Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
...*...
Ciiiiittt
Fika langsung mengerem motor yang dikendarainya secara mendadak di pinggir jalan, membuat Kamila terkejut dan bertanya,
"Ada apa, Fika? Kenapa berhenti di sini?" tanya Kamila bingung. Dia segera turun dari atas motor.
Fika tidak menjawab, ia justru ikut turun, lantas menstandarkan motornya, lalu berdiri menghadap ke arah Kamila dengan wajah serius.
"Apa yang Fika dengar tadi, tidak salah kan, Kak? Be-benarkah Kak Milky sedang hamil?"
"Iya," jawab Kamila singkat.
Fika mengerjapkan matanya seakan tidak percaya. "Be-benarkah a-yah dari ba-bayi itu Z-Zando Arrayyan, Kak?"
"Hemmm." Kamila mengangguk
Fika terkesiap mendengarnya, ia membulatkan mata dan mulutnya bersamaan. Sesaat kemudian, secara tak terduga Fika memeluk Kamila. Gadis belia itu menangis tergugu, seraya membenamkan wajahnya pada ceruk leher kakak angkatnya. Untung sore itu sepi, sehingga mereka tidak menjadi tontonan pengendara lain yang kebetulan melintas.
Kamila mengusap lembut punggung Fika. Dia tidak kuasa menahan haru. Netranya pun penuh dengan cairan bening yang siap berlinang. Namun Kamila berusaha untuk mengontrol emosinya.
Keduanya melerai pelukan. Fika menatap Kamila dengan nanar lalu berkata, "Pasti sulit menjadi Kak Milky, Fika siap menjadi aunty siaga, dan menjadi garda terdepan, jika ada yang menyakiti Kakak."
Kali ini gantian Kamila yang secara reflek merengkuh gadis belia itu ke dalam pelukannya. Dia tidak bisa mendefinisikan apa yang dirasakannya saat ini. Bahagia dan sedih bercampur menjadi satu mengaduk perasaannya.
Kamila sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Entah kebaikan apa yang ia lakukan sebelumnya, sehingga bertemu dengan mereka. Ibu Rahayu yang menerima dan menyayanginya layaknya anak sendiri, juga keluarga Fika yang sudah seperti keluarganya pula.
Kamila mengusap pipinya kasar, lalu melepas pelukan. Dihapusnya airmata yang membasahi pipi adik angkatnya itu menggunakan jemari tangannya.
"Terimakasih, sudah menjadi adik yang baik buat kakak." Ia mengusap airmatanya sendiri yang berlinang. Lalu memegang kedua bahu Fika sembari berkata,
"Terimakasih, sudah mau menerima kakak layaknya keluarga, seperti yang kakak rindukan selama ini."
Kamila melepas pegangan tangannya lantas tertunduk. Ia mengelus perutnya yang masih nampak rata itu sambil tersenyum.
"Malam itu ...." Kamila menceritakan semuanya pada Fika. Sudah kepalang tanggung jadi dia memilih untuk jujur. Terserah Fika akan menilai dirinya seperti apa. Toh semua sudah terjadi, menyesalinya pun tidak akan membalikkan keadaan. Yang ingin dia lakukan hanyalah berdamai dengan masa lalu, dan mencoba menyongsong masa depan bersama buah hatinya.
Fika mendengarkan dengan serius tanpa sekalipun menyela. Setelah selesai Kamila bercerita, baru kemudian gadis itu berkomentar,
"Kalau menurut Fika, kalian tidak bersalah, tapi entahlah kalau menurut orang lain. Apapun itu tidak penting, karena Fika akan selalu ada buat Kak Milky. Jadi Kakak tidak perlu khawatir, oke! Fighting ....!!!" Fika mengepalkan kedua tangannya lalu mengangkatnya ke atas.
Kamila menerbitkan senyumnya, melihat polah tingkah adik angkatnya itu. Dia sangat bersyukur dipertemukan dengan gadis belia itu yang membuat hidupnya menjadi lebih berwarna.
Fika gadis yang ceria, ceplas ceplos bicaranya dan selalu bertingkah random, berbanding terbalik dengan Kamila yang sedikit pendiam dan kalem.
"Ya sudah, kita pulang, yuk! Nanti orang rumah khawatir, karena kita terlalu lama."
"Oke ... siap, Kak!"
"Lap dulu itu mukanya, nih!" Kamila menyodorkan tissu yang diambil dari dalam tasnya kepada Fika.
"Makasih, Kakak juga, iiih...!" Keduanya lantas tertawa bersama. Fika lalu mengambil tissu dan mengelap mukanya, pun demikian dengan Kamila.
Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah. Tak lupa membeli bakso pesanan ibunya Fika ketika melewati warung bakso langganan mereka.
.......
.......
.......
.......
.......
Di tempat berbeda
Zando berdiri diam di balkon kamarnya. Kedua tangannya bertumpu pada pagar pembatas, dan pandangannya mengarah ke depan. Akan tetapi antara penglihatan dan pemikiran sangatlah tidak sejalan.
Mungkin netranya menatap ke depan, tapi tidak dengan pikirannya. Zando terus kepikiran perkataan Adzana kakaknya, tentang kemungkinan Kamila hamil.
"Bagaimana jika Kamila benar-benar hamil? Anakku lahir nanti tanpa ayah. Lalu bagaimana Kamila menghadapi semua ini sendirian?" Zando meraup mukanya lantas mengacak kasar rambutnya bagian belakang kepala.
"Di mana aku harus mencarimu, Mila? Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa aku tidak menikahimu dari dulu?" Zando benar-benar gusar saat ini.
"Ya Allah, pertemukan kami kembali, dan satukan lah kami. Lindungilah Kamila dan bayi kami di manapun berada. Semoga mereka dikelilingi oleh orang-orang yang baik, aamiin."
"Aamiin." Papa Daniel dan Mama Zeya ikut meng-aminkan.
Zando membalikkan badan, dan langsung melebarkan matanya begitu melihat kehadiran kedua orangtuanya.
"Papa, Mama ...! Sejak kapan ada di sini?"
"Sejak tadi." Keduanya menjawab kompak.
Zando tersenyum meringis sambil menggaruk pelipisnya. Jujur dia sangat malu, apalagi sampai ketahuan orangtuanya kalau dia sedang galau.
"Galau boleh, Bang! Tapi jangan terus meratapi apa yang sudah terjadi. Lebih baik Abang melakukan sesuatu agar tidak terus kepikiran dengan gadis itu," cetus Papa Daniel.
"Benar kata Papa, Abang bisa berkarya dengan menulis lagu mungkin. Bisa Abang curahkan kegalauan Abang lewat lirik lagu. Iya kan, Pa?"
"Nah, iya. Abang bisa tuh, buat lagu tentang kerinduan pada seseorang. Jadikan setiap moment untuk sesuatu yang lebih bermakna. Papa yakin, Abang pasti bisa."
"Fighting...!" Mama Zeya mengepalkan kedua tangannya, memberi semangat pada putranya.
"Oh ya, Bang. Kenapa Abang tidak mendirikan agensi sendiri saja? Dengan begitu Abang tidak disetir oleh orang lain," cetus Mama Zeya.
"Wah, ide bagus itu, Ma! Papa setuju! Abang memang butuh terobosan baru. Ini tentu tidak mudah tapi tidak ada salahnya memulai sesuatu yang baru," sahut Papa Daniel.
"Apa Abang bisa, Ma ...Pa?" tanya Zando pesimis.
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, asal kita mau mencoba dan berani melangkah untuk sesuatu hal yang lebih baik," ucap Papa Daniel.
"Abang bisa berkolaborasi dengan Kakak, atau minta ilmu dari kakek tentang tata cara mendirikan sebuah perusahaan." usul Mama Zeya.
"Pikirkanlah ... tidak usah terburu- buru. Belajarlah terlebih dahulu!" ujar Papa Daniel.
"Yuk, Ma! Kita keluar dari sini. Biarkan Abang berpikir," ajak Papa Daniel pada sang istri.
Mama Zeya mengangguk, lantas pasangan suami istri itu meninggalkan balkon kamar Zando.
Sekarang tinggallah Zando sendirian, dia lalu masuk ke dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan netranya menerawang memandangi langi-langit kamar, sambil merenungkan semua ucapan orangtuanya.
"Mungkin memang benar yang dikatakan oleh Mama dan Papa. Dengan aku memiliki agensi sendiri, aku bisa lebih fokus berkarier tanpa mendapat tekanan dari pihak lain."
Zando lalu memejamkan matanya, seketika bayangan Kamila berkelebat.
"Mila... aku rindu kamu, Mil! Senyum manismu, mata teduhmu yang selalu membuatku ingin selalu menyelami keindahannya. Serta tutur kata lembutmu yang membuatku merasa tenang. Aku merindukan semuanya." Zando membuka matanya perlahan.
"Di mana kamu, Mila? Aku berharap Tuhan akan mempertemukan kita kembali. Semoga kamu adalah jodoh yang disiapkan Tuhan untukku, aamiin."
Zando kemudian terdiam, meski hati dan pikirannya berisik.
"Kamu tahu, Mila. Di sini aku seperti orang gila yang mencarimu tanpa lelah, dan merindukanmu sendirian. Aku seperti merindukan jodohku yang belum ketahuan hilalnya." Tiba-tiba Zando bangkit dari rebahnya.
"Tunggu-tunggu!" Zando mengetuk dagunya seakan memikirkan sesuatu.
"Benar kata Papa. Kenapa tidak aku buat lagu saja, tentang kisahku yang merindukan Kamila? Dengan begitu aku bisa menyampaikan isi hatiku lewat lirik lagu."
"Yes ... merindu jodoh."
"Ya, aku rasa itu sangat cocok untuk menggambarkan perasaanku yang sangat merindukan Kamila, aku merindukan jodohku."
...*...
.......
.......
.......
.......
.......
absen saja..😁😁
jederrr... Ikhsan menjatuhkan minunan dan makanan yg berada di tangannya.. syok berat🤣🤣🤣
.. aahhh... lama lama aku demo beneran ini/Scream//Scream/