NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:319
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#7

Rumah Pak Nabil, mertua Ustadz Pahlevi terletak sekitar kurang lebih dua ratus meter dari jalan raya.Bangunan rumah kecil itu hanya terlihat separuh dari jalan raya. Separuhnya lagi terhalang bangunan besar milik Baznas, tempat mertuanya juga bekerja sebagai staf Tata Usaha. Jalan menuju rumah itu hanya bisa dilewati kendaraan roda dua saja.

Ustadz Pahlevi mematikan sepeda motornya ketika sampai di depan jalan masuk. Dia melirik ke arah jam tangannya. Sebentar lagi isya. Mertua laki-lakinya biasa pergi ke masjid untuk shalat berjamaah setelah mengajar Al-qur'an. Dia masih belum bisa memutuskan antara langsung masuk dan bertemu mertuanya itu, atau tetap di depan jalan masuk yang juga akan dilewati mertuanya lewat ke masjid. Dia merasa belum siap jika harus bertemu mertuanya secepat itu. Dia ingin berbicara empat mata dulu dengan Zulaikha. Jika kondisinya sudah baik dan Zulaikha telah memaafkannya, tentu bebannya akan berkurang.

Ustadz Pahlevi mendesah pendek. Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk menuntun sepeda motornya ke arah rerimbunan pohon-pohon kecil di depan gerbang kantor Baznaz.

Ustadz Pahlevi meraih satu batang rokok kretek dan pemantik api dari saku bajunya. Dia kemudian menyulut rokoknya. Angin yang bertiup segera menghempas asap rokok yang keluar dari mulutnya. Suara kendaraan yang mondar-mandir di jalan terdengar membisingkan telinga.

Ustadz Pahlevi memandang ke sekelilingnya. Ia tersenyum kecil. Duduk sendiri dengan sebatang rokok di tempat itu,mengingatkannya kembali ke masa-masa saat pacaran dengan Zulaikha. Dia masih ingat saat hatinya sudah tidak sabaran ingin bertemu dengan Zulaikha hingga ia harus datang ke rumah Zulaikha setelah selesai shalat maghrib. Padahal, dia harus menunggu sampai kumandang azan isya selesai. Dia harus menunggu lama di tempat itu sebelum akhirnya Zulaikha menelponnya untuk masuk. Mengingat masa-masa percintaannya dengan Zulaikha membuat rasa kecewa dan marah di dalam hatinya perlahan menghilang. Dia mulai memaafkan Zulaikha yang pergi tanpa ijin. Dalam berumah tangga pasti ada masalah-masalah yang harus dihadapi dengan kepala dingin. Jika setiap masalah ditanggapi dengan serius, sebuah rumah tangga hanya akan bertahan seumur jagung, bahkan lebih singkat dari itu. Tapi ia berharap ke depannya, Zulaikha akan menyadari bahwa bepergian atau keluar rumah tanpa ijin suami adalah dosa. Dia juga pun harus mawas diri. Masalah yang terjadi memang karna beban yang ikut ditanggung Zulaikha. Penghasilan yang kecil dengan beban utang yang menggunung, mau tidak mau membuat Zulaikha stres dan mudah marah. Ia harus mencari pekerjaan lain selain mengabdi di pondok.

Ustadz Pahlevi menghela nafas panjang. Jika sudah berbicara terkait pekerjaan, pikirannya mulai buntu. Ia belum bisa memikirkan pekerjaan lain selain mengajar. Satu-satunya jalan adalah mencari sekolah negeri yang mungkin lebih menjamin penghidupannya. Tapi lagi-lagi itu akan membuatnya pergi meninggalkan pesantren. Pergi meninggalkan pesan dari Almarhum Gurunya. Guru yang telah memberinya banyak ilmu hingga ia bisa seperti itu.

Azan isya terdengar berkumandang. Ustadz Pahlevi terbangun dari lamunannya. Ia segera menyembunyikan tubuhnya di balik batang pohon ketika sosok laki-laki paruh baya keluar dari arah samping. Mertuanya benar-benar istiqomah dengan waktu. Dari dulu hingga ia menikah dengan Zulaikha ia tetap seperti itu. Tak pernah tak menghabiskan waktu shalatnya dengan berjamaah di masjid.

Ustadz Pahlevi bangkit. Ia meraih HP di saku bajunya. Sebelum masuk, ia ingin mengirim sms buat Zulaikha. Dia berharap, mudah-mudahan saja Zulaikha mau membalasnya.

Ustadz Pahlevi menunggu resah balasan dari Zulaikha sambil memperhatikan kendaran-kendaraan yang melintas di depannya. Musik tanda sms masuk terdengar. Jantung Ustadz Pahlevi berdegup. Ustadz Pahlevi tersenyum.

"Alhamdulillah," desahnya. Akhirnya Zulaikha meresponnya walaupun jawabannya begitu singkat. Dan ketika ia memberitahukannya lagi bahwa ia sekarang ada di luar, Zulaikha pun membalasnya dengan menyuruhnya masuk.

Ustadz Pahlevi tersenyum riang dan segera memasukkan kembali handphonenya ke dalam saku bajunya. Setelah itu ia menaiki sepeda motornya, menyalakannya dan segera mengarahkannya masuk ke dalam gang.

*****

"Fahira, Aku pinjam paket bahasa arabnya ya. Punyaku ketinggalan di rumah saat liburan," kata Amelia sesaat setelah turun dari mushalla.

"Boleh, sekalian makan bareng di ruanganku ya. Kebetulan tadi pagi kak Rahma datang menjengukku. Dia bawa krupuk belut dan kepiting muda kesukaanmu," kata Fahira Hidayati.

"Nyam,nyam, nyam..." Amelia mempermainkan mulutnya. Mendengar dua cemilan kesukaannya disebut, ia buru-buru mempercepat langkahnya, meniggalkan Fahira Hidayati di belakangnya. Melihat itu, Fahira Hidayati hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Erin, ajak teman-teman kita makan di dalam kamar ya. Ada krupuk enak yang mau aku bagikan. Tapi diam-diam ya. Hanya teman satu kamar saja. Soalnya stok terbatas," kata Fahira Hidayati setengah berbisik kepada orang yang dipanggilnya Erin, saat keduanya berpapasan di teras asrama. Erin tersenyum menganggukkan kepala.

Setelah semua teman satu ruangnya berkumpul, Fahira Hidayati mulai mengeluarkan satu persatu krupuk belut dan kepiting dari dalam plastik berwarna hitam.

'Assalamualaikum." Ucapan salam terdengar dari luar kamar. Tak beberapa lama kemudian, Amelia muncul sambil tersenyum membawa makanannya.

"Loh, katanya gak boleh ada orang asing selain teman kamar kita yang boleh masuk. Jatah kerupuk kita kurang dong," canda Erin saat melihat Amelia masuk ke dalam ruangan. Ia tahu, Amelia adalah teman dekat Fahira Hidayati. Sudah pasti Amelia termasuk pengecualian.

"Enak aja. Tahu enggak, kerupuk ini sudah aku pesan sebulan yang lalu sama kak Rahma. Seharusnya aku yang protes sama Farida karna telah membagi jatahku," jawab Amelia.

"Sudah, sudah. Gak usah ribut. satu, dua, tiga....," kata Fahira Hidayati sambil menghitung kerupuk yang ada di dalam plastik ukuran besar.

"Insya Allah, kerupuknya bisa kita bagi sama-sama sepuluh. Tapi karna sambelnya cuma satu kotak, jadi yang mau nanti bisa minta ke aku," sambung Fahira Hidayati dan langsung di jawab dengan tepuk tangan dari mereka.

Setelah berdoa bersama, merekapun langsung membuka makanan masing-masing dan mulai menyantapnya.

"Alhamdulillah, ini makan malam yang paling nikmat dalam hidupku. Ayo, bagi yang gak suka kerupuknya, biar aku bawa pulang," kata Amelia setelah menghabiskan satu gelas minumannya.

"Enak saja," jawab teman-temannya serempak sambil menyembunyikan kerupuk masing-masing yang masih tersisa.

"Oh ya, Mel. Kalau jadi pinjam buku paketnya, ambil saja di lemari ya. Aku mau cuci peralatan makan dulu," kata Fahira Hidayati sembari membersihkan sisa-sisa makanan di atas lantai. Amelia yang masih asik menghabiskan sisa kerupuk di tangannya hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Amelia buru-buru membersikan tangan dan mulut dengan tisu. Ada sesuatu yang tiba-tiba diingatnya. Tulisan pegon di salah satu buku catatan milik Fahira Hidayati. Kesempatan sekali Fahira Hidayati keluar dan membebaskannya mengambil buku paket yang akan dipinjamnya di lemari. Teman-temannya yang lain juga sudah keluar membersihkan peralatan makan masing-masing.

Amelia segera bangkit dan menuju ke lemari milik Fahira Hidayati. Buku paket bahasa arab sudah ada di tangannya. Tinggal membuka satu persatu buku catatan yang begitu banyak dengan warna yang sama. Dia harus cepat sebelum Fahira Hidayati atau yang lain masuk ke kamarnya.

Amelia menghela nafas panjang. Buku itu akhirnya ia temukan juga. Ia segera memasukkannya ke dalam lembaran buku paket. Setelah menutup lemari, ia segera bergegas keluar kamar.

"Sudah ketemu bukunya, Mel," kata Fahira Hidayati setengah berteriak. Dia sepertinya baru saja selesai membersihkan peralatan makannya dan menuju ke kamarnya. Amelia mengangkat buku paket di tangannya dan memeperlihatkannya kepada Fahira Hidayati.

"Aku ke kamar dulu, ya. besok pagi aku kembalikan," kata Amelia. Fahira Hidayati tersenyum. Amelia segera membalikkan badannya dan pergi menuju kamarnya.

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!