Pernikahannya dengan Serka Dilmar Prasetya baru saja seminggu yang lalu digelar. Namun, sikap suaminya justru terasa dingin.
Vanya menduga, semua hanya karena Satgas. Kali ini suaminya harus menjalankan Satgas ke wilayah perbatasan Papua dan Timor Leste, setelah beberapa bulan yang lalu ia baru saja kembali dari Kongo.
"Van, apakah kamu tidak tahu kalau suami kamu rela menerima Satgas kembali hanya demi seorang mantan kekasih?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Kepulangan Dilmar
"Vanya, besok Dilmar pulang, hari ini kamu tidak usah nginap di rumah ibumu. Langsung saja pulang ke rumah mama," ucap Bu Sonia.
"Iya, Ma." Vanya menjawab pendek. Namun di dalam hati sebenarnya Vanya malas untuk menjemput Dilmar. Namun, karena sang mama mertua belum tahu masalah yang menimpa rumah tangganya, mau tidak mau Vanya harus hadir dan menjemput suaminya yang sudah mengkhianatinya itu.
Setelah beberapa kali perempuan Perawat itu mengrimkan foto kebersamaan dirinya dengan Dilmar, Vanya seakan enggan untuk berjumpa lagi dengan Dilmar, ia benci dengan perlakuan Dilmar.
Tapi atas bujukan Deby, akhirnya Vanya mau tidak mau harus menjemput Dilmar layaknya seorang istri tentara yang menyambut kepulangan suaminya dari tugas.
"Kamu bersikaplah biasa, seolah tidak terjadi apa-apa. Setelah sampai rumah, baru kamu ungkapkan semua unek-unekmu pada Dilmar. Karena ini pilihan kamu dari awal, bahwa kamu tidak mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dalam pernikahanmu, maka kamu harus hadapi dulu Dilmar, tanyakan baik-baik apa maunya. Kamu berhak memutuskan setelah Dilmar memberi sebuah jawaban. Selebihnya kakak hanya menyerahkan sepenuhnya keputusan ada di tanganmu. Dan jika kamu merasa perlu mama dan papa turun tangan, maka kakak akan bantu kamu untuk bicara sama mama dan papa," ujar Deby terdengar bijaksana.
Beruntung disaat Vanya sudah hampir menyerah, Deby tiba-tiba datang dan mendesaknya untuk menceritakan masalah yang sedang dialami Vanya. Akhirnya Vanya bercerita setelah didesak Deby. Deby pun ikut turun tangan, diantaranya menghubungi Sela lalu menggertaknya supaya Sela menjauh dari Dilmar.
Besoknya, Vanya dan kedua mertuanya sudah bersiap dari sejak pagi untuk menjemput kepulangan Dilmar dari Papua. Bu Sonia sengaja hari ini tidak ke toko, dan Vanya pun sama.
"Van, sekalian bawa pakaianmu. Karena Dilmar bilang semalam sama mama, dari kesatuan ia ingin diantar langsung ke rumahnya," berita Bu Sonia. Vanya mengangguk dan segera menuju kamar untuk menyiapkan baju-bajunya yang dipakai di sini selama menginap.
Bu Sonia juga sudah memerintahkan Bi Jumsih dan Mang Karsim untuk ke rumah Dilmar, menyiapkan makanan di sana untuk menyambut kedatangan Dilmar.
Hp Vanya berdering, panggilan dari Vela masuk.
P0pppppp0pp0000000
"Assalamualaikum Teh Vanya, Vela ikut jemput. Vela langsung ke kesatuan Bang Dilmar saja bareng A Vero, ya?"
"Kamu jadi jemput, Vel? Ya, sudah, kamu langsung saja ke kesatuan bersama Vero, ya," balas Vanya membuat Vela di ujung telpon terdengar girang.
Siang semakin menanjak, Pak Harun segera menyeru istri dan menantunya untuk memasuki mobil. Setelah semua siap, mobil itupun segera melaju menuju kesatuan Dilmar bertugas.
Semua anggota keluarga yang akan menjemput, ternyata sudah sebagian besar berada di kesatuan.
Pak Harun dan Bu Sonia juga Vanya sudah menduduki kursi penjemput. Tidak lama kemudian, Vela dan Vero juga tiba di kesatuan dan menduduki kursi penjemput.
Vanya semakin dilanda gelisah menjelang detik-detik pertemuan dirinya dan Dilmar. Sementara hubungannya saat ini dengan Dilmar benar-benar renggang dan menjauh, karena Vanya yang sengaja menjauh sejak dirinya berkali-kali mendapatkan kiriman foto kebersamaan Dilmar dan perawat itu.
Akhirnya bis yang menjemput anggota Satgas dari bandara, sudah tiba di kesatuan. Satu per satu bis itu memasuki gerbang masuk kesatuan. Ada lima bis yang masuk. Satu per satu bis mengeluarkan setiap personil anggota Satgas sampai tida bersisa.
Semua personil anggota Satgas yang baru kembali dari Papua dikumpulkan terlbeih dahulu di lapangan termasuk para tenaga kesehatan Perawat maupun dokter.
Beberapa saat Komandan memberi sambutan, mengucapkan selamat datang dan rasa terimakasihnya terhadap semua personil Satgas yang sudah berdedikasi dengan baik selama Satgas. Tidak lupa Komandan memberikan penghargaan berupa lencana kepada para personil Satgas untuk disematkan di dada sebagai tanda pengabdian mereka selama Satgas.
Setelah memberi kata sambutan dan ucapan terimakasih. Komandan memberikan ijin kepada para anggota Satgas, untuk menghampiri anggota keluarganya masing-masing.
Semua personil Satgas yang baru pulang, berjalan tegap menuju keluarganya masing-masing. Mereka masih mencari-cari di mana anggota keluarganya yang menjemput, termasuk Dilmar. Dilmar mengarahkan matanya ke berbagai sudut. Tatap matanya mengarah pada sosok perempuan yang mengenakan rok panjang semata kaki yang berdiri di samping perempuan paruh baya yang telah melahirkannya.
Senyum Dilmar merekah, langkahnya tegap ke arah keluarganya yang sudah menunggu.
Semakin dekat, dan jantung Vanya semakin berdegup kencang. Wajah yang selama ini dirindukan sekaligus dibencinya, kini ada di dekatnya. Wajah itu nampak semakin tampan, mungkin karena lama Vanya tidak bertemu Dilmar. Meskipun warna kulit wajahnya sedikit terlihat gelap, tapi tidak memudarkan ketampanannya.
Seandainya hati Vanya tidak kecewa, mungkin saat ini kehadiran Dilmar sudah ia sambut dengan senyum yang merekah. Tapi, kini, Vanya harus berpura-pura merekahkan senyum di hadapan Dilmar selagi ada kedua mertua di sampingnya.
"Mama." Orang pertama yang Dilmar rangkul adalah sang mama. Dia memeluk lalu mencium tangan sang mama. Setelah itu Pak Harun, dipeluknya beberapa saat lalu dicium tangannya seperti apa yang dia lakukan pada Bu Sonia.
"Di mana Kak Deby, dia tidak datang?" tanya Dilmar menanyakan Deby.
"Kakakmu tidak jadi datang, karena perutnya tadi mendadak keram terus," jawab Bu Sonia memberi alasan.
"Bang Dilmar, Abang sudah kembali dengan selamat. Alhamdulillah." Vela dan Vero menghampiri Dilmar duluan sebelum Dilmar menghampiri mereka dan Vanya. Dilmar sedikit kaget melihat Vela dan Vero menghampirinya dan menyalaminya. Kini tinggal satu orang yang masih belum menyambutnya, yakni Vanya.
Dilmar menggeser kakinya ke arah Vanya, matanya menatap wajah Vanya yang sejak tadi hanya memberikan seulas senyum. Wajah cantik yang selalu ceria itu, kini seakan mahal akan senyuman. Dilmar mendekat dengan jantung yang tiba-tiba berpacu cepat. Tatap kedua orang tua maupun kedua adik iparnya, memaksanya untuk segera merangkul Vanya.
Dilmar merangkul bahu Vanya dan memeluknya seperti sedang menumpahkan kerinduan yang dalam. Vanya tidak berontak, karena ini bagian dari sandiwaranya untuk tetap terlihat bahagia di depan kedua mertuanya.
"Vanya, ada banyak kata yang ingin aku katakan padamu. Tapi nanti di rumah," bisik Dilmar seraya mengurai rangkulannya di bahu Vanya.
Dilmar menatap Vanya sejenak lalu memberikan sebuah kecupan di kening perempuan yang kini sedang kecewa itu. Kini giliran Vanya yang beraksi, Vanya meraih tangan Dilmar lalu menciumnya. Beberapa pasang mata lain mengarahkan tatap ke arah Dilmar dan Vanya. Mereka antara lain, pasangan Dilan dan Roby, juga seorang perempuan berbaju Perawat, tidak lain Suster Sela.
Vanya sengaja mengarahkan tatap ke arah Suster Sela, dadanya bergoncang hebat kala tatapnya berbalas. Ada kemarahan di sana yang saat ini sedang ditahan Vanya.
nyesel atau marah sama Vanya....
lha gmn tidak ..ms Vanya masih kepikiran takut kalau gigi Dilmar ompong ...😁
𝗅𝖺𝗇𝗃𝗎𝗍 𝗒𝖺 𝗄𝖺