Vanila Fedora, gadis berusia 27 tahun itu tiba-tiba di culik oleh kedua orang tuanya yang dulu sudah menelantarkan dirinya. Wanita itu dipaksa menikah dengan mantan suami kakaknya demi anak kecil yang bernama Baby Fiona Barnett. Vanila juga di paksa oleh Calvin Barnett pria yang akan menjadi suaminya untuk melahirkan seorang putra yang akan menjadi penerus keluarga Barnett. Seperti apa kehidupan rumah tangga Vanila dan Calvin ? Yuk kepoin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitryas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - Membatasi diri.
Calvin menatap wajah Vanila yang cantik, bibirnya tanpa sadar mendekat. Ia pun mengangkat tangannya dan menyelipkan jemarinya di antara rambut-rambut hitam milik Vanila.
Ia pun menarik tengkuk wanita itu dan menempelkan bibirnya di bibir Vanila.
“Tuan, maaf ini salahku—“ tiba-tiba terdengar suara Erwin dari arah pintu dengan cepat Calvin pun mentoyor kening Vanila hingga membuat wanita itu terjatuh.
Baby tidak ikut terjatuh karena masih berpegangan erat di tubuh Daddynya.
“Aaw!! $&$@@$’€£¥%#” Vanila mengumpat dengan kata-kata kasarnya namun tidak terdengar jelas karena Vanila menahan suaranya agar tidak terdengar oleh Baby.
Baby, Erwin dan Calvin juga menatap ke arah Vanila yang sedang menenggelamkan wajahnya di atas bantal sambil meremat sprei ranjang itu.
“Mommy kenapa?” Tanya Baby bingung karena melihat Mommy nya yang tiba-tiba melepaskan pelukannya dan berguling lalu menutup wajahnya di atas bantal.
Vanila pun mengangkat wajahnya menatap ke arah Erwin karena tidak berani menatap ke arah Calvin, ia pun menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kaku ke arah Erwin yang nampak bingung.
“Mom baik-baik saja sayang.” Jawabnya, lalu tiba-tiba ponsel di saku celananya bergetar. “Ah ada telpon, Mom angkat telpon dulu.” Ucap Vanila masih tidak berani menatap ke arah Baby dan Calvin, ia pun segera berlari ke luar melewati Erwin.
Calvin lalu menatap tajam ke arah Erwin.
“Tuan, aku tidak sengaja membeli mainan itu. Seingatku aku hanya membeli mainan untuk anak perempuan.” Ucapnya.
“Ke ruang kerjaku sekarang.” Titah Calvin dengan suara dinginnya.
Erwin pun dengan lemas pergi ke ruang kerja Calvin di apartemen itu, jika saja tadi bik Surti dan Mba Lastri tidak memaksanya untuk mengaku mungkin dirinya sudah kabur.
Di ruang tamu, Vanila duduk di atas sofa sambil menggenggam ponselnya yang terus berdering, ia menyentuh dadanya yang berdebar.
“Dia yang menciumku kenapa aku yang merasa tidak enak? Dan apa tadi? Kurang ajar sekali dia langsung mentoyor keningku!” Pekik Vanila. “Bagaimana ini apa aku gegar otak sampai jantung ku terus berdebar?” Gumamnya, lalu ponselnya kembali berdering.
Vanila pun tersenyum melihat siapa yang menghubungi dirinya.
“Hallo Nek?” Tanya Vanila saat mengangkat ponselnya dan menempelkannya di telinga.
“Cucuku kenapa kamu tidak bilang jika pergi ke jakarta dan menemui ibu mu? Kamu bilang akan pergi naik gunung? Kenapa tiba-tiba ada di sana, tumben sekali.” Tanya sang nenek dengan panjang lebar. “Apa kamu baik-baik saja, nak?”
Vanila tersenyum pahit, ia senang karena neneknya terlihat hawatir dengan keadaan dirinya. Namun ia juga sedih karena bingung harus menceritakanya mulai dari mana.
“Sayang? Apa kedua orang tuamu memperlakukan mu dengan baik di sana?” Tanya Nenek Cindi dengan suara hawatirnya, bagaimana pun ia tau jika Vanila tidak akur dengan kedua orang tuannya karena hal itulah membuat nenek Cindi hawatir.
“Mami mu bilang jika kamu sudah menikah? Apa kamu di paksa menikah oleh kedua orang tuamu?” Tanya nenek Cindi lagi, Vanila pun yang sejak tadi berkaca-kaca mendengar berbagai pertanyaan dari mulut neneknya, ia tak kuasa lagi menahan tangisnya. Vanila tertawa kecil agar sang nenek tidak curiga jika kini dirinya sedang menangis.
Dari belakang Calvin menatap Vanila sambil menenggak air mineral dari botol yang ia pegang.
“Nenek ini, kenapa banyak sekali pertanyaanmu.” Keluhnya sambil tertawa dengan air mata yang menetes. “Aku baik-baik saja, Mami dan Papi juga baik tidak seperti dulu jadi Nenek tidak perlu hawatir lagi.” Ucap Vanila, ia lalu menyeka air matanya pelan. “Tentang pernikahan, aku minta maaf karena tiba-tiba menikah.”
“Kamu yakin kamu baik-baik saja, Nak? Katakan pada nenek jika kamu terpaksa menikah karena mereka yang memaksamu?” Tanya nenek Cindi.
Dia curiga bagaimana bisa Vanila menikah dalam waktu singkat, apalagi pria yang di nikahinya itu adalah mantan suami kakaknya.
Vanila menggelengkan kepalanya sambil tertawa, namun air matanya sedikit demi sedikit menetes ke pipinya. “Aku mencintainya karena itu aku menikah dengannya. Dia juga memiliki anak yang sangat cantik nek, aku menyukainya. Dia sangat mirip deng—“ ucapan Vanila terjeda saat melihat Calvin yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
“Mirip siapa Vanila?”
“Mirip aku.” Lanjutnya sambil menatap Calvin yang juga sedang mentap ke arahnya.
“Vanila Nenek tau kamu orang yang seperti apa, jika kamu terpaksa dan tidak mencintainya lebih baik bilang pada nenek dengan begitu nenek akan menjemputmu.” Ucap nenek Cindi.
Vanila menggelengkan kepalanya, ia lalu berbalik membelakangi Calvin sambil berbisik pada sang nenek.
“Tidak usah Nek, Vanila sangat mencintai suami Vanila dan juga putrinya. Nenek tidak perlu hawatir dan jaga diri nenek baik-baik. Nanti Vanila telpon lagi bye, Nek.” Bisiknya lalu mematikan ponselnya itu.
Vanila langsung berbalik menatap ke arah Calvin yang duduk di sampingnya.
“Ada apa?” Tanya Vanila dengan wajah tidak suka.
“Ku pikir kamu sedang tertawa ternyata kamu sedang menangis.” Ucap Calvin sambil mengusap lembut air mata yang membasahi pipi istrinya.
Ia kira Vanila adalah gadis pemberani dan tidak mudah menangis rupanya ia salah, justru Vanila terlihat seperti gadis yang cengeng.
Sementara Bella yang terlihat anggun dan terlihat cengeng, justru aslinya lebih keras dan sangat pemberani, dia bahkan berani melakukan hal yang beresiko besar.
Vanila menepis tangan Calvin, dia pun bangkit dari duduknya. Calvin kembali menarik tubuh Vanila untuk duduk di hadapannya dan menatapnya dengan lekat.
“Diam dan jawab pertanyaanku.” Titah Calvin dengan suara dinginnya, padahal saat menyeka air matanya tadi ia terlihat seperti pria yang perhatian.
Namun pria itu terlihat kembali menyebalkan, pikir Vanila.
“Apa?”
“Jawab kenapa aku tidak tau jika Bella mempunyai adik yaitu kamu? Apa kalian tidak akur? Orang tuamu—“
“Jangan banyak bertanya tentang keluargaku.” Sela Vanila dengan wajah tidak sukanya, ia sangat membenci mengingat masa lalunya. “Kita cukup menikah dan mengurus Baby bersama tapi tidak dengan mencampuri urusanku!” Ucap Vanila dengan serius, wanita itu segera beranjak dan pergi dari tempat itu.
Sementara Calvin hanya menatap kepergiannya, ia sangat penasaran dengan apa yang di tanyakannya. Namun dari apa yang ia dengar, Calvin dapat menyimpulkan jika Vanila tidak akur dengan kedua orang tuannya.
Pantas saja Mami Citra dan Papi Alex memaksa Vanila untuk menikah dengannya tanpa meminta pendapat gadis itu, padahal Vanila sempat berusaha kabur.
Calvin pun tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat jika Baby menyukai Vanila. Dia pun akan memaksa Vanila tetap menikah denganya kerena Baby sudah lebih dulu menyukai Vanila, namun untungnya ia tidak perlu bersusah payah melakukan itu karena Vanila akhirnya menyetujui pernikahan ini.
Walau Calvin tau jika Vanila mau menikah dengannya karena wanita itu tidak tega melihat Baby menangis.
.
To be continued…
mampir dikarya ku ya jika berkenan