Novel romantis yang bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Fly. Suatu hari ia diminta oleh dosennya untuk membawakan beberapa lembar kertas berisi data perkuliahan. Fly membawa lembaran itu dari lantai atas. Namun, tiba-tiba angin kencang menerpa dan membuat kerudung Fly tersingkap sehingga membuatnya reflek melepaskan kertas-kertas itu untuk menghalangi angin yang mengganggu kerudungnya. Alhasil, beberapa kertas terbang dan terjatuh ke tanah.
Fly segera turun dan dengan panik mencari lembaran kertas. Tiba-tiba seorang mahasiswa yang termasuk terkenal di kampus lantaran wibawa ditambah kakaknya yang seorang artis muncul dan menyodorkan lembaran kertas pada Fly. Namanya Gentala.
Dari sanalah kisah ini bermulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
“Fly? Astaga. Kamu, ikut aku ayo!”
Bukan. Fly sama sekali belum bergerak dari tempatnya. Bukan pula Yui yang menemukannya dalam keadaan menyedihkan. Akan tetapi sosok yang tidak disangka-sangka.
Dia yang menghiburku? Ucap Fly dalam hati.
Fly berusaha menghentikan tangisnya. Sangat memalukan jika ia menangis seperti anak kecil di hadapan seseorang yang seperti ini. Isa. Itulah orang yang muncul, tepat di saat Fly mempertanyakan sosok siapa yang akan menghiburnya.
“Jahe ini baru dipetik tadi sore sama nenekku,” ujar Isa, setelah Fly berganti pakaian menggunakan piyama milik Isa.
“Terima kasih,” ucap Fly sambil meminum perlahan, jahe hangat yang dibuatkan Isa.
Mereka berada di rumah klasik. Ada banyak benda yang tampak antik di sana. Aromanya juga khas, seperti sedang berkunjung ke masa kerajaan. Kurang lebih seperti itu yang ada di bayangan Fly.
Setelah minuman jahe hangat itu telah tandas, Isa mengambil gelas itu dan membawanya kembali ke dapur. Ia menolak saat Fly hendak mencuci gelas itu dengan bertanya letak wastafel cuci piring.
“Sungguh semua terasa buruk, ya. Ketika pakaian kita terkena air kubangan. Udah basah, kotor pula,” ucap Isa.
Fly mengangguk, pelan.
Ia tak sanggup menatap Isa lama-lama. Karena jika ia melakukannya, maka ia akan mencoba untuk mencari celah kekurangan Isa, yang mana ia sendiri merasa tidak menemukannya. Isa adalah perempuan yang bilamana disandingkan dengan Krista dan Chihaya, maka akan terbentuk tiga bidadari. Bayangan itu terus merengkuh pikiran Fly tiap kali melihat Isa. Semakin membuatnya terpuruk, bahwa tidak heran jika Gen menyatakan penolakan kepadanya dan memperlihatkan kedekatannya dengan Isa.
“Aku mengalaminya beberapa hari yang lalu. Mana yang kena adalah baju baruku.”
“Yang kamu pakai ke mal?”
Isa mengernyitkan kening, “Iya. Kok, tahu.”
“Hm, aku sebenarnya melihatmu. Tapi aku menyadarinya saat sudah ada di eskalator.”
Bagaimana tidak Fly mengingat hari itu, sedangkan itu adalah hari di mana ia melihat Isa sedang bersama dengan mama Gen. dan pakaian yang dimaksud Isa, pasti pakaian yang couple dengan mama Gen itu.
Rumah itu sangat rapi dan bersih. Sangat memanjakan mata, sekalipun itu adalah rumah tua yang luas. Sejak mulai mengerjakan skripsi, Isa mulai menginap di tempat ini. Rumah neneknya. Ia berpikir ingin mendapatkan suasana baru untuk pengerjaan skripsi. Sampai pada akhirnya ia merasa memilih tempat yang nyaman di rumah neneknya.
“Jadi, apa yang membuatmu tiba-tiba di sini, Fly? Untungnya, aku sedang membuang sampah saat kamu terkena air kubangan itu.”
“Entahlah. Mungkin pikiran yang kacau.”
“Karena skripsi?”
“Sepertinya begitu.”
Mereka berdua tertawa.
Pada akhirnya, Fly tidak jadi ke rumah Yui. Lagipula, ia juga belum mengabarkan kedatangannya. Sebenarnya, ia juga agak malu ke rumah Yui karena Yui tinggal dengan keluarganya. Sehingga, ia menganggap pertemuannya dengan Isa sebagai pertolongan untuk dirinya yang sedang berkelana mencari tempat bermalam.
Ternyata, langkah tanpa berpikir itu membawanya pada Isa. Sekaligus memperlihatkan bagaimana kepribadian Isa yang dinilai tanpa celah itu. Hingga ia berpikir, memangnya siapa yang tidak tertarik dengan seseorang seperti Isa. Cantik, pintar, baik, tulus, pengertian. Semuanya pun diborongnya. Semakin menciut rasanya Fly. Benar-benar tak ada celah untuk menorah kekesalan apalagi kebencian kepada Isa.
“Maaf, sudah merepotkanmu. Aku malah jadi nginep di sini sebagai tamu dadakan,” ujar Fly, saat mereka berdua merebahkan diri di atas kasur.
Lampu sudah dimatikan sejak tadi. Tapi mereka terus berbincang banyak hal. Fly salah mengira, bahwa Isa adalah seseorang yang hanya gila belajar dan tidak suka terlalu akrab dengan orang-orang. Nyatanya, ia seperti Yui yang suka berceloteh sampai tengah malam.
“Tidak ada yang merasa direpotkan. Aku senang bisa melihatmu berkunjung. Sebenarnya, aku sudah lama ingin berteman denganmu,” ungkap Isa, binary matanya masih terlihat di kegelapan.
“Benarkah? Kok bisa?”
“Aku bukannya berbangga diri. Hanya saja kak Chihaya bilang, cuma kita berdua yang pernah disuruh ke rumah bu Nindy. Ada sih, tapi dulu. Udah alumni orang-orangnya sekarang.”
Fly mengangguk. Baru kali ini ia merasa begitu istimewa. Apalagi setelah Isa menyatakan bahwa dirinya ingin berteman dengan Fly.
“Aku juga, selama ini merasa canggung dan tidak pantas berteman denganmu. Makanya nggak nyangka kalau kamu bilang gitu.”
“Kok nggak pantes? Emangnya aku siapa?”
Fly tertawa, “Semua mahasiswa sana juga udah tahu siapa Nafisa Syawalia Idris.”
Isa terdiam sejenak, “Aku tidak se-istimewa itu, Fly. Justru aku iri denganmu. Banyak pemahaman agama dan terlahir di keluarga yang senantiasa membumbui kehidupan dengan ajaran agam yang baik. Sedangkan aku, sejak dulu sangat kurang dalam pemahaman itu. Saat sudah dewasa, aku baru menyadari. Betapa pentingnya pemahaman agama itu sejak kecil. Aku terlambat menyadari itu. Sehingga, mau dipelajari sekarang pun, aku masih merasa harus lebih banyak belajar pelajaran umum,” tutur Isa.
Jam telah menunjukkan pukul 02:00. Namun mereka masih asyik berbincang.
“Sayangnya, aku jugaa tidak se-paham itu. Dulu, aku memang merasa sudah cukup akan bekal ilmu agama. Tapi, semakin dewasa. Ada banyak kekuatan itu yang rontok. Seperti menangisi manusia yang padahal, aku sendiri yang berbuat. Aku sendiri yang tersakiti oleh ulahku sendiri.” Fly membicarakan harapannya yang pupus kepada Gen.
“Ya, pada kenyataannya, manusia akan menyadari kekurangannya sendiri. Tapi, Fly. Kamu begitu cantik dan terlihat lembut dipandang. Apalagi alis tebal dan dua tahi lalat kecil di pipimu. Tolong jangan menganggap dirimu tidak ada apa-apanya.”
Padahal Fly tidak memberi tahu perihal dirinya yang minder dengan paras isa. Tapi seolah perempuan itu bisa memberikan tanggapan terkait dirinya yang berkecil hati ini.
Suara napas Fly terdengar. Dalam relung hati terdalamnya, terlepas dari Isa adalah pilihan Gen, ia sangat senang bisa mengenal Isa sedekat ini. Apalagi bisa berbincang panjang dengannya.
Akhirnya, selesai. Tidak ada yang melanjutkan percakapan lagi. Isa sudah terlelap dengan memperdengarkan suara napas lembut. Sedangkan Fly masih mematung menatap langit-langit. Kemudian menghadap ke samping. Terlihat sosok Isa yang matanya terpejam. Pantulan cahaya dari luar memperlihatkan wajah Isa yang kebiruan. Ia memang sangat cantik.
Entah bagaimana, ia malah membayangkan jika Isa dan Gen benar-benar bersatu. Juga membayangkan betapa bahagianya mereka saling memiliki satu sama lain. Siapapun pasti akan turut berbahagia dengan itu. Lantas ia, akan merasa dirinya sebagai tokoh antagonis jika menancapkan perasaan cemburu.
Sebab semakin dipikirkan, Gen dan Isa memang pasangan yang cocok. Itu membuat Fly merenung. Air matanya mengalir tanpa suara. Namun batinnya bisik akan luapan sendu. Ia tak pernah merasakan luka sedalam ini. Apalagi karena ulahnya sendiri. Sejak awal, padahal ia memang tidak pernah menjalin hubungan apapun dengan Gen. Bagaimana pula ia merasa pernah memiliki, sedangkan ia hanya jatuh cinta sendiri.
Ya, sendiri.
Malam itu, Fly benar-benar terjaga sampai pukul lima pagi. Ia melaksanakan salat subuh tanpa tidur terlebih dahulu. Sedangkan Isa baru bangun setelah Fly melipat mukena.
“Maaf, aku pakai mukenamu tanpa izin.”
“Eh, santai aja. Emang seharusnya untuk dipakai salat, kan,” jawab Isa sambil mengucek mata.
“Loh, matamu kenapa? Kayak sembap gitu. Perasaan semalam nggak.”
Fly mendapatkan mata itu karena menangis sangat lama hingga tidak tertidur. Terlalu menyakitkan membayangkan dua orang yang serasi itu jika benar-benar bersatu.