Ini tentang pengguna Nerkhuzogh antar Negeri Atas Angin. Dunia makin dipenuhi ras Liz-ert yang ingin menguasai Dunia.
Para Liz-ert itu hendak menjadikan manusia sebagai ternak mereka.
Untunglah di berbagai negeri masih ada para pemuda yang di pilih Dewa, Dewi yang membekali Nerkhuzogh.
Bersama mereka dipertemukan dan saling membantu mengatasi masalah yang dibuat para Liz-ert.
100% Fiction
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penglihatan Suku Cherokee
Moana Kaia telah menyaksikan pertarungan Hiawata Paco melawan Liz-ert sejak Hiawata Paco belum berubah menjadi beruang Grizzly yang perkasa.
"Astaga! Mengerikan sekali kekuatan pemuda itu, mungkin sebaiknya aku meminta bantuannya," Moana Kaia bergegas menyeruak dari semak belukar dan mengejar Hiawata Paco yang sedang berjalan menuju kudanya.
"T-tunggu! Tunggu aku!?" teriak Moana Kaia.
Hiawata Paco menengok ke belakang dan mengernyitkan alisnya.
"Siapa kau!" Sambil menghunus belatinya Hiawata Paco bersiaga, memasang posisi bertarung.
"Oh, tunggu, a-aku tak bermaksud jahat..." Moana Kaia terhenti melihat sikap Hiawata Paco yang mencurigainya.
Moana Kaia, menjatuhkan lututnya ke tanah dan bersujud dengan muka menghadap tanah. Tanda bahwa ia tak berniat jahat.
"Hmm.. kau dari suku mana? Aku tak pernah mengenali rajah di wajahmu itu, apa kau dari daratan selatan? Anci? Yama, Ketaz?" Hiawata Paco menyebut nama suku daerah selatan dari daratannya.
"Maaf, aku tidak tahu maksud Kakak, aku dari Lanzeenu, wilayah Moari, dan aku terdampar di daratan ini." Dengan masih posisi yang sama Moana Kaia memberi penjelasan.
"Ha? Di mana itu? Bangunlah, sepertinya kau dari negeri seberang ya?" Hiawata Paco merasa Moana Kaia bukanlah ancaman.
"Benar, Kakak, aku seharusnya ke negeri kangguru dan daerah ini sangat berbeda, mungkin Dewa kami menuntunku untuk singgah ke tempat ini," ucap Moana Kaia sembari membersihkan debu dari telapak tangannya.
"Ha? Negeri Kangguru? Apa itu? Aku tak akan pernah bisa mengenal apa yang kau sebutkan, sebab aku tidak pernah menyebrangi lautan luas," Hiawata Paco mengulurkan tangannya pada Moana Kaia. Dan menariknya ke atas kuda.
"Pegang dan naiklah di belakangku, aku yakin kau merasa sangat kelaparan," Hiawata Paco pun segera memacu kudanya begitu Moana Kaia duduk di belakangnya.
"Heyaaa..!"
Drap.. drap... drap... drap...
Keduanya menuju kampung Hiawata Paco. Terlihat pemandangan padang rumput yang luas, gerombolan kuda liar yang berlarian, langit biru membentang.
Moana Kaia, melihat semua itu merasa lega tapi juga asing. Nampak di kejauhan sekumpulan Teepee . Kampung halaman Hiawata Paco.
Moana Kaia, dia terbiasa dengan aroma samudra lepas dan di tempat itu dia mencium aroma rerumputan dan asap tembakau para tetua yang sedang duduk berkeliling.
"Hiawata! Kemarilah!" seru seorang tetua ketika melihat kedatangan Hiawata Paco.
Hiawata Paco menghentikan kudanya, lalu turun dan membantu Moana Kaia.
"Ya, Ketua, aku baru saja melenyapkan Cuppacabra, gadis ini saksinya." kata Hiawata Paco.
"Siapa dia? Apakah dia dari Anci? atau Yama?" Ketua suku yang bernama Cherokee itu berdiri dan menyambut Moana Kaia bagai putrinya sendiri.
"Bukan, keduanya, Ketua, dia dari negeri seberang lautan teduh," jawab Hiawata. Lalu Hiawata Paco panjang lebar menceritakan kejadian yang dialaminya dan sampai dia bertemu Moana Kaia. Serta asal muasal tempat Moana Kaia, tujuan Moana Kaia, dan bagaimana Moana Kaia sampai terdampar.
"Istrikuuu! kemarilah, jamu anak perempuan ini sebaik mungkin," Cherokee memanggil istrinya yang bernama Siouri.
Dan Moana Kaia pun akhirnya dibawa ke dalam teepee, pun diperlakukan dengan sangat baik.
"Hiawata Paco, duduklah bersama kami, kita akan berhubungan dengan roh para leluhur. Tentang Cuppacabra yang akhir-akhir ini memangsa kuda-kuda liar di sabana kita," ujar Cherokee pada Hiawata Paco.
"Baik, Ketua!" Hiawata Paco pun duduk bersila.
"Mari kita mulai!" tukas Cherokee.
Beberapa orang menabuh genderang kecil, yang lain sesekali menabuh genderang besar, Sang Ketua mengucapkan alunan mantra, petang menjelang bayang-bayang hitam bukit cadas merayap seiring terbenamnya matahari, suara serangga malam mulai ikut meramaikan ritual itu.
Cherokee kemudian mengambil pipa panjang dan tembakau yang telah dinyalakan. Dia menghembuskan asap tembakau itu sembari merapal mantra-mantra, dan memberikan pipa itu pada orang yang duduk di sampingnya. Kesepuluh orang yang melingkari api unggun termasuk Hiawata Paco telah menghembuskan asap pipa panjang. Suara genderang kini terdengar lirih.
Tiba-tiba, kumpulan asap tembakau itu dalam pandangan sepuluh orang yang duduk melingkar, membentuk suatu adegan.
Kesepuluh orang itu bagaikan melihat sebentuk Cuppacabra yang membelah diri semakin banyak dan berbaris rapi, lalu asap itu bergelung berubah menampilkan sepuluh Ksatria yang menghadapi pasukan Cuppacabra.
Dan tak lama kemudian penglihatan itu menghilang seiring berhentinya suara genderang.
Akhirnya Cherokee, Hiawata Paco dan delapan tetua lainnya kembali tersadar.
Dengungan kasak-kusuk terdengar di antara mereka. Mencoba mengartikan penglihatan yang baru saja mereka saksikan.
Bersambung...