja laras buka dari awal Juna masuk.

"Iya, karena bebas itu kosan di sini selalu penuh dan ramai."

"Berarti lelaki bebas main masuk, ya?"

"Iya, asalkan yang punya kamar memberi ijin."

"Cowok mu pernah nginep di sini?"

Laras langsung melihat kearah Juna dengan memicingkan matanya sebelah, "kenapa, ingin tahu?"

Juna diam memejamkan matanya, menyesali pertanyaan yang keluar dari mulutnya barusan.

"Bodoh kamu Jun, jangan permalukan dirimu sendiri." sesal Juna dalam hatinya.

"Tok tok," suara ketukan pintu membuat Laras dan Juna langsung melihat kearah pintu.

Juna yang tahu siapa yang datang langsung berdiri, dan memberi sikap hormat.

Nampak Rio masih menggunakan seragam lengkapnya, bahkan ajudannya berada di belakangnya. Hingga membuat beberapa teman kosan Laras yang kebetulan melintas melihat merasa penasaran, belum lagi Juna yang juga masih menggunakan seragam lorengnya.

"Bagaimana pipimu?" Tanya Rio dengan tangan menggantung yang ingin mengusap pipi putrinya, tapi Laras langsung menghindar.

Juna yang berdiri dengan sikap hormat, juga langsung menyingkir saat Rio berjalan mendekati Laras.

"Pasti sakit?"

"Biasa saja, seperti di tampar pada umumnya." acuh Laras.

Rio menghela nafasnya, sambil melihat Laras sendu. "Terima kasih sudah menghubungi papa. Sudah lama papa menunggu kamu menghubungi papa."

Selama ini Rio selalu mengirim pesan pada Laras, tapi tidak ada satupun pesan dari Rio yang di balas oleh Laras. Jangankan di balas dibaca saja tidak, buat Rio itu tidak masalah. Selama tanda centang 2, berarti no nya tidak di blokir, itu sudah lebih dari cukup.

"Ras aku pergi dulu."

"Tidak usah di sini saja, bukannya."

"Di sini saja Jun!" Ucap Rio memotong ucapan Laras .

"Siap laksanakan!"

"Aku berniat membuang nama Notonegoro, lagian banyak orang yang sudah tahu aku anak adopsi ini." ucap Laras setelah beberapa menit, Rio hanya diam memandang Laras.

"Kamu anak kandung papa."

"Jangan membuatku malu, dengan fakta aku anak haram!"

"Yang haram kelakuan papa, bukan kamu. Kamu tidak berdosa. Papa yakin kamu juga tidak berharap lahir dari cara seperti ini."

Laras terdiam dengan pandangan lurus kedepan.

"Andai papa tahu, kamu ada. Papa akan tolak tegas perjodohan itu, papa siap menerima sangsi apapun itu asal bisa menikah dengan ibumu." ucap Rio, tegas.

"Papa akui keputusan untuk menikah dengan mama Hanum, karena emosi sesaat saat melihat foto ibumu sedang di gendong sama seorang pria, yang ternyata adalah teman kerja ibumu yang menolong ibumu karena pingsan."

"Karena ibu sayang papa, ibu mau papa bisa mendapatkan pasangan yang bisa menunjang karir papa. Bukan seperti ibu, yang hanya yatim piatu, dan tidak bisa membantu karir papa."

"Karir papa bisa maju, karena usaha dan kerja keras papa bukan karena orang lain." tegas Rio, tidak suka dengan pemikiran Laras. "Kami seorang prajurit, bangga dengan karir karena perjuangan bukan karena pemberian."

Laras hanya mampu terdiam sampai, akhirnya Rio pergi dari kamar kosan Laras.

"Kenapa kamu tidak mau mencoba berdamai dengan memaafkan Om Rio. Seperti aku yang sudah berdamai dengan memaafkan papaku, dan itu membuat hidupku lebih tenang. Meski terkadang di recoki masalah jodoh sama papa." ucap Juna mengawali pembicaraan setelah hanya tinggal berdua.

"Situasinya berbeda, Jun." ujar Laras .

"Hampir sama, Om Rio dan papa sama-sama tidak tahu kita ada di perut pasangan mereka. Kamu denger sendiri Om Rio siap bertanggung jawab, meski harus kehilangan pekerjaannya. Tapi ibu kandung mu lebih memilih, menuruti Tante Hanum. Jadi jangan terus menyalahkan dirimu, mungkin ini sudah menjadi takdir, jadi sekarang harus di jalani dengan penuh keikhlasan." ucap Juna.

"Mungkin benar jika dari awal mama Hanum jujur dari papa, semua ini tidak akan serumit sekarang," ucap Laras.

"Sudahlah mungkin sudah nasibku, begini. Mama Hanum mungkin juga sangat mencintai papa, hingga tidak mau kehilangan papa. Begitu juga ibu, yang sangat mencintai papa hingga tidak mau masa depan karir papa suram bersamanya." sambung Laras.

"Beruntung sekali ya jadi Om Rio, bisa di cintai 2 orang perempuan sekaligus."

Laras langsung mendengus mendengar ucapan Juna, "Sana pulang aku mau tidur!" usir Laras.

"Ya. Sudah aku pulang dulu kalau begitu, assalamualaikum!"

"Walaikumsalam," ucap Laras yang langsung menutup pintu begitu Juna keluar dari kamar kosannya.