Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Bertemu kembali
Jessi menatap bangunan empat lantai yang ada di hadapannya. Rumah sakit terbesar di kota ini yang terlihat begitu megah. Gadis itu benar benar takjub dengan apa yang dilihatnya.
"Ayo Jess!," ujar Reska menarik pergelangan tangan Jessi memasuki rumah sakit dan langsung melangkah menuju resepsionis.
"Linda... apakah Dokter Reihan sudah datang?," tanya Reska pada salah satu resepsionis yang bertugas pagi itu.
"Dokter Reihan baru saja datang," jawab resepsionis itu dengan ramah melirik sekilas pada Jessi yang berdiri disebelah Reska.
"Kalau begitu terimakasih informasinya ya Linda," ujar Reska segara menjauhi meja resepsionis sembari menarik pergelangan tangan Jessi. Ia begitu cemas jika nantinya Dokter Reihan mempermasalahkan keterlambatan Jessi membuat tes wawancara sahabatnya itu gagal. Ia tahu betul betapa pentingnya pekerjaan ini bagi sahabatnya.
"Pagi sayang...," sapa Aiden menghadang langka Reska dengan senyuman manisnya namun pria itu kembali berekspresi datar saat menyadari kekasihnya itu bersama seseorang.
"Pagi Ai...," jawab Reska.
"Dia siapa?," tanya Aiden menunjuk Jessi berdiri disebelah tunangannya itu.
"Oh kenalkan ini Jessi, sahabat aku yang dua hari lalu aku ceritakan. Yang mau jadi asisten pribadi Dokter Reihan," jawab Reska.
"Oh...," jawab Aiden tanpa berniat untuk menyapa Jessi.
Jessi sebenernya sedikit tidak nyaman dengan sikap Aiden. Ia yakin sekali jika pria ini adalah tunangan sahabatnya. Dulu saat Reska bertunangan ia tidak bisa hadir karena sibuk dengan skripsinya dan juga ibunya yang jatuh sakit dihari yang sama dengan pertunangan Reska.
Jessi akui, pria bernama Aiden ini cukup tampan. Beruntung sekali sahabatnya mendapatkan Aiden sebagai pendamping hidup. Dari penampilan pria itu ia yakin jika Aiden bukan orang biasa.
"Kamu antar saja sahabat kamu ke ruangan Reihan. Dia sepertinya baru datang beberapa menit yang lalu," ucap Aiden menatap wajah cantik sang kekasih.
"Baiklah, aku antar Jessi dulu ya," jawab Reska diangguki Aiden.
Reska membawa Jessi ke lantai empat dimana ruangan Reihan berada. Sejujurnya ia tidak pernah nyaman dengan sepupu tunangannya itu yang selalu bersikap datar seperti kanebo kering.
"Ini ruangan Dokter Reihan, kamu bisa ketuk saja," ucap Reska saat ia dan Jessi sampai di depan ruangan Reihan.
Jessi mengangguk pelan, jujur ia sedikit gugup namun ia tidak mau mengulur waktu dan takutnya ia malah terlambat menemui calon atasannya itu.
"Semangat ya, good luck," ucap Reska lalu melangkah meninggalkan Jessi yang masih berdiri didepan pintu ruangan Reihan.
***
Tok tok tok
Jessi menghembus nafas beratnya untuk mengurangi rasa gugupnya. Jantungnya berdebar dengan kencang.
"Masuk!,"
Jessi membuka handel pintu perlahan. Suara bariton dari Reihan benar benar membuatnya semakin gugup. Dan saat pintu ruangan terbuka, ia menatap pria yang memakai kacamata duduk di kursi kebesarannya yang tampak sibuk dengan layar komputernya.
Reihan yang merasakan seseorang berdiri di ambang pintu ruangannya mengangkat kepalanya dan menatap orang itu dengan tatapan dinginnya.
"Saya...yang kemarin mengirimkan lamaran dan diminta untuk datang kesini," ucap Jessi dengan suara yang terdengar sedikit bergetar melihat tatapan tajam pria itu.
"Duduklah!," jawab Reihan.
Jessi mengangguk pelan lalu duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Reihan. Sejujurnya ia merasa tidak asing dengan pria ini, rasanya ia pernah bertemu dengan pria itu tapi entah dimana ia tidak mengingatnya. Otaknya benar benar buntu dan blank melihat wajah rupawan atasannya ini.
"Kamu belum memiliki pengalaman kerja?," tanya Reihan masih dengan ekspresi wajah datarnya menatap Jessi dengan tajam.
"Belum Pak Dokter, tapi saja akan berusaha bekerja dengan baik," jawab Jessi dengan sungguh-sungguh.
"Kamu tahu bekerja dengan saya itu tidak semudah yang kamu bayangkan. Banyak aturan yang harus kamu patuhi," ucap Reihan.
"Saya akan berusaha mematuhinya Pak," jawab Jessi.
"Oh ya katakan, apa alasan saya menerima kamu sebagai asisten pribadi saya?," tanya Reihan menatap Jessi penuh selidik.
"Saya-- betul-betul ingin bekerja disini Pak. Saya akan berusaha bekerja sebaik mungkin dan mematuhi aturan dari Pak Dokter," jawab Jessi dengan penuh keyakinan.
Reihan tampak mengangguk pelan. Pria itu menatap Jessi sejenak lalu membuang nafas beratnya. Ia membuka laci meja kerjanya dan mengambil sebuah kertas disana lalu memberikannya pada Jessi. "Baca ini dulu, jika kamu keberatan kamu bisa keluar dari ruangan ini," ucap Reihan memberikan kertas berisi aturan bekerja dengannya.
Jessi menerima kertas itu meski sebenarnya otaknya saat ini sedang berusaha mengingat dimana ia pernah bertemu dengan pria ini. Ia merasa pernah melihatnya tapi ia benar benar lupa.
"Jika kamu setuju dengan semua aturan itu, mulai besok kamu sudah bisa bekerja disini dan ingat saya paling tidak suka dengan orang yang tidak menghargai waktu," ucap Reihan.
Sebenarnya aturan yang dibuat oleh calon atasannya ini tidak ada yang merugikannya. Hanya saja ada satu hal yang menganggu pikirannya yaitu ia harus ikut kemanapun calon atasannya ini pergi sementara di rumah ibunya terbaring sakit.
"Bagaimana?," tanya Reihan.
Jessi menghela nafas beratnya lalu mengangguk dengan cepat. Ia harus mengambil pekerjaan ini dan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada di depan matanya. Kemana lagi ia akan mencari pekerjaan dengan posisi sekarang ini.
"Baiklah...kamu bisa tandatangani kontrak kerja kamu sekarang juga dan silahkan baca isi kontraknya, disana juga tertera gaji yang akan kamu dapatkan belum termasuk bonus jika kamu bekerja diluar jam kerja,"ucap Reihan.
Jessi seketika membola melihat gaji yang ia dapatkan yaitu Rp. 8.000.000,00. Seumur hidupnya ia belum pernah melihat yang sebanyak itu. Itu belum termasuk bonus. Ia segara membubuhkan tandatangannya lalu menyerahkan kembali kontrak kerja itu pada Reihan.
"Mulai besok kamu sudah mulai bekerja," ucap Reihan.
"Terimakasih Pak Dokter," jawab Jessi yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Hm..," jawan Reihan kini kembali ke setelan pabriknya.
Jessi keluar dari ruangan Reihan, otaknya masih berusaha mengingat dimana ia bertemu dengan pria bernama Dokter Reihan itu."Sepertinya otakku benar benar sudah tidak lagi berfungsi dengan baik," gumam Jessi.
Bruk
"Aw...",ringis Jessi saat tubuhnya terjatuh keatas lantai saat menabrak tubuh seseorang. Entah kenapa orang-orang senang sekali menabraknya.
"Kamu tidak apa apa?," tanya seseorang mengulurkan tangannya pada Jessi.
Jessi mengadah menatap orang yang setengah berbungkuk dihadapan. Seorang pria tampan yang kini tersenyum tipis padanya. Ia memilih berdiri sendiri daripada menyambut uluran tangan pria itu dengan wajah memberengut kesal, ingin sekali ia mengatai pria ini tapi ia tidak ingin berbuat keributan di rumah sakit ini.
"Kenalkan aku Zidan," ucap pria tampan itu mengulurkan tangannya pada Jessi.
Jessi hanya diam saja menatap uluran tangan pria itu. Sebenarnya ia begitu sangat kesal karena pria yang menabraknya ini bukannya minta maaf tapi malah memperkenalkan diri.
"Jessi,", jawab Jessi menyambut uluran tangan Zidan dengan setengah hati. Ia tidak ingin berurusan dengan para pria tampan yang statusnya jauh berbeda dengannya karena ia sudah lelah dihina.
"Kamu ngapain disini?," tanya Zidan penuh selidik karena lantai ini adalah lantai dimana ruangan Reihan berada dan apakah gadis itu kekasihnya Reihan. Jika itu benar ini semua adalah berita yang bagus terutama untuk Auntynya, Dea. Yang begitu ingin Reihan segara menikah.
"Permisi, aku harus pergi ," jawab Jessi mengabaikan pertanyaan Zidan.
...****************...