Xin Yue, seorang wanita cantik dengan kecerdikan yang mematikan, hidup dari mencuri dan membunuh. Namun, sebuah insiden membuatnya terlempar ke dunia kuno tanpa apa-apa selain wajahnya yang menipu dan akalnya yang tajam. Ketika dia mencuri identitas seorang wanita misterius, hidupnya berubah drastis—dari buronan kekaisaran hingga menjadi bunga paling dicari di Ruoshang, tempat hiburan terkenal.
Di tengah pelariannya, dia bertemu Yan Tianhen, pangeran sekaligus jenderal dingin yang tak pernah melirik wanita. Namun, Xin Yue yang penuh tipu daya justru menarik perhatiannya.
Dipaksa berpura-pura menjadi kekasihnya, keduanya terjebak dalam hubungan yang penuh intrik, adu kecerdikan, dan momen-momen menggemaskan yang tak terduga.
Akankah Xin Yue berhasil bertahan dengan pesonanya, atau akankah hatinya sendiri menjadi korban permainan yang ia ciptakan?
Tagline: Di balik wajah cantiknya, tersembunyi rencana yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Mulai beradaptasi
Cahaya pagi mulai menyelinap melalui jendela Ruoshang, menggantikan gemerlap lampu malam yang memudar. Meski kehidupan malam telah berakhir, suasana di Ruoshang tetap hidup. Pria-pria dari berbagai kalangan keluar dari kotak-kotak kecil di tiap lantai dengan ekspresi bahagia, beberapa bahkan masih terlihat mabuk oleh anggur atau pesona para wanita di dalam.
Xin Yue, yang tengah berjalan di koridor, memperhatikan mereka dengan pandangan datar. Dalam hati, ia mendesah. "Hah, pria kuno atau modern, semuanya sama saja. Begitu mudah ditaklukkan oleh kesenangan." Namun, wajahnya tetap tenang, menampilkan senyuman lembut seperti biasanya.
Dari arah lain, Ru Jian muncul dengan langkah santai. Ia baru saja keluar dari salah satu kotak dan langsung menyapa Xin Yue. "Selamat pagi, gadis baru. Bagaimana malam pertamamu di Ruoshang?"
Xin Yue menghela napas kecil, berjalan mendekat. "Tidak buruk," jawabnya singkat, meskipun wajahnya menunjukkan sedikit cemberut.
Ru Jian tertawa kecil. "Ayo, kita pergi melapor pada Madam Hua. Aku yakin dia akan puas dengan kinerjamu."
Keduanya berjalan bersama menuju ruangan Madam Hua. Saat mereka tiba, Madam Hua sudah menunggu dengan senyuman puas. "Xin Yue, tugas pertamamu berjalan baik. Aku mendengar Li Zheng cukup terkesan denganmu."
Namun, Ru Jian yang selalu peka, melihat wajah Xin Yue sedikit murung. "Hei, ada apa dengan wajah cemberut itu? Bukankah tugasmu berjalan lancar?"
Xin Yue mendesah, melipat tangan di depan dadanya. "Seharusnya aku bisa mendapatkan lebih banyak informasi dari bajingan tua itu. Tapi dia terlalu licin. Aku merasa tidak puas."
Ru Jian terdiam sejenak sebelum meledak dalam tawa keras. "Hahaha! Jadi itu masalahnya? Gadis ini benar-benar tidak sederhana!"
Madam Hua tersenyum tipis, matanya berkilat penuh minat. "Ah, harga dirimu terluka, ya? Baiklah, Xin Yue. Aku akan memberimu sedikit informasi tentang Li Zheng. Dia memang pria yang licik, tapi ada kelemahannya."
Madam Hua kemudian memberikan beberapa fakta menarik tentang Li Zheng, termasuk kebiasaannya yang terlalu percaya diri di tengah kekuasaan. Informasi ini membuat Xin Yue menyeringai kecil, wajahnya menampilkan senyum sarkastik.
"Pria modern dan pria kuno, mereka sama saja," pikirnya. "Penuh dengan kelemahan yang bisa dimanfaatkan."
Ru Jian, yang memperhatikan perubahan ekspresi Xin Yue, mengangkat alis. "Hei, senyuman itu membuatku merinding. Apa yang kau rencanakan sekarang, gadis kecil?"
Xin Yue hanya menggeleng pelan, kembali memasang ekspresi polos. "Tidak ada. Aku hanya berpikir bahwa aku harus lebih menyesuaikan diri dengan dunia ini. Hierarki kekuatan di sini lebih kuat daripada yang kubayangkan."
Ru Jian menatapnya dengan rasa ingin tahu. "Gadis ini... semakin aku mengenalnya, semakin aku merasa dia adalah campuran antara bunga lembut dan harimau ganas."
Madam Hua tersenyum, menyadari bahwa Xin Yue mulai memahami aturan permainan di Ruoshang. "Bagus, Xin Yue. Jika kau bisa memanfaatkan kelemahan orang seperti Li Zheng, kau akan melangkah jauh di tempat ini."
Xin Yue mengangguk pelan, pikirannya sudah sibuk menyusun rencana. Ia mungkin harus mengubah caranya menghadapi pria-pria seperti Li Zheng, tapi itu bukan masalah besar baginya. Toh, ia sudah terbiasa beradaptasi dengan situasi sulit.
"Baiklah, Ruoshang. Mari kita lihat seberapa jauh aku bisa melangkah," pikirnya sambil meninggalkan ruangan Madam Hua dengan langkah yang lebih percaya diri.
_ _ _
Di bawah sinar bulan yang dingin, seorang pria tampan dengan aura yang memancarkan kekuatan dan keagungan duduk di atas kudanya. Tubuhnya tegap, dibalut jubah militer hitam dengan hiasan bordir emas yang mencerminkan statusnya sebagai seorang Jenderal. Bahunya lebar, posturnya sempurna, dan setiap gerakannya memancarkan wibawa yang tak tertandingi.
Wajahnya seperti ukiran sempurna dari dewa perang—rahang tegas, hidung lurus, dan sepasang mata tajam yang berkilat seperti pedang terhunus. Tatapan matanya dingin, seolah mampu menembus jiwa siapa pun yang berani menatapnya terlalu lama. Rambut hitam legamnya diikat rapi di belakang kepala, menambah kesan disiplin dan keanggunannya sebagai seorang prajurit.
Di punggungnya tergantung pedang panjang yang telah menyaksikan banyak pertempuran. Pedang itu bukan sekadar senjata, melainkan simbol dari kekejaman dan kejayaan yang telah ia raih di medan perang. Yan Tianheng dikenal sebagai sosok yang tak mengenal belas kasihan. Di medan perang, ia adalah perwujudan kehancuran; di istana, ia adalah bayangan yang tak terjangkau.
Malam itu, ia kembali ke ibu kota tanpa seorang pun menyadari kedatangannya. Kuda hitam yang ia tunggangi melangkah pelan di jalanan yang sepi, seolah tahu betapa pentingnya menjaga kerahasiaan tuannya.
Yan Tianheng adalah pangeran kesembilan dari kekaisaran, satu-satunya pangeran yang meraih gelar Jenderal militer. Namun, di balik statusnya, ia adalah sosok yang dingin dan kejam. Tidak ada tempat untuk kelembutan dalam hatinya, dan tidak ada yang cukup berani untuk mendekatinya kecuali mereka yang ingin mati.
Di bawah permukaan yang dingin itu, tersembunyi pikiran tajam yang selalu mengatur langkahnya dengan cermat. Ia adalah seseorang yang selalu mengendalikan situasi, baik di medan perang maupun dalam permainan politik yang rumit.
Saat malam semakin larut, Yan Tianheng berhenti di depan sebuah bangunan besar yang penuh dengan lampu-lampu gemerlap. Ruoshang, tempat yang dikenal sebagai pusat hiburan dan informasi di ibu kota, berdiri megah di hadapannya. Tatapan dinginnya menatap bangunan itu dengan penuh minat, seolah menimbang-nimbang langkah berikutnya.
"Kekaisaran ini penuh dengan bayangan. Dan aku adalah yang paling gelap di antaranya," pikirnya sambil turun dari kudanya dengan langkah mantap, siap untuk menyelami dunia yang penuh intrik di balik gemerlap Ruoshang.
Sementara itu, di sudut lain, Xin Yue masih terlelap di atas ranjang kayu yang sederhana namun nyaman di kamarnya di Ruoshang. Setelah malam panjang yang penuh intrik dan tipu daya, tubuhnya yang lelah akhirnya menyerah pada kebutuhan untuk beristirahat. Wajahnya yang biasanya penuh perhitungan kini tampak tenang, hampir polos, seolah dunia yang penuh dengan intrik di luar sana tidak ada hubungannya dengannya.
Namun, takdir memiliki rencana lain.
Di luar sana, sosok Yan Tianheng, pangeran kesembilan yang dingin dan kejam, melangkah masuk ke Ruoshang dengan langkah yang tenang namun penuh wibawa. Dunia mereka, yang seharusnya tak pernah bersinggungan, perlahan-lahan ditarik ke dalam pusaran yang sama oleh benang takdir.
Xin Yue, yang masih terlelap dalam tidurnya, tidak menyadari bahwa pertemuan yang tak terduga ini akan mengubah hidupnya. Bukan hanya membuatnya lebih sibuk, tetapi juga membawa lebih banyak tantangan, rahasia, dan bahaya yang akan menguji kecerdikan serta ketangguhannya.
Dalam keheningan malam yang mulai tergantikan oleh awal pagi, roda nasib mulai bergerak. Dunia yang penuh dengan intrik ini akan segera menyaksikan pertemuan dua jiwa yang sama-sama cerdik namun berbeda tujuan—Xin Yue, pencuri ulung yang menyembunyikan kekuatannya di balik kelembutan, dan Yan Tianheng, pangeran yang dikenal sebagai dewa perang tanpa belas kasihan.
Dan pertemuan ini, meski tak disengaja, akan menjadi awal dari cerita yang lebih besar.