Aurora Steffani Leandra, gadis polos berusia 18 tahun yang dalam sekejap nasibnya berubah.
Setelah kedua orang tuanya meninggal, tiba-tiba Aurora dikejutkan dengan sebuah kenyataan bahwa dirinya harus menikah dengan seorang pria yang tidak dia kenal.
Siapakah pria yang akan menikah dengan Aurora?.
Dan kenapa Aurora harus menikah dengan pria tersebut?.
Jangan lupa ikuti terus kelanjutan ceritanya ya🤗🤗🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bungabunga2929, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Setelah berkeliling mencari, ternyata Aurora berada di dapur.
"Astaga gadis itu, kenapa dia selalu berada didapur. Apa dia tidak tahu kalau di dapur itu berbahaya" gumam Edgar.
"Aurora" panggil Edgar.
"Loh tuan, anda sudah selesai bersiap" ucap Aurora sambil tersenyum.
"Kenapa kau ada di dapur?" tanya Edgar.
"Tuan tidak lihat, aku sedang memasak sarapan untuk tuan" jawab Aurora tanpa rasa takut.
"Siapa yang menyuruhmu, apa bi Sumi tidak memberitahukan mu kalau aku tidak makan saat pagi hari" ucap Edgar.
"Aku tahu, tadi bi Sumi sudah memberitahuku" ucap Aurora.
"Kalau tahu, kenapa kau masih membuat sarapan" ucap Edgar.
"Aku mau merubah kebiasaan tuan, saat pagi Haris anda harus makan sesuatu. Jangan hanya minum kopi".
"Itu tidak akan baik untuk kesehatan tuan kedepannya. Jadi aku memutuskan untuk membuat nasi goreng untuk sarapan anda tuan" ucap Aurora.
Bi Sumi dan maid lain yang berada didapur hanya diam saja. Mereka merasa takut terkena marah dari tuan Edgar.
"Tapi aku......".
Belum sempat Edgar berucap, Aurora langsung memotong ucapannya.
"Tuan, aku udah capek-capek masak loh, masa tuan gak mau cobain si" ucap Aurora dengan wajah sedihnya.
Melihat wajah Aurora, entah kenapa Edgar merasa bersalah. Dia tidak suka melihat wajah sedih Aurora.
"Baiklah, baiklah".
"Aku akan makan masakan mu, cepat siapkan . Awas aja kalau sampai gak enak" ucap Edgar yang langsung duduk di meja makan.
"Nah gitu dong" ucap Aurora.
Aurora langsung menaruh nasi goreng yang baru saja dia masak ke atas piring. Setelah itu membawanya untuk diberikan pada Edgar.
Bi Sumi terkejut mendengar Edgar mau sarapan. Padahal selama ini tidak ada orang yang bisa memerintah tuan Edgar.
"Aurora memang gadis yang berbeda, aku yakin dia bisa merubah sifat tuan Edgar" batin bi Sumi.
"Silahkan sarapannya" ucap Aurora sambil meletakkan sepiring nasi goreng ke hadapan Edgar.
"Apa kau sudah sarapan?" tanya Edgar.
"Belum" jawab Aurora.
"Cepat ambil satu piring lagi untukmu, kita sarapan bersama" ucap Edgar.
"Apa?" kaget Aurora.
"Apa aku harus mengulangi ucapanku" ucap Edgar.
"Ehh enggak perlu, baiklah aku akan mengambil sarapan untukku" ucap Aurora sambil tersenyum.
Setelah mengambil nasi goreng untuk dirinya sendiri, Aurora langsung duduk di samping Edgar.
"Selamat makan" ucap Aurora sambil tersenyum.
Edgar sendiri tidak menjawab ucapan Aurora, dia langsung mencoba makanan yang Aurora buat.
"Emmm....".
"Enak juga, ternyata bocah ini bisa masak juga" batin Edgar.
"Bagaimana tuan, apa nasi gorengnya enak?" tanya Aurora.
"Biasa saja" jawab Edgar yang tidak mau jujur kalau nasi goreng ini enak.
"Gak papa, besok-besok aku pasti akan memasak nasi goreng yang enak seperti nasi goreng mamah" ucap Aurora.
Mendengar kata mamah, Aurora langsung teringat pada kedua orang tuanya. Biasanya setiap pagi dirinya akan makan nasi goreng buatan sang mamah.
Saat kedua orang tuanya masih ada, Aurora jarang sekali masuk dapur. Padahal dirinya ingin sekali membantu sang mamah memasak.
Tapi kedua orang tuanya selalu melarangnya.
Melihat wajah sedih Aurora, Edgar tahu pasti Aurora sedang mengingat kedua orang tuanya.
"Ekhemmm.....".
"Cepat, habiskan sarapanmu. Aku akan mengantarmu ke sekolah" ucap Edgar.
"Tidak perlu, aku bisa berangkat naik bus" ucap Aurora yang langsung menyeka air matanya yang menetes.
"Disini tidak ada bus yang lewat karena ini jauh dari jalan raya. Sudahlah, tidak perlu menolak. Turuti saja apa ucapanku" ucap Edgar.
"Apa iya, jangan coba-coba membohongiku ya tuan" ucap Aurora.
"Terserah kalau tidak percaya padaku, aku tidak akan menawari tumpangan untukmu untuk yang kedua kalinya" ucap Edgar.
"Tapi tunggu, kalau benar aku sudah mendapatkan bus bagaimana ya. Aku tidak mau bolos sekolah lagi".
"Sudah lama aku tidak masuk sekolah, bagaimana kalau aku sampai tertinggal pelajaran" batin Aurora.
"Baiklah, aku akan ikut denganmu tuan" ucap Aurora.
"Itu pilihan yang tepat" ucap Edgar.
Selesai sarapan, kini Aurora sudah duduk didalam mobil di samping Edgar. Sedangkan didepan, Max yang mengemudikan mobilnya.
"Jam berapa sekolahmu selesai?" tanya Edgar.
"Emm sekitar pukul satu siang, memangnya kenapa?" tanya Aurora.
"Baiklah, nanti aku akan menjemputmu" ucap Edgar.
"Ehh tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Tidak perlu repot-repot mengantar jemput ku" ucap Aurora.
"Bukannya repot, tapi apa kamu lupa bahwa sekarang kamu bekerja denganku. Jadi setelah pulang sekolah, kau harus ikut bersamaku ke kantor" ucap Edgar.
"Oh iya, benar juga. Baiklah, terserah tuan saja".
"Oh iya terima kasih kak Max sudah mengantarku ke sekolah" ucap Aurora.
"Sama-sama Ra" jawab Max sambil tersenyum.
Sebelum Aurora turun, Edgar langsung menahannya.
"Tunggu, kenapa kamu jadi berterima kasih pada Max. Seharusnya berterima kasih padaku, karena aku yang meminta Max untuk mengantarmu".
"Kalau bukan karena aku, kamu tidak akan ke sekolah naik mobil ini" ucap Edgar.
"Tapi kan, kak Max yang mengemudi. Jadi, aku harus berterima kasih padanya" ucap Aurora.
"Yaudah terserah lah. Oh iya, ini untukmu" ucap Edgar sambil menyerahkan sebuah kartu dan beberapa lembar uang.
"Apa ini, kenapa tuan memberikan kartu dan uang ini padaku. Apa maksudnya?" tanya Aurora.
"Iya, kenapa tiba-tiba tuan memberikan kartu kredit tanpa batas dan uang untuk Aurora. Sikap tuan benar-benar aneh" batin Max.
"Itu untukmu, kamu bisa memakainya jika perlu membeli sesuatu. Aku tahu, kamu gak punya uang kan. Jadi aku berikan itu untukmu" ucap Edgar.
"Tapi tuan, aku gak mau hutangku semakin banyak jika aku menerima ini semua" ucap Aurora.
"Benarkah kamu tidak akan mau menerima ini, aku tahu kamu pasti tidak memiliki uang. Jadi lebih baik sekarang terima apa yang aku berikan ini sebelum aku berubah pikiran" ucap Edgar.
"Benar juga, memang aku gak memiliki uang si. Tapi kalau aku terima ini semua, pasti hutangku semakin banyak dan aku akan lebih lama lagi bekerja dengannya untuk membayar hutang-hutangku" batin Aurora.
"Baiklah, kalau kamu tidak mau. Aku tidak akan memaksamu" ucap Edgar.
"Ehh tunggu, baiklah aku akan menerimanya. Terima kasih tuan" ucap Aurora yang langsung mengambil kartu dan beberapa uang dari tangan Edgar.
"Harusnya sejak tadi kamu terima pemberianku, jadi tidak membuang waktu seperti ini" ucap Edgar.
"Iya maaf, aku kan berfikir dulu" ucap Aurora.
"Baiklah, jaga kartu itu dengan baik. Jangan sampai hilang" ucap Edgar.
"Iya iya, kalau gitu aku mau turun dulu. Terima kasih banyak tuan sudah mengantarku dan untuk kartu ini juga" ucap Aurora.
"Hemm.....".
"Sudah sana turun, nanti kamu bisa terlambat. Dan jangan lupa, ponselmu jangan sampai mati. Aku tidak mau susah jika menghubungimu" ucap Edgar.
"Iya iya tenang aja, baterai ponselku masih penuh kok" ucap Aurora.
Setelah berpamitan, Aurora langsung keluar untuk masuk ke kelas.
Setelah Aurora keluar dari mobil, Max yang sejak tadi merasa bingung mencoba bertanya.
"Maaf tuan, tidak biasanya anda bersikap seperti ini. Sebenarnya ada apa ini, kenapa aku merasa sikap tuan berbeda saat bersama dengan Aurora" ucap Max.
"Diam kau Max, jangan ikut campur urusanku. Lebih baik sekarang kita pergi ke kantor" perintah Edgar.
"Baiklah, maafkan saya tuan karena sudah ikut campur" ucap Max.
"Hemmm ...." gumam Edgar.
Max langsung menjalankan mobilnya menuju kantor, sedangkan Edgar sedang melamun memikirkan ucapan Max.
"Benar juga, kenapa aku bisa sangat berubah saat bersama dengan gadis itu. Sebenarnya ada apa denganku" batin Edgar.