Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Menyamarkan
Seorang pria tua bertubuh besar tengah merawat tanaman bonsainya. Perhatiannya sedikit teralihkan saat sudut matanya menangkap sosok asisten kepercayaannya mendekat padanya.
"Bagaimana?"
"Kemarin Mas Vino baru saja tiba di Bali, Pak. Sebelumnya beliau mengantar wisatawan berlibur ke Kuala Lumpur dan juga Singapura."
"Anak itu. Di saat ada tanggung jawab yang harus dia emban, dia malah kerja gak jelas kayak gitu," cibir pria tua itu.
"Saya membawa foto-foto ini." Pria itu memberikan foto-foto itu padanya. Kening pria tua itu mengerut, "siapa dia?"
"Dia adalah putri dari Bara Gideon, pemilik Firma Hukum Bara and Partners. Dia juga teman satu SMA dari Mas Vino, Pak. Sepertinya mereka tak sengaja bertemu di sana."
Pria tua itu terkekeh senang, "akhirnya aku menemukan cara gimana supaya Vino pulang. Ilham, hubungi Bara Gideon. Bilang padanya aku ingin bertemu."
Di sisi lain, Renata tengah membuat makan siang. Ia menatap ke arah jam dinding dengan resah.
"Bun, kenapa Ayah belum pulang aja? Katanya bakal pulang hari ini?" keluh Nathan seraya duduk di meja makan.
"Sabar ya. Kayaknya ayah lagi di jalan, kok. Bentar lagi pasti nyampe." Renata menenangkan.
"Ayah sekarang ngeselin. Selalu aja sibuk kerja. Nathan lebih suka ayah yang dulu. Yang sebelum naik jabatan."
Sebelum Renata menyahut, pintu apartemen mereka terbuka. Muncullah Gavin dengan koper dan dua buah paperbag di tangannya.
"Ayah!" Segera Nathan berlari ke arah sang ayah dan Gavin pun membawa Nathan ke dalam pelukannya dan menggendongnya.
"Apa kabar jagoan Ayah?" tanya Gavin mencium pipi sang putra semata wayang.
"Baik. Tapi Nathan bete. Ayah perginya lama banget sih," gerutu Nathan dengan wajah yang cemberut.
"Maaf ya, Nak. Ayah sibuk banget. Kerjaan Ayah banyak banget. Tapi lihat Ayah bawa apa." Gavin menurunkan Nathan dan menyerahkan paper bag yang dibawanya.
"Wah mobil kontrol baru! Makasih, Yah!" Nathan pun segera membawanya ke kamar dan memainkannya.
Gavin tersenyum menatap sang istri. Ia sangat rindu pada istrinya itu. "Hey, gak kangen?" tanyanya seraya merentangkan tangannya.
Renata tersenyum tipis dan kemudian menghampiri sang suami. Ia pun masuk ke dalam pelukan Gavin. Rasa bersalah memenuhi setiap sudut hatinya.
"Bun, kenapa kayak yang lesu gitu?" tanya Gavin menatap wajah sang istri. "Kita lama loh gak ketemu."
"Gak apa-apa. Cuma bete aja Ayah perginya lama banget," ujar Renata men-copas kata-kata Nathan.
Gavin tersenyum gemas. "Jadi Bunda kangen nih sama Ayah?"
"Iyalah. Masih nanya," jawab Renata dengan bibir yang ia majukan sedikit.
Gavin mengecup gemas bibir sang istri. "Biar gak bete lagi, Ayah juga bawa hadiah buat Bunda." Ia memberikan paperbag kecil kepada Renata. "Coba buka."
Renata membukanya dan melihat sebuah kotak degan logo dan tulisan sebuah merk jam tangan terkenal. "Ayah, ini mahal loh."
Gavin membantu Renata membuka kotak itu dan nampaklah sepasang jam tangan.
Sebelum ia pulang ke apartemen, Gavin pergi ke toko jam di sebuah mall. Ia menemukan ternyata jam yang Marsha berikan adalah jam yang memiliki pasangan. Tanpa pikir panjang, Gavin membeli satu dari jam pasangan itu. Ia membelinya agar ia bisa memakai jam dari Marsha tanpa Renata curigai.
"Ayah 'kan baru dapet bonus. Jadi nyenengin istri sama anak gak apa-apa, dong," dusta Gavin.
Renata menatap wajah sang suami dengan rasa bersalah yang semakin besar.
"Bunda kenapa? Gak suka sama jamnya?" tanya Gavin heran karena wajah Renata yang malah terlihat sedih.
Renata menggeleng. "Makasih ya, Ayah. Ayah udah selalu mikirin Bunda sama Nathan." Dipeluknya sang suami seraya meminta maaf dalam hati.
"Iya dong. Ayah kerja 'kan buat istri sama anak tercinta."
Kemudian malam harinya, setelah Nathan tidur, Gavin mendekap sang istri yang membaringkan tubuhnya di sampingnya. Tanpa menunggu Gavin mencium bibir Renata. Ia ingin menyentuh sang istri setelah sekian lama tak melakukannya.
Sentuhan demi sentuhan Gavin, Renata rasakan di area sensitifnya. Namun Renata sungguh tak mengerti. Tanpa sadar ia malah membayangkan wajah Vino. Berulang kali ia menghapus sosok itu dari benaknya dan berkonsentrasi pada apa yang sedang ia lakukan bersama dengan sang suami.
Sekali lagi Renata gagal. Bahkan saat Gavin sudah mencapai pelepasannya, Renata merasa aktivitasnya dengan Gavin ini terasa begitu hambar. Padahal mereka cukup lama tak melakukannya.
"Bun, belum keluar ya?" tanya Gavin merasa bersalah.
"Udah kok," dusta Renata tak ingin Gavin kecewa. "Sekarang kita tidur ya. Ayah harus istirahat besok kita 'kan mau ajakin Nathan jalan-jalan."
Gavin mengangguk dan kemudian memeluk sang istri. Tak lama mereka pun terlelap.
Keesokan harinya mereka sudah berada di mobil dan bersiap pergi ke tempat wisata yang ingin Nathan kunjungi. Saat baru akan melaju, Vino muncul mendekat pada motor besarnya yang terparkir di garasinya yang terletak bersebelahan dengan garasi milik Gavin di basement itu.
"Eh, Mas Gavin, udah pulang?" sapa Vino.
Renata gugup sendiri tiba-tiba Vino menyapa suaminya.
"Iya Vin, kemarin baru nyampe."
"Sibuk banget kayaknya ya, Mas. Eh kemarin-kemarin gua juga ke Singapura loh, Mas, biasa nganter wisatawan. Nginep di hotel mana?" tanya Vino enteng, sambil memakai helm full face nya.
Ekspresi Gavin langsung sedikit tegang. Vino bisa melihatnya dengan sangat jelas. Namun ia kembali menguasai dirinya.
"Di Logan Ritz Singapura," jujur Gavin.
"Wah, sama dong. Gua juga nginep di sana loh Mas."
"O-oh ya?" Wajah Gavin seketika pucat.
"Padahal kalau tahu Mas Gavin di Logan Ritz juga, kita ketemuan ya, Mas."
Gavin terkekeh untuk menyembunyikan gugupnya. "Iya juga, ya."
"Tapi ada yang aneh loh. Gua kan sempet lihat temen SMA gua di sana. Namanya Marsha, dia lagi bareng cowoknya. Sekilas gua lihat cowoknya Marsha mirip sama Mas Gavin. Sampai kaget banget gua kirain itu lu, Mas. "
Seketika wajah Gavin semakin pucat. Apalagi mendengar kenyataan bahwa Marsha dan Vino saling mengenal.
"Apa?" Renata nimbrung. "Cowok temen kamu mirip sama Gavin?"
"Iya, Mbak. Tapi gak tahu deh, kayaknya aku salah lihat juga. Soalnya aku lihatnya dari belakang terus sekilas juga."
"Maksud kamu apa sih, Vino?" tegur Renata. "Kata-kata kamu bisa bikin salah paham."
"Maaf, Mbak. Aku gak maksud kayak gitu. Cuma sekedar ngobrol aja. Basa-basi sama tetangga. Ya udah, duluan ya."
Vino pun pergi bersama motornya, meninggalkan Gavin yang jantungnya masih berdebar kencang dan benak yang sibuk meredakan panik yang dirasakannya. Ia begitu gelisah. Gavin cukup yakin Vino benar-benar melihatnya bersama Marsha di Singapura. Namun Gavin bimbang, apakah Vino benar salah lihat atau sengaja menyamarkannya?
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞