"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
"Siapa kamu? Ada perlu apa?" tanya Vivi sambil mendekati wanita itu.
Wanita itu hanya menatap Vivi. "Sekretaris baru?"
Reynan keluar dari ruangannya lalu merengkuh pinggang wanita itu. "Lena, kamu masuk saja."
"Dia sekretaris baru kamu?" tanya Lena karena Vivi belum menjawab pertanyaannya.
"Iya, teman adik aku." Kemudian Reynan mengajaknya masuk ke dalam ruangannya.
Vivi menggembungkan kedua pipinya lalu duduk di kursinya. "Siapa dia? Apa Kak Rey sudah punya pacar?"
Beberapa saat kemudian Farid datang. Dia tersenyum melihat Vivi. "Hai, kamu yang namanya Vivi?"
Vivi menatap seorang pria yang berdiri di depannya sambil memberikan satu paper bag untuknya. "Iya, siapa?"
"Aku Farid. Assistant pribadi Pak Rey." Farid mengulurkan tangannya mengajak Vivi bersalaman. Vivi hanya menyentuhnya sesaat. "Ini rok buat kamu sesuai pesanan Pak Rey. Pak Rey juga titip kamu agar aku mengajari kamu apa saja yang harus kamu kerjakan dan menjelaskan semua tentang perusahaan ini."
Beberapa saat kemudian Reynan keluar dengan Lena. "Kebetulan kamu sudah datang. Saya mau fitting baju sama Lena, kamu urus dia. Setelah makan siang nanti aku akan segera kembali karena ada meeting."
"Iya, Pak."
Mendengar kata fitting baju itu, seketika Vivi menatap Reynan. "Fitting baju buat apa, Pak?" tanya Vivi dengan polosnya.
"Buat pernikahan saya dan Lena," jawab Reynan.
Wanita yang di sebelah Reynan itu tersenyum menatap Vivi.
Vivi semakin kesal. Dia baru tahu jika Reynan akan menikah. Mengapa Raina tidak memberi tahu masalah ini. Kalau sudah begini, dia merasa malu jika terus mengejar Reynan. Apalagi Lena terlihat sudah dewasa dan sangat serasi dengan Reynan.
Setelah Reynan dan Lena berlalu, Vivi memukul meja dengan keras hingga membuat Farid terkejut. "Kenapa?"
"Kapan mereka akan menikah?" tanya Vivi.
"Dua minggu lagi."
"Ih, ngeselin banget!"
Farid tertawa melihat wajah Vivi yang menggemaskan saat kesal. "Aku dengar kamu temannya Raina ya? Jadi motivasi kamu menjadi sekretaris di sini untuk mendekati Pak Rey?" tanya Farid sambil menghidupkan layar komputer.
"Ya, memang iya. Siapa nama Kakak tadi?"
"Farid."
"Aku tidak tahu kalau Kak Rey sudah mau menikah. Jika sudah seperti ini, aku tidak mungkin mendekati Kak Rey lagi. Aku tidak mau jadi pelakor. Udah terlanjur masuk di perusahaan ini lagi. Ih, kesel." Vivi melipat tangannya dengan pipi yang masih menggembung.
Farid masih saja tertawa. Rasanya dia ingin mencubit pipi yang mirip dengan ikan buntal itu. "Tidak ada ruginya juga masuk di perusahaan ini. Ini perusahaan yang besar, kamu juga pasti akan dapat gaji besar dan kamu pasti juga bisa menyenangkan diri kamu sendiri dengan penghasilan kamu itu."
"Iya sih, Kak Farid benar juga. Tapi ngomong-ngomong kenapa staff di sini kebanyakan laki-laki?"
"Ya karena yang memberi nafkah kan suami, jadi Pak Rey itu lebih fokus menerima karyawan laki-laki yang telah berkeluarga agar keluarga mereka lebih sejahtera."
"Wah, idaman sekali. Kalau kayak gitu rasanya aku mau jadi selir saja."
Tertawa Farid semakin keras. "Kayak tidak ada laki-laki lain saja." Farid mulai membuka beberapa file yang berada di komputer dan menjelaskan apa saja yang harus Vivi kerjakan terlebih dahulu. "Itu jas Pak Rey yang kamu pakai?"
Seketika Vivi menatap jas yang masih melingkar di pinggangnya yang menutupi pahanya. "OMG! Kenapa aku duduki!" Kemudian Vivi berdiri. "Aduh, kusut! Nanti Pak Rey pasti marah." Vivi segera mengambil paper bag itu. "Toilet dimana?"
"Kamu pakai toilet di ruangan Pak Rey saja tidak apa-apa."
"Benar tidak apa-apa?" tanya Vivi memastikan.
"Iya, tidak apa-apa kalau Pak Rey tidak ada."
Vivi segera masuk ke dalam ruangan Reynan. Ruang direktur utama itu sangat luas, ada jendela lebar yang bisa memantau karyawannya. Di sudut ruangan itu juga ada sebuah ruangan kecil untuk beristirahat. Dia membuka ruangan itu dan berganti rok di sana.
Vivi melihat gantungan baju yang ada di sana, ada satu jas lagi dan beberapa kemeja di sana. Kemudian dia menggantung jas itu. "Semoga nanti setelah Kak Rey kembali, jasnya sudah licin."
Lalu Vivi menatap rok yang sudah dia pakai. Rok itu panjang, jauh di bawah lututnya. "Kalau kayak gini, aku harus kalem dan lembut." Vivi tertawa cekikikan sendiri lalu dia keluar dari ruangan itu. Dia masih penasaran dengan kursi kebesaran Reynan. Dia mendudukinya sebentar dan berkhayal jika dia menjadi bos di perusahaan itu.
"Enaknya jadi bos, tapi jadi istri Pak Bos pasti lebih enak." Lalu dia meraih bingkai foto. Terlihat Reynan yang sedang bersama Lena. "Ih, ngeselin banget. Moga aja mereka gak jadi berjodoh!" Lena meletakkan bingkai itu kasar hingga bingkai itu terjatuh dan pecah.
"Yah, kacanya pecah. Aduh, Kak Rey pasti marah ini. Aku jadi orang pecicilan banget sih." Vivi berjongkok dan memungut pecahan itu. Tapi ujung jarinya justru terkena serpihan kaca dan terluka. Darah yang keluar dari jarinya menetes di atas foto Reynan.
"Ini bukan adegan dalam film kan? Kenapa perasaanku tiba-tiba tidak enak ya?"
"Vivi, kamu lama sekali?" tanya Farid, dia akhirnya menyusul Vivi ke dalam. "Vivi kenapa?" Farid ikut berjongkok dan melihat apa yang dilakukan Vivi.
"Kak Farid, aku memecahkan ini. Pasti Pak Rey marahin aku," kata Vivi dengan wajah mewek yang menggemaskan.
Farid berusaha menahan tawanya melihat Vivi. "Tidak apa-apa. Pak Rey bisa beli bingkai sampai satu truk. Jari kamu luka, kamu plester dulu. Ada di laci meja kerja kamu. Biar aku yang membereskan ini."
"Makasih ya, Kak." Kemudian Vivi berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia mengambil plester luka yang ada di lacinya. Dia memasang plester itu sambil duduk dan memikirkan sumpah yang tidak sengaja dia ucapkan barusan.
"Kenapa aku nyumpahin mereka tidak berjodoh, dan seolah Tuhan meridhoinya. Perasaanku jadi gak enak gini gara-gara kejadian barusan." Kemudian Vivi melihat layar komputernya. Ada file yang telah terbuka.
"Vivi kamu print itu ya. Kamu cek lagi apa ada yang salah atau tidak. Itu proposal kerjasama sebagai bahan meeting nanti siang, segera kamu selesaikan ya," kata Farid sambil berlalu.
"Baik, Kak." Vivi berusaha konsentrasi dengan pekerjaannya meski sesekali dia masih memikirkan Reynan.
💞💞💞
Like dan komen ya...
bersyukur dpt suami yg bucin
slah htor