Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aura Wanita Penggoda
Tring....Tring....
Alarm ponsel milik Luci berbunyi, dengan mata yang masih terpejam ia segera meraih ponsel untuk mematikan alarm itu. Tubuh Luci bangkit dari tempat tidur dengan hawa yang malas, namun semua harus ia lawan karena Luci hendak membuatkan sarapan untuk William.
Selepas mencuci wajah dan menggosok gigi ia segera keluar kamar, namun anehnya suasana rumah sangat sepi tak seperti biasanya. Luci berjalan ketempat gym kosong padahal biasanya William sedang berolahraga.
"Apa Daddy masih tidur?" gumamnya pelan, sembari mencoba membuka pintu kamar William perlahan. Namun ternyata pria itu sudah tak ada bahkan kamar mandinya pun kosong.
Luci menjadi tak semangat, ia bahkan kini hanya meringkuk diatas sofa sembari memeriksa ponselnya siapa tau jika William mengirim pesan untuknya. Namun tak ada sama sekali.
perubahan William begitu terasa, Luci tak tau apa yang sebenarnya terjadi hanya saja ia beranggapan jika William telah luluh pada wanita itu.
William memutuskan untuk pergi kekantor lebih pagi, ia merasa kebingungan jika harus berpapasan dengan Luci. Bayangan Maria kembali menghantuinya sedangkan wanita polos itu juga nampak menggoda. William hanya khawatir jika ia tak bisa menahan dirinya dan melukai Luci.
Hari semakin siang, suasana kantor semakin riuh, William juga baru saja menyelesaikan meeting. Baru saja keluar dengan para jajaran eksekutif tiba-tiba Maria sudah menunggu William dengan wajah menggoda. Kemeja berwarna putih yang ketat serta rok pendek berwarna coklat nampak kontras dikulitnya yang eksotis.
Willian tak menyapa Maria sama sekali, namun wanita itu tetap mengikuti William hingga kedalam ruangannya.
"Ada apa kau mengikutiku, bukankah aku memintamu untuk segera membuat surat pengunduran diri." William mulai terlihat kesal.
Maria duduk diatas meja kerja William sembari menyilangkan kakinya, "Tidak akan pernah aku lakukan. Aku datang karena merindukanmu."
"Pergilah, aku sangat sibuk banyak hal yang harus aku kerjakan." William mulai menyalakan komputernya, berpura-pura mengerjakan sesuatu.
"Hmm, apa kau tidak ingat seberapa sering kita melakukannya di atas sofa ini?" Maria tertawa kecil. "Aku sangat merindukannya, apa kau tidak?" Tanya Maria penasaran.
William diam, tak ingin menjawan apapun. Jangan sampai kenangan masalalu mengacaukan pikirannya.
"CUKUP!! Keluar dari ruanganku!" William berteriak cukup lantang hingga membuat Maria terkejut.
Wanita itu tidak menyangka jika William benar-benar akan bersikap kasar padanya. Hatinya panas, ia perlu segera mencari cara agar bisa luluh padanya.
Maria keluar dari ruang kerja William dengan suasana hati yang buruk, ia memikirkan apa titik kelemahan William kini akan Maria hancurkan semua supaya William kembali tunduk padanya.
Luci baru saja selesai mandi, saat sedang mengeringkan rambutnya sebuah notifikasi masuk, saat ia cek ternyata masuk sejumlah uang kedalam rekening pribadinya sebesar 10 juta.
"Mengapa uangnya sudah masuk, padahal baru lusa aku tinggal sebulan dengannya." Ucap Luci. Ia senang tapi sedih juga.
Luci kemudian berdiri didepan cermin, menatap tubuhnya yang tak buruk. Semenjak sering olahraga bersama William kini tubuh kurus Luci berubah menjadi tubuh langsing yang berisi.
Jika dibandingkan dengan tubuh Maria, Luci merasa dirinya bisa bersanding. Satu kekurangan Luci yaitu tak merasa percaya diri dan pemalu. Jika saja ia lebih berani dalam berpakaian dan bersosial tak akan mungkin ia dianggap sebagai gadis lugu yang lemah.
Namun saat memikirkan itu Luci langsung menampar wajahnya cukup kencang, bagaimana mungkin ia bisa memikirkan cara merayu William, yang dia anggap seperti ayahnya sendiri. Bingung sekali perasaan Luci kali ini.
Karena tak memiliki rencana apapun, Luci memikirkan untuk menjenguk ibunya kerumah sakit. ia juga akan membayar biaya tagihan rumah sakit lebih awal.
Dengan dress berwarna navi serta rambut yang diikat klasik membuat Luci terlihat berbeda dari sebelumnya, ia harus lebih percaya diri tak boleh dipandang lemah oleh orang lain.
kini ia sudah menaiki sebuah taxi menuju rumah sakit, jalanan cukup ramai tapi tidak macet sehingga hanya butuh waktu 25 menit untuk Luci sampai dirumah sakit. seperti biasa ia akan datang untuk membayar semua cicilan dan pergi keruang rawat untuk melihat ibunya.
Luci sudah sampai tepat didepan pintu kamar dimana ibunya dirawat, perasaannya masih saja sama tak ada yang berubah. Luci selalu merasa ragu dan takut.
"Apa anda kelurga pasien?" tanya seorang pria.
"Hai Dokter Nail, lama tidak bertemu." Luci menyapa dokter itu dengan ramah.
"Tunggu, apa kau putri nyonya Adele? kau nampak berbeda sampai aku tak mengenalimu." Nail nampak terkejut dengan perubahan Luci yang cukup signifikan.
"Terima kasih, oh ya bagaimana keadaan Ibuku akhir-akhir ini?" Tanya Luci ragu, ia hanya takut mendengar kabar tidak baik.
"Kondisinya sudah cukup stabil, tetapi tiga hari terakhir nyonya Adele selalu saja marah bahkan kondisinya sempat menurun. Jangan terlalu khawatir." Nial mencoba menenangkan Luci, ia tak ingin penjelasannya membuat keluarga pasien menjadi khawatir.
"Apa kau bisa menghubungiku setiap kali kondisi ibu memburuk? aku hanya tidak ingin tiba-tiba kehilangan orang yang aku cintai untuk kedua kalinya."
"Tentu saja, Nyonya Luci."
Mereka saling bertukar nomer ponsel, dengan begitu mereka lebih mudah berkomunikasi. Setelah kondisinya cukup tenang, kini Luci masuk melihat ibunya yang sedang tertidur dengan kondisi kaki dan tangan yang terikat.
Sakit bukan main perasaan Luci kali ini, melihat ibunya seperti ini. Luci duduk disamping ibunya sembari mengelus tangannya. Air mata tak bisa terbendung Nail yang ada disana hanya mencoba untuk menepuk-nepuk punggung Luci pelan untuk menguatkan.
"Jika ibu tidak mungkin sembuh, setidaknya ibu harus berumur panjang agar aku bisa tetap melihat ibu bernafas." Ujar Luci sembari menangis.
Saat Luci sedang tenang menjenguk Ibunya, ada seorang pria yang kebingungan karena melihat Luci tidak ada didalam apartemen. pria yang tempo hari mengantarkan Luci pulang kini datang dengan membawa makanan atas perintah William.
Dengan sigap ia segera menghubungi William, jika wanita itu tidak ada.
"Tuan, Nyonya Luci tidak ada di apartemen." Lapornya singkat.
Mendengar hal itu membuat William kesal dan khawatir, kemana Luci mengapa ia tak mendengarkan perintahnya untuk tidak pergi keluar rumah tanpa pengawalan.
"Cari dia sekarang juga, pastikan dia pulang dengan selamat!" William berteriak dan nampak frustasi.
Mendengar perintah dari William, seluruh anak buah mereka mulai berpencar mencari Luci diseluruh sudut kota.
William gusar, sepertinya sikap dia yang mengawali kekacauan ini, jika saja sikapnya tidak buruk pada Luci kemarin ia tak akan mungkin kehilangan wanita yang telah ia cari bertahun-tahun.
William mencoba menelpon Luci namun ponselnya tak aktif, karena tak tau harus bagaimana dan tak mungkin hanya berdiam diri William akhirnya turun tangan juga untuk mencari Luci.
Saat William keluar dari ruangannya dengan terburu-buru, Maria melihat dan bertanya-tanya apa yang membuat mantan kekasihnya begitu panik.
"Kenapa dia begitu terburu-buru? Aku harus mencari tau." gumamnya pelan.