Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Dua puluh menit sudah berlalu, Lara menyodorkan kertas berisi soal yang sudah dia kerjakan pada Pak Agung.
"Saya sudah selesai."
Saat itu Juga Alena ternganga.
Bagaimana tidak, soal yang menjadi tes itu sangat sulit Alena bahkan pernah hampir menyerah.
Alena masih berusaha berpikir bahwa Lara menyerah karena tidak mampu mengerjakan soal tersebut,Alena jadi sedikit lega meskipun pemikirannya belum tentu benar.
"Kak, gak masalah kalau kakak menyerah, aku paham soalnya sangat sulit." Alena mencoba memberi pengertian pada Lara.
"Lo lagi-lagi meremehkan gue."
Pak Agung tak ingin mencampuri perdebatan dua kakak beradik itu. Pak Agung melirik Lara sekilas, murid barunya ini sangat angkuh dan pak Agung akan mematahkan keangkuhan Lara.
Lara sangat berbeda dengan Alena. Alena adalah gadis cantik, kecantikannya bak melati putih. Sikap Alena yang sopan, ceria, dan periang, serta rapuh membuat orang-orang menyukai dan ingin melindungi Alena.
Sedangkan Lara, harus pak Agung akui jika Lara sangat cantik. kecantikannya bak mawar merah, menusuk. Aura Lara yang memancarkan aura bangsawan, langkahnya mantap, tatapannya tajam, dan penuh percaya diri. Sayangnya, Lara sangat congkak begitulah pemikiran pak Agung setelah mengamati interaksi Lara dengan Alena.
Pak Agung yakin Lara hanya menjawab asal asalan karena soal itu sangat sulit tak mungkin Lara dapat menyelesaikannya sesingkat ini.
"Kak jangan main main dong."
Lara hanya diam, gadis tak menggubris perkataan Alena. Ia menatap lurus pada pak Agung yang tengah mencocokan hasil jawaban Lara dengan kunci jawaban miliknya.
Pak Agung menatap Lara kemudian menatap kembali pada kertas di tangannya hal itu ia lakukan berulang-ulang membuat Alena khawatir.
Alena ingin bertanya tapi ia mengurungkan niatnya saat bibir pak Agung melengkung ke atas.
"Luar biasa, kamu mendapat skor penuh hanya dengan waktu singkat." Wajah Pak Agung sangat cerah ia mendapat murid jenius. Meskipun Lara adalah gadis angkuh tapi memang harus ia akui keturunan Revelton tak pernah mengecewakan.
Alena terpaku, gadis itu menggelengkan kepalanya kuat untuk kembali menyadarkan diri Alena. " Tapi bagaimana mungkin? Apa gak ada hal ganjal pak? CCTV, ya kita bisa cek CCTV ruangan ini."
"Adikku tersayang kenapa malah menuduhku curang?" Lara ingin sekali tertawa, Alena sepertinya tengah melawak. Dia sendiri menyaksikan Lara menjawab soal lalu menuduh Lara curang.
Alena gelagapan ia tak bisa menjawab pertanyaan Lara padahal Alena sudah tahu Lara tak butuh jawaban darinya.
"k kak m Mak sudku a ak-"
"Cukup gue muak bicara sama manusia gagap." Lara kemudian melirik Alena dan pak Agung secara bergantian Lara segera beranjak dari posisinya. "Saya permisi."
~-----~
"Kenalin nama gue Clara Florencia Halbert. Terserah mau di panggil apa."
Lara memperkenalkan dirinya di depan kelas. Datar mungkin itu cocok untuk perkenalan Lara hari ini, ia sama sekali tak tersenyum apalagi menyapa teman-teman di kelas barunya.
Satu lagi Lara memperkenalkan diri dengan nama belakang ibunya. Bukan tanpa alasan, Lara tidak sudi menggunakan nama belakang yang sama dengan Ravindra apalagi ia satu kelas dengan Alena.
"Sudah? Ada yang ingin kalian tanyakan pada teman baru kalian?"
Seorang siswi mengangkat tangannya.
"Maaf, bukannya lo saudara Alena? Tapi kenapa nama belakang lo sama dengan Laura?"
Pertanyaan gadis itu berhasil membuat kelas seketika ricuh. Anak anak di kelas tersebut mulai saling berbisik dengan teman sebangkunya. Bahkan Rey baru menyadari hal itu ketika Vania bertanya pada Lara.
"Halbert adalah nama belakang ibu gue, kalo tentang yang lainnya gue gak tau." Setelah menjawab pertanyaan Lara berjalan menuju kursi belakang paling pojok karena hanya itu yang tersisa.
"Baiklah, hari ini kita akan ulangan kimia seperti janji saya Minggu kemarin."
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya