Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰
****
"Mas, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,
"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"
Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."
Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Bertemu dengannya lagi
"Assalamualaikum, mas Syakil. Bagaimana kabarnya?" tanya wanita itu. Membuat Sifa semakin penasaran dengan wanita berhijab yang berdiri di depan suaminya, membuat senyum suaminya tiba-tiba memudar.
Syakil segera kembali menundukkan pandangannya, "Waalaikumsalam, Farah. Alhamdulillah aku baik."
Sifa merasa tidak asing dengan nama itu, ia seperti pernah mendengar nama itu di sebut, tapi di mana? Karena tidak begitu yakin, Sifa memilih untuk diam dulu sampai ia benar-benar yakin siapa wanita yang ada di depan mereka saat ini.
Farah perlahan melirik ke arah Sifa, kemudian tersenyum penuh kegetiran. Ada luka yang menganga saat melihat senyum wanita yang berada di samping Syakil.
"Ini istri mas Syakil, ya? Cantik." ucapnya getir, rasanya tidak ingin Syakil membenarkan pertanyaannya.
Syakil dengan cepat meraih tangan Sifa membuat Sifa begitu terkejut, tapi dengan cepat pula ia mengimbangi keterkejutannya dengan senyum,
"Alhamdulillah, iya. Namanya Sifa." Syakil segera memperkenalkan Sifa pada Farah.
Untuk menutupi lukanya, Farah pun kembali tersenyum lembut, ia sebenarnya masih berharap desas desus yang mengatakan jika calon suaminya sudah menikah setelah keluarganya menolak mentah-mentah itu tidak benar. Jika saja Syakil mau memperjuangkan dirinya sedikit lebih keras, ia masih ingin menikah dengan pria yang tengah duduk di kursi roda itu sekarang. Tapi melihat bagaimana Syakil menjawab pertanyaan, ia merasa semua harapan yang ia pupuk beberapa Minggu ini sirna dalam sekejap.
Farah menoleh ke arah lain, mengusap air matanya yang hampir jatuh agar tidak terlihat oleh Syakil dan istrinya, "Selamat ya mas Syakil. Semoga pernikahan kalian menjadi pernikahan yang sakinah mawadah wa Rahmah."
Syakil tersenyum tipis, tapi ada sesuatu yang sengaja syakil sembunyikan, dan Sifa menyadarinya, "Terimakasih, Farah."
Farah pun mengedarkan pandangan, mencoba untuk terbebas dari tempat itu, situasi yang membuatnya sulit untuk bernafas, "Saya sudah di tunggu." ucap Farah sambil menunjuk ke ujung jalan membuat Sifa dan Syakil menoleh ke arah jari telunjuk Farah, dan beruntung seorang gadis kecil tengah melambai ke arahnya, "Saya harus pergi sekarang. Assalamualaikum."
Farah segera berlalu, dan Syakil masih menatap punggung Farah yang semakin menghilang, "Waalaikumsalam...," jawab Syakil pelan membuat Sifa semakin curiga.
Saat menyadari Sifa tengah memperhatikannya, syakil pun segera menoleh, "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Syakil kemudian.
Sifa langsung berkacak pinggang, menatap tajam pada suaminya, "Harusnya aku yang bertanya. Wanita berhijab itu tadi siapa?" tanyanya mengintrogasi, "Sepertinya dia tipe wanita idaman mu, kan mas Syakil? Cantik, anggun, berhijab." tanyanya sambil kembali membayangkan bagaimana Farah tadi di matanya.
"Sudah, jangan sok tahu. Bukan urusan kamu juga, kita pulang sekarang." ucap Syakil sembari memutar roda kursinya meninggalkan Sifa yang masih tidak percaya dengan jawaban suaminya yang menurutnya cukup kasar buat seukuran pria seperti Syakil.
"Hhhhh...., yang benar saja." keluh Sifa sembari menghela nafas, tidak ada pilihan baginya selain mengikuti sang suami.
Sifa pun segera mengejar Syakil dan membantu mendorong kursi rodanya, tidak ada lagi percakapan yang terjadi hingga mereka sampai di rumah.
***
Semenjak pertemuan Syakil dengan Farah sore itu, Syakil menjadi kembali jarang tersenyum membuat Sifa merasa penasaran. Tapi nyalinya tidak cukup kuat untuk bertanya langsung pada Syakil.
Hari ini Syakil harus pergi ke kampus, tapi ia juga memberi tugas pada Sifa untuk berbelanja sayuran karena persediaan sayur di rumah sudah habis.
"Serius, aku di suruh ke pasar!?" tanya Sifa masih tidak percaya sembari menatap catatan di tangannya.
Syakil pun menganggukkan kepalanya, "Kalau nunggu aku, takutnya kesorean ke pasarnya. Lagi pula pasarnya tidak begitu jauh dari kampus jadi setelah urusanku selesai, aku akan menyusulmu ke pasar."
Sifa mengerutkan keningnya, "Dalam keadaan seperti itu?" tanyanya sembari memperhatikan kursi roda Syakil.
"Hanya kakiku yang lumpuh, bukan mulut dan tanganku, aku bisa meminta seseorang mengantarku."
Sifa mengangkat kedua bahunya, "Baiklah, terserah kamu. Tapi serius ini di beli semuanya?"
Syakil kembali menatap Sifa, mencoba membaca pikiran Sifa, "Ada masalah?"
"Ya enggak lah, memang masalahnya apa. Ayo berangkat." Sifa pun segera menjining tas belanjaannya dan berlalu meninggalkan Syakil sendiri.
Syakil hanya tersenyum dan mengikuti Sifa,
Matahari pagi bersinar cerah, memancarkan cahaya keemasan yang menyinari jalan gang yang sempit. Udara masih segar dan sejuk, dengan sedikit kabut yang masih menempel di atas atap rumah.
Sifa mendorong kursi roda syakil dengan santai berjalan menuju ke ujung gang, sambil menghirup udara pagi yang segar. Mereka tampak sesekali berbicara tapi kemudian memilhh fokus melihat ke arah jalan, berharap tidak sampai ketinggalan angkot.
Saat mereka berjalan, suara burung-burung pagi terdengar dari pohon-pohon di sekitar, menambahkan kesan damai dan tenang pada suasana pagi. Di kejauhan, suara klakson angkot terdengar, menandakan bahwa angkot sudah mulai beroperasi.
Syakil dan Sifa tiba di ujung gang dan berhenti di depan sebuah warung kecil yang menjual koran dan rokok.
Hingga angkot berikutnya akhirnya berhenti di depan mereka, sebelum ke pasar terlebih dulu Sifa mengantar Syakil ke kampus. Setelah memastikan suaminya aman, ia segera bergegas ke pasar dengan berjalan kaki karena memang jarak kampus dengan pasar tidak begitu jauh, apalagi jika Sifa memilih jalan tikus, melewati gang sempit di samping kampus yang hanya membutuhkan waktu lima menit, jika ia berjalan melewati jalan utama butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke pasar.
Sesampai di pasar tampak Sifa dibuat bingung dengan catatan yang diberikan oleh sang suami, bukan karena tulisannya tidak bisa di baca, tapi ia merasa asing dengan nama-nama bumbu dan sayur yang ditulis suaminya.
"Ya ampun, aku harus mulai dari mana ini." matanya sampai melotot beberapa untuk membaca ulang catatan kecil itu, tapi berkali-kali ia membaca, ia tidak menemukan sayur apa yang di maksud.
Karena terlalu fokus pada tulisan itu, hingga ia tidak sengaja menabrak seseorang membuat belanjaan wanita itu jatuh berantakan.
"BRUG"
"Maaf, maaf, aku nggak sengaja." ucap Sifa dengan cepat dan segera membantu wanita itu mengambil belanjaannya yang terjatuh.
"Tidak pa pa." jawab wanita itu, tapi suara wanita itu membuat Sifa menghentikan kegiatannya dan menatap wanita itu.
"Farah,"
Wanita itu pun segera mendongakkan kepalanya, ia menatap Sifa tidak percaya, "Mbak Sifa."
Sifa pun langsung tersenyum senang, "Syukur deh aku ketemu kamu di sini." Sifa tampak lega.
"Ada apa mbak?" tanya Farah bingung.
"Panggil saja Sifa." ucap Sifa mencoba untuk akrab, wanita di depanya kenal dengan suaminya, jadi tidak mungkin orang jahat.
"I_iya," Farah tampak canggung, apalagi mengingat siapa wanita di depannya itu, "Si_fa. Apa yang bisa aku bantu?"
Sifa pun tersenyum lega, "Jadi hari ini mas Syakil kasih aku tugas buat belanja, ini catatannya. Lihat tas belanjaanmu udah penuh, pasti kamu sudah biasa belanja. Jadi bisa kan kamu bantu aku? Ini pertama kalinya aku belanja."
Farah menatap Sifa tidak percaya, Apa Sifa ini anak orang kaya? Pantas mas Syakil menikah sama dia, pilih dia dari pada aku, batin Farah menerka. Masak dia nggak bisa belanja? Atau memang dia lagi nguji aku?
"Farah..., kamu nggak keberatan kan?" tanya Sifa saat melihat Farah malah terdiam.
Farah pun menarik sudut bibirnya, ia mulai tersenyum, "Aku akan bantu."
"Serius, kamu nggak keberatan?" tanya Sifa bersemangat, ia ingin memastikan semuanya.
Farah pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Tentu saja tidak, ayo aku bantu. Apa dulu yang harus aku beli?" tanya Farah kemudian.
"Di sini ada sawi, tomat, cabai, bawang merah, bawang putih, kentang, bayam, telur, terong,....." Sifa segera membacakan satu per satu catatan kecil yang di tulis suaminya.
Bersambung
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya
pasti dokter nya mau ketawa pun harus di tahan....
krn gak mungkin juga lepas ketawa nya...