Sequel
" Semerbak wangi Azalea."
" Cinta Zara."
" Sah."
Satu kata, tapi kata itu bisa berakhir membuatmu bahagia atau sebaliknya.
Zayn Ashraf Damazal akhirnya mengucap janji suci di depan Allah. Tapi mampukah Zayn memenuhi janji itu ketika sebenarnya wanita yang sudah resmi menjadi istrinya bukanlah wanita yang dia cintai?
Cinta memang tidak datang secara instan, butuh waktu dan effort yang sangat besar. Tapi percayalah, takdir Allah akan membawamu mencintai PilihanNya. Pilihan hati yang akan membawa mu menuju surga Allah bersama sama
" Kamu harus tahu bahwa kamu tidak akan pernah mendapatkan apa yang tidak di takdirkan untukmu." _Ali bin Abi Thalib.
" Perempuan perempuan yang baik untuk laki laki yang baik, laki-laki yang baik untuk perempuan perempuan yang baik pula." _ QS.An - Nur 26
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 : Pria itu ?
Zayn masih mengingat setiap kalimat yang di katakan Aryan. Sungguh dia tidak pernah menyangka, Aretha punya trauma yang sangat dalam.
Jadi senyum ceria nya selama ini adalah kamuflase untuk mengurangi rasa takut dan sedihnya.
Zayn berdiri memandangi pintu kamar Aretha. Tangan kanannya terangkat dan mengusap pintu itu dengan lembut.
" Apa tidurmu nyenyak?" Gumamnya penuh kekhawatiran.
Saat ini, rasanya ia ingin masuk dan memeluk Aretha dengan erat, mungkin saja dengan memeluknya, Zayn bisa mencoba memberikan sedikit saja ketenangan.
Malam semakin larut. Jam menunjuk di angka tiga dini hari.
Seperti biasa, Aretha terbangun untuk menjalankan sholat malamnya.
Dia bisa sedikit bernafas lega karena Allah berbaik hati tidak menurunkan hujan malam ini. Setidaknya, itu membuat tidurnya lebih berkualitas walau hanya sebentar.
Di tempat kerjanya yang dulu, jika datang musim hujan, Aretha tidak pernah pulang ke kost. Dia lebih memilih tidur di rumah sakit, karena suara hujan tidak akan terdengar di dalam ruangan IGD rumah sakitnya. Kalaupun ternyata memang sudah tiba di kost dan hujan tiba tiba turun, Aretha akan menyalakan speaker dengan keras sambil mendengarkan murotal. Beruntung, tempat tinggalnya sedikit berjauhan dengan rumah warga. Meskipun di nyalakan dengan keras, terkadang itu belum bisa membuatnya tenang, dan satu satunya cara adalah masuk ke dalam lemari atau kamar mandi.
Selesai shalat malam, Aretha keluar kamar, dia berencana puasa, jadi harus menyiapkan makanan untuk sahur.
Aretha melangkah ke dapur dan betapa kagetnya dia saat menemukan Zayn terduduk sembari memegangi kepalanya.
" Apa yang dokter lakukan di sini?"
Zayn terkejut.
" Oh,, tidak, aku hanya minum." Bohongnya. Padahal, sejak Aryan pulang beberapa jam lalu, Zayn sama sekali belum pernah ke kamarnya. Setelah puas memandangi kamar Aretha, Zayn memilih ke dapur dan duduk merenung di sana.
" Ini baru jam tiga, lanjutkan tidurmu."
Aretha menggeleng dan justru membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan makanan.
" Kamu mau masak?"
" Iya, mau sahur."
" Mau aku bantu?"
" Tidak perlu." Ucap Aretha tersenyum.
Senyum itu sangat manis dan terlihat indah, tapi Zayn justru melihat senyum itu mengandung banyak kesedihan.
Zayn memperhatikan gerak gerik Aretha yang lincah saat memasak, persis seperti umi Aza dan Zara.
Beberapa menit berlalu, Aretha sudah selesai dan menyajikan di atas meja. Dua piring nasi putih hangat dengan beberapa lauk yang menemani.
" Ayo makan." Ajak Aretha.
Zayn tentu tidak menolak. Begadang membuat perut nya butuh asupan.
Zayn duduk di depan Aretha dan menyantap makanan yang di siapkan.
Mereka selesai. Bukannya kembali ke kamar, Zayn tetap menemani Aretha membersihkan kekacauan di dapur. Meski punya beberapa pembantu, tapi untuk urusan pribadi seperti ini, Aretha tidak mau merepotkan orang yang yang sudah bekerja di rumahnya.
" Simpan saja piringnya, nanti bi Yati yang bereskan.
" Tidak apa apa dok, piringnya juga tidak banyak."
Aretha melanjutkan pekerjaannya yang tersisa sedikit. Walau terlahir dari keluarga kaya raya, Aretha tidak menjadi wanita yang manja. selagi masih bisa dia kerjakan sendiri, akan Aretha lakukan tanpa menyusahkan orang lain.
Ini adalah piring terakhir, dan tiba tiba saja, gemuruh suara di langit sahut menyahut di sertai hujan yang seperti di tumpahkan dalam jumlah yang sangat besar.
Prang..
Piring terlepas dari genggaman Aretha dan jatuh berhamburan di lantai.
Sontak dia berjongkok dan menutup kedua telinganya dengan tubuh gemetar ketakutan.
Netra Zayn melihat kejadian menyakitkan itu. Spontan dia berjongkok di depan Aretha dan memeluk wanita itu.
Zayn frustasi.
Jujur, dia kasihan melihat Aretha dalam keadaan psikologis yang sangat terganggu.
Tak ada satupun kata yang terucap, hanya pelukan nya yang semakin di pererat seakan mengatakan jika jangan khawatir, aku ada di sini bersamamu.
Dan benar saja, Aretha bisa lebih tenang dalam waktu yang relatif singkat.
Aretha melepas pelukan Zayn. Air mata sudah membasahi kedua pipinya. Seperti biasa, dia menangis dalam diam. mencoba menyembunyikan trauma dan kesedihannya.
Zayn mengusap wajah Aretha dengan lembut, tidak lupa dia mengulas senyum sembari memperbaiki jilbab yang di kenakan Aretha.
" Jika hujan datang, jangan ragu dan temui aku. " Ucapnya sambil mengusap lembut kepala Aretha.
Aretha menatap Zayn. Tatapan mata penuh permohonan dan pengharapan.
Aretha mengangguk lemah.
" Gadis baik." Ucap Zayn sembari mencubit sayang pipi Aretha.
Sentuhan sentuhan yang di berikan Zayn membuat hati Aretha bergetar. Rasa yang pernah dia coba kubur untuk Zayn kembali mencuat ke permukaan.
Hujan semakin deras, tapi Aretha mulai terlihat tenang dan nyaman berada di samping Zayn. Ketakutan jelas masih terlihat dari wajahnya, namun sikap Zayn yang hangat mengurai ketakutan itu sedikit demi sedikit.
Beruntung, pagi datang dan hujan sudah berhenti. Aktivitas kembali di mulai.
Zayn berangkat ke rumah sakit bersama Aretha. Sepanjang jalan, senyumnya tidak pudar. Meski tidak ada percakapan di antara keduanya, tapi dengan adanya Aretha yang duduk beberapa senti di sampingnya sudah membuat Zayn begitu bahagia.
Tiba di parkiran rumah sakit.
" Uncle, aunty?" Suara cempreng membahana mengagetkan Zayn dan Aretha yang sedang berjalan beriringan.
Safa dan Marwah melambaikan tangan dengan senyum lebarnya.
" Kenapa belum sekolah?" Tanya Aretha mencium satu satu kedua ponakannya yang masih berada di dalam mobil.
" Tunggu Abi dulu, Aunty."
Marwah mengobrol dengan Aretha, mereka tertawa cekikikan entah sedang membicarakan apa dan itu membuat Zayn jadi penasaran.
Zayn hendak mendekati Aretha, namun tangan Marwah mencegatnya.
" Kenapa Ra?"
Genggamannya sangat kencang hingga kulit Zayn memerah.
" Uncle, laki laki itu.."
Zayn melihat ke sekeliling.
" Siapa?"
" Dia, laki laki di sana. Dia yang memukul aunty Tatha."
Zayn kembali mengedarkan pandangannya, dan tidak satupun yang dia lihat berpenampilan layaknya pria kasar dan temperamental.
" Yang mana Ara? Uncle tidak lihat." Ujar Zayn. Jujur dia ingin sekali melihat siapa pria yang berani melukai istrinya.
" Itu yang pakai jas putih, Uncle.." Marwah memberikan petunjuk.
Zayn memfokuskan penglihatannya pada beberapa dokter yang berseliweran dan mengenakan jas putih seperti kata Marwah.
Pria yang di maksud berbelok dan menghilang di balik dinding.
" Ya,,sudah pergi." Marwah putus asa.
" Tapi, Ara yakin?"
Marwah mengangguk." Iya uncle, dia laki laki yang tinggi dan sedikit tampan." Kata Marwah mencoba mengungkap ciri ciri laki laki yang dia maksud.
Zayn kembali memperhatikan ke mana arah hilangnya laki laki itu.
" Dia memakai jas yang biasa uncle gunakan. Mungkinkah dia seorang dokter?" Tanya Marwah.
" Nanti akan uncle cari tau."
Safa dan Marwah sudah berangkat ke sekolah di antar Ezar. Sementara Zayn dan Aretha berjalan bersama melewati koridor menuju kamar operasi.
" Waktu di kafetaria, pria yang duduk di depanmu....."
" Kak Axel."
Zayn jadi kesal hanya karena Aretha menyebut dokter itu dengan sebutan ' Kakak '.
" Hmm.." Jawabnya malas.
" Iya, ada apa dengan kak Axel?"
" Dokter. Namanya dokter Axel kan? Panggil begitu saja." Kesalnya.
Aretha menatap Zayn. Dia bingung dengan raut wajah Zayn yang terlihat marah." Ba..baiklah."
" Selain dia, apa kamu mengenal banyak dokter laki laki di sini?"
Aretha menggeleng." Terkecuali dokter dokter bedah, aku hanya mengenal beberapa yang non bedah, termasuk dokter Axel. Memangnya ada apa?"
" Tidak apa apa." Ujarnya kembali cuek. " Hari ini, ada jadwal bersama denganku kan?" Lanjutnya.
" Ada, operasi kedua."
Mereka masuk ke ruang operasi.
" Jangan sampai telat." Ucapnya sebelum berpisah. Karena Zayn harus segera masuk kamar operasi sementara Aretha masih menunggu jadwal Zayn selanjutnya.
Aretha memainkan ponselnya ketika seorang residen anastesi yang seangkatan dengannya datang menghampiri.
" Tha..."
Aretha mengangkat kepala.
" Iya."
" Aku mau minta tolong, aku pembacaan di kampus pagi ini, sementara ada pasien rencana bronkoskopi sudah menunggu di ruang BC, bisa tolong kamu dampingi konsulen di sana?"
" Baiklah."
Aretha segera ke ruangan BC ( ruang bronkoskopi ) untuk menindaklanjuti permintaan rekan nya.
Aretha berjalan tergesa, takut jika dia terlambat dan membuat konsulen menunggu lama dan berakhir marah.
Begitu membuka pintu, matanya bersitatap dengan seorang pria yang sangat tidak ingin dia temui.
Seketika tangannya gemetar dan jantung nya berdetak cepat.
Pria itu menatap lekat wajah Aretha, memberikan sebuah senyuman manis sebelum memakai masker dan semua perlengkapan yang di siapkan untuknya.
...****************...
🤭😍🤩
mudah sekali aslinya zaynnn
tinggalkan gengsi mu
punya kesempatan tium2
nanti jama'ah lagi za mas
5 waktunya setiap hari
lumayan, vitamin 5 kali 😃
halal iniii
😃🤣🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂
" hallo pindah kan barang² nyonya Aretha di kamar utama sekarang "
nahh jadi tiap malam bisa bubu bareng teruss 🤣🤣
kamu tu dah jatuh cinta sama areta