"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 16 : PEREMPUAN MATRE
"KAKAK IKUT!" teriak Fadillah melihat Daniah yang baru saja hendak keluar dari rumah dengan mengendarai motor. Rencananya Daniah akan pergi ke minimarket untuk membeli pembalut dan shampoo yang kebetulan habis.
"No!" tolak Daniah.
Tidak menerima penolakan, Fadillah malah merengek dengan suara sengaja di kencangkan, agar orang yang di dalam rumahnya mendengar.
"DILLA MAU IKUT KAKAK NIA! HUAAA......"
"Dil, Dilla apaan sih. Nggak usah teriak-teriak!" omel Daniah sambil melototinya.
Bukannya berhenti, Fadilah malah semakin berteriak minta ikut.
"Kak, ajak Adeknya." suara Faiza membuat rengekan Fadillah berhenti. Merasa ada yang membela.
Daniah menoleh ke sumber suara, Maminya saat ini sedang berdiri di ambang pintu sambil memandang kearahnya. Daniah berdecak pelan.
"Aku nggak bawa uang banyak Mi. Kalo jajan si Dilla kan suka nggak tanggung-tanggung." ujar Daniah memberi alasan.
Selain itu alasannya, Daniah juga malas sekali membawa Adiknya yang cerewet, cengeng, dan banyak maunya itu. Bisa-bisanya bukannya belanja keperluan pribadi, ia malah beli jajan yang di pinta Fadillah dengan rengekan.
Dilla pegang uang juga kok Kak. Dilla cuma mau beli coklat aja katanya. Ajak ya Dilla nya." ujar sang Mami.
Merasa tak bisa berkutik lagi karena ucapan Maminya. Daniah mengangguk malas.
"Iya Mi."
"Ayo ompong!" ketus Daniah sambil melirik ke arah Fadillah yang sedang nyengir menampilkan sederet giginya yang kecil-kecil dan ompong bagian atas depan. Lalu Fadillah naik motor belakang Daniah dan memeluk punggung Daniah.
"Berangkat Mi." seru Daniah.
"Iya, hati-hati."
***
"Dilla janji ya cuma beli coklat. Kalo nggak Kakak tinggal!" ancam Daniah saat ia baru saja memarkirkan motor di parkiran minimarket terkenal.
Fadillah membalas dengan anggukan, lalu ia turun dan berjalan mendahului Daniah memasuki minimarket.
"Ingat. Beli coklat aja." ujar Daniah memberi peringatan lagi, saat mereka sudah ada di dalam minimarket dan Daniah mengambil keranjang berwarna kuning.
"Iya Kakak cerewet." balas Fadillah.
Lalu ia pergi menuju rak berisi coklat kesukaannya. Daniah mengabaikan kepergian Fadillah, ia memilih arah yang berbeda untuk mengambil barang yang ingin di belinya.
"Dil.....Dilla." panggil Daniah saat dirinya sudah mendapatkan barang yang ingin di beli, lalu melangkah menuju rak bagian coklat dan makanan ringan untuk mencari Fadillah yang belum ia lihat sejak tadi.
"Dilla....." panggil Daniah lagi saat melihat Adiknya sedang memainkan mainan berbentuk kipas angin kecil di rak berisi mainan yang berada di samping rak berisi coklat, Adiknya itu tidak sendiri. Ada seorang laki-laki yang berdiri di sampingnya yang ikut memainkan kipas itu sambil tertawa.
"Dokter Arrazi." ucap Daniah menyebutkan nama laki-laki yang sedang bersama Fadillah.
Arrazi menoleh ke arah Daniah. Ekspresi wajah Arrazi langsung berubah 180 derajat saat melihat Daniah sedang menatap kearahnya. Wajahnya langsung dingin dan datar. Beda sekali dengan sebelumnya yang tertawa riang bersama Fadillah.
Daniah mengabaikan ekpresi wajah Arrazi, ia menghampiri Fadillah ingin mengajaknya membayar barang yang di beli.
"Kak Nia. Om baik mau beliin Dilla kipas Frozen!" seru Fadillah memamerkan mainan yang sedang di pegangnya.
"Om baik?" ucap Daniah mengulang panggilan Fadillah kepada Arrazi.
Ingin tertawa iya, namun melihat wajah Arrazi yang garang, Daniah urung untuk tertawa. Ahh, Daniah ingat foto yang di tunjukkan Ghaniyyah kepadanya beberapa hari lalu mengenai kedekatan Fadillah dengan Arrazi saat di kantin RS.
Daniah melirik ke arah Arrazi dengan senyuman tipis. Laki-laki itu memasang wajah datar. Namun cool. Arrazi sendiri sudah tahu kalau Fadillah adalah Adiknya Daniah. Tak sengaja waktu itu ia melihat Daniah dan Fadillah di depan RS.
Namun saat ia dan keluarganya datang ke rumah Daniah, Fadillah tidak keluar sedang mengerjakan PR kata Maminya. Daniah menundukkan kepala kearah Fadillah.
"Dil, jangan mau di beliin mainan sama Om-Om. Nanti kamu di culik loh." ujar Daniah memprovokasi Adiknya.
Hal itu berhasil membuat mata Arrazi membulat. Pasalnya Daniah mengatakan itu dengan suara yang terdengar jelas di telinganya serta mata yang melirik ke arahnya.
"Jangan sembarangan bicara, Daniah!" ujar Arrazi dengan ketus.
"Nah, tuh Omnya mulai marah Dil. Kita pergi aja yuk." ajak Daniah yang malah lebih memanas-manasi Fadillah agar takut kepada Arrazi yang di panggil Om baik oleh gadis kecil itu.
Fadillah melirik ke arah Arrazi untuk mengkonfirmasi kebenaran apa yang dikatakan Kakaknya. Melihat gadis itu melirik kearahnya, Arrazi mengganti ekspresi wajahnya dengan cepat menjadi tersenyum.
"Nggak kok Dilla. Kakak kamu cuma bercanda aja. Mana ada Om mau culik kamu. Oya, Dilla mau coklatnya berapa? Om beliin sekalian sama mainannya. Dila mau apa lagi?" ujar Arrazi merayu Fadillah agar tidak termakan provokasi dari Daniah.
Melihat Om baiknya tersenyum dan menawarkan sesuatu yang menggiurkan, Fadillah mengangguk, lalu mengedarkan pandangannya ke rak makanan ringan yang berjejer di hadapannya.
"Dilla mauuu....."
"Jangan Dilla, jangan mau. Nanti kamu di culik terus di kurung, terus dimutilasi sam Om itu." ujar Daniah menginterupsi Fadillah.
Ia semakin menakut-nakuti Fadillah, lalu meraih tangan Adiknya dan menggenggamnya. Fadillah mengerutkan kening tidak paham dengan apa dikatakan Kakaknya itu. Mutilasi? Apa itu?
"Daniah, jangan sembarangan bicara kamu." ujar Arrazi dengan lirih, namun penuh penekanan, di tambah matanya yang menatap tajam manik coklat milik Daniah. Rasanya emosi Arrazi sudah mencapai ubun-ubun mendengar Daniah menakut-nakuti Adiknya dengan menjadikan Arrazi seolah-olah orang jahat.
Bukannya takut melihat tatapan tajam Arrazi, Daniah malah terkekeh. Tiba-tiba ia terpikirkan ide yang cemerlang. Lumayan bisa ambil keuntungan.
"Dilla, kalo Om nya baik, coba minta beliin makanan yang banyak. Tapi kalo Om nya nggak mau, berarti Om jahat namanya bukan Om baik lago." ujar Daniah kepada Fadillah.
Arrazi mengerjapkan mata, setelah menakut-nakuti Adiknya, kali ini gadis itu malah mengajak Adiknya memeras dirinya! Apa-apaan ini! Fadillah mendongak kepala melirik kearah Arrazi.
"Dilla mau makan boleh Om?" tanya Fadillah terpancing dengan hasutan Kakaknya.
Daniah terkekeh pelan mendengar permintaan Adiknya. Sementara Arrazi meliriknya sebentar, lalu tersenyum kepada Fadillah.
"Boleh dong....Dilla pilih aja makanannya yang Dilla mau." ujar Arrazi begitu lembut kepada Fadillah, bahkan ia sampai mengelus rambut Fadillah, gemas. Berbeda jika berhadapan dengan Daniah.
Fadillah berseru senang mendengarnya. Ia langsung mengambil makanan yang di sukainya.
"Kamu kalau bicara jangan sembarangan Daniah, apalagi sama anak kecil." ujar Daniah memperingati Daniah.
"Lah, apa salahnya saya ngingetin Adik saya sendiri supaya hati-hati sama Om-Om, ya kali aja situ beneran mau culik Adik saya." sindir Daniah.
"Daniah....."
"Apa Om Arrazi?" balas Daniah nyolot.
"Awas kamu!" ancam Arrazi sambil menunjuk jari telunjuknya di depan wajah Daniah.
"Iiihh takut ada Om-Om galak." ujar Daniah pura-pura takut, lalu ia berlari menghampiri Fadillah, ikut memilih makanan yang akan di bayar oleh Arrazi.
Arrazi menatap ke arah Daniah dengan tatapan tajam dan tangan yang mengepal, rahangnya mengeras. Ia merasa kesal dan jengkel terhadap sikap calon istrinya itu.
***
Dua keranjang penuh berisi makanan dan kebutuhan pribadi Daniah sudah mendarat di meja kasir dan barang-barang itu sedang di scan oleh kasir untuk di bayar. Daniah yang menunggu barang itu di depan kasir, sementara Arrazi dan Fadillah menunggu di belakangnya.
"Panggil aja kalau udah selesai, nanti saya yang bayar." begitu kata Arrazi setelah ia bantu membawakan keranjang ke kasir.
"Biskuitnya Kak, beli satu gratis satu. Atau tissue nya lagi diskon dua puluh persen." ujar Mbak kasir menawarkan barang yang tersedia di meja.
"Boleh Mbak!" seru Daniah mengambil kedua barang yang di tawarkan oleh Mbak kasir itu.
"Pulsanya mau sekalian aja Kak?"
"Hmm........" Daniah mengedarkan pandanganya.
Lalu ia melihat Arrazi dan Fadillah yang sedang bercanda tak jauh dari tempatnya. Daniah menyeringai kecil.
"Boleh Mbak."
"Mau yang berapa?"
"1 juta." ujar Daniah tak tanggung-tanggung.
Lalu kasir itu meminta nomor telepon Daniah. Setelah Daniah menyebutkan nomor teleponnya, tak lama notifikasi chat pulsa berjumlah satu juta masuk ke HP Daniah. Ia tersenyum lebar.
Total semuanya satu juta dua ratus sembilan puluh dua ribu, Kak." ujar Mbak kasir memberikan dua kertas bon belanja. Daniah tidak langsung menerima kertas bon itu. Ia memanggil Arrazi yang akan membayarnya.
"Berapa?" tanya Arrazi saat dirinya sudah ada di samping Daniah.
"Tanya aja sama Mbaknya." ujar Daniah acuh, lalu mengambil dua goody bag besar berisi barang-barangnya.
"Yuk Dilla, kita pulang." ajak Daniah kepada Fadillah sambil memamerkan barang belanjaannya. Fadillah mengangguk, gadis kecil itu sempat mengucapkan terimakasih kepada Arrazi dan berpamitan. Namun tidak dengan Daniah, ia melenggang pergi keluar dari minimarket.
Setelah keduanya pergi, Arrazi terkaget-kaget mendengar harga yang harus ia bayar dari Mbak kasir. Tal lama kemudian darahnya mendidih saat tahu penyebab harga yang harus di bayarnya itu karena ulah Daniah.
Setelah membayar dengan kartu debit, Arrazi langsung keluar dari minimarket mengejar Daniah. Untungnya gadis itu masih diparkiran, baru saha naik motor bersama Adiknya. Arrazi segera menghampiri dan menahan stang motor.
"Kamu meras saya?" ujar Arrazi denga ketus dan tatapan yang tajam menatap manik coklat milik Daniah.
"Apaan sih Om?" tanya Daniah denga polos. Lebih tepatnya pura-pura polos. Ia ikut-ikutan Fadillah memanggil Arrazi dengan sebutan Om.
Fadillah yang duduk di belakang Daniah menengok kedepan.
"Om mau ikut naik motor juga?" tanya Fadillah.
Arrazi menggeleng sambil tersenyum manis ke arah Fadillah. Karena ia tahu, gadis kecil itu tidak tahu apa-apa mengenai tindakan pemerasan yang dilakukan Kakaknya itu terhadap Arrazi.
"Sebentar ya Dilla. Om mau bicara sama Kakak kamu dulu." ujar Arrazi.
Fadillah mengangguk. Lalu Arrazi meraih pergelangan tangan Daniah dan menggenggamnya erat.
"Turun!" ujarnya pelan namun tegas.
"Nggak!" balas Daniah.
"Turun atau tangan kamu tidak akan saya lepas." paksa Arrazi, ia semakin mengeratkan genggaman tangannya di pergelangan tangan Daniah. Membuat Daniah mendesis kesakitan.
"Ck! Iya!" ucap Daniah. Lalu turun dari motor.
"Dilla, tunggu di sini sebentar." ujar Daniah. Fadillah mengangguk, lalu ia menikmati coklat yang baru di beli.
Daniah mengikuti Arrazi yang masih menggenggam tangannya, menjauh dari parkiran. Arrazi melepaskan genggaman tangan Daniah dengan kasar.
Maksud kamu apa ini?" tanya Arrazi to the poin langsung menunjukkan kertas bon pembelian pulsa dengan emosi.
"Lah, tadi bilangnya situ yang mau bayar." ujar Daniah santai, merasa tak bersalah.
"Memang saya yang akan bayar. Tapi tidak dengan pulsa yang kamu beli."
"Ck, pulsa segitu doang. Pelit amat sih Om." ceplos Daniah dengan acuh.
Mendengar itu membuat emosi Arrazi semakin memuncak. Sebenarnya ia tidak mempermasalahkan jumlah, toh Arrazi tidak langsung jatuh miskin hanya mengeluarkan dengan jumlah segitu.
Tapi yang dia tidak suka adalah apa yang dilakukan Daniah, mentang-mentang Arrazi yang akan membayar barang yang di beli gadis itu dan Adiknya. Lalu Daniah memanfaatkan dengan memerasnya.
Melihat wajah kesal Arrazi yang memerah, Daniah malah menyunggingkan senyum.
"Lagian ini mah belum seberapa Om. Nanti kalo Om nikah sama saya.....beuh....Om langsung bangkrut, saya jamin itu!" ujar Daniah malah mengatakan hal ini dengan pernikahannya.
Arrazi berdecih.
"Perempuan matre juga ya kamu." cibir Arrazi menatap tidak suka kepada perempuan yang baru saja memerasnya.
"*That's right*! Saya memang perempuan matre. Jadi sebelum Om jatuh miskin karena nikahin perempuan matre kayak saya, mendingan batalin aja pernikahannya. Jangan ambil resiko Om, bahaya." bisik Daniah di akhir kalimat yang di ucapkannya.
"Ck! Saya justru penasaran seberapa matrenya kamu!" sindir Arrazi. Lalu ia pergi.
Daniah mengerjapkan matanya mencoba mencerna kalimat yang di ucapkan Arrazi.
"Itu maksudnya apa? Dia nantangin gue?" ujar Daniah menatap kepergian Arrazi. Laki-laki itu langsung masuk ke dalam mobilnya, tak lama mobil itu meninggalkan parkiran.
"Yaaahh! Kalo dia nantangin, nggak ngaruh dong hasutan gue!"
ha..ha...ha