"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 14 : OMG!!
Rooftop Cafe Rindu menjadi pilihan Daniah dan Eliza untuk mengobrol. Selain view-nya instragamable, apalagi di kala senja saat ini tempat itu juga nyaman untuk curhat karena tempatnya tidak terlalu ramai.
"Jadi lo mau terima perjodohan itu, Nia?" tanya Eliza setelah mendengar cerita Daniah mengenai perjodohan dengan cucu sahabat Kakeknya.
"Iya El. Dengan cara ini gue bisa nendang si Razong itu dari RS!" ujar Daniah sambil menampilkan smirking face.
Daniah mengganti panggilannya kepada Arrazi menjadi Razong, bahkan ia pun mengganti nama kontak Arrazi di kontaknya dengan nama Arrazong." Saking kesalnya. Namun kalau di hadapan Arrazi dan orang-orang di RS ia akan tetap memanggil dengan nama asli.
Kemarin sore Kakeknya kembali menghubungi untuk menanyakan jawaban Daniah atas permintaannya. Dan beliau mengabarkan kalau sahabatnya itu pemilik RS Tempat koasnya. Tapi tidak menyebutkan nama cucu dari sahabatnya.
Meskipun begitu, Daniah tahu siapa cucu Dzaki yang akan di jodohkan kepadanya. Dia bahkan mengenal dan merasa akrab dengan laki-laki yang akan di jodohkannya itu. Mendapat kabar itu, Daniah seolah mendapatkan angin segar.
Apa yang menjadi rencananya kemungkinan besar akan terwujud, sehingga dia akan bernafas lega untuk menjalankan masa koasnya dan berniat akan mengajukan diri untuk menjadi Dokter di RS Harapan Keluarga, tanpa perlu berhadapan dengan manusia berhati dingin bernama Arrazi.
Daniah langsung menerima perjodohan itu, meski awalnya sang Papi meragukan atas jawaban Daniah yang begitu cepat memutuskan.
"Edun! Temen gue kenapa jadi pendendam gini!" kekeh Eliza. Ia tidak menyangka kalau makhluk berhati lembut di depannya ini bisa berubah menjadi iblis kecil hanya karena manusia bernama Arrazi itu.
"Lo nggak tau aja betapa menyebalkan si Razong itu!"
"Iya-iya, gue tau. Tapi mikirnya yang waras Nia, masa lo rela jadiin perjodohan ini buat ajang balas dendam lo sama dia. Receh banget hidup lo." cibir Eliza, lalu ia menyeruput secangkir espreso yang menjadi minuman favoritnya.
Berbeda dengan Daniah, gadis berusia 22 tahun itu sama sekali tidak bisa minum kopi, tubuhnya tidak isa menerima kafein yang ada di dalam kopi. Bagi Daniah, seseruput kopi itu sama dengan racun di tubuhnya, ia akan langsung merasa mual dan sesak di dada.
Maka dari itu, Daniah meemsan secangkir hot chocolate sebagai pilihan minuman yang menemani curhatnya dengan Eliza.
"Gue punya beberapa alasan lain El. Nendang si Razong itu cuma bagian kecil alasan gue nerima perjodohan ini."
"Alasan pertama?"
"Kakek pengen liat gue nikah, dia pengen gue bahagia, soalnya dia ngerasa udah tua, takut nggak ada umur."
"Kedua?"
"Gue udah kenal sama cowoknya. Kebetulan gue pernah diajak makan siang sama dia. Orangnya humble, asik lagi."
"Oh yang lo pernah cerita itu bukan sih? Yang sampe perawat RS pada cemburu sama lo?" ujar Eliza teringat cerita Daniah yang katanya dia di gosipkan berpacaran dengan cucu pemilik RS Harapan Keluarga, tapi Daniah belum pernah menyebutkan nama laki-laki itu.
"That's right!" seru Daniah sambil menujuk telunjuknya kearah Eliza.
"Nah ini bakal jadi hot news di RS. Mereka nambah panas dan cemburu kalo tau gue bakal jadi istrinya Bang Dhafir, bukan pacar!" seru Daniah kembali mendapat angin segar. Ia tersenyum lebar.
Mengingat dirinya pernah di gosipkan berpacaran dengan cucu pemilik RS, maka Daniah akan menjadikan kenyataan gosipan mereka, tapi bukan sebagai pacar, melainkan istri dari cucu pemilik RS.
"Nia..." panggil Eliza sambil menatapnya.
"Hm?"
"S...siapa nama cowk itu?" tanya Eliza menatap tak percaya kepadanya.
"Dhafir. Kalo nggak salah nama lengkapnya Dhafir Alzam Dzaki." ucap Daniah.
Mata Eliza membulat.
"Nia."
"Ape?"
"Lo lagi nggak bercanda kan?"
"Bercanda apanya?"
"Nama cowok itu."
"Nggak. Kenapa? Lo kenal dia?" kali ini Daniah yang menatap wajah Eliza.
Eliza mengangguk pelan.
"Dia CEO nyebelin yang pernah gue ceritain itu, Nia."
"Uhuk!" Daniah tersedak hot chocolate yang baru saja ia seruput.
"Yang bener?"
"Iya."
"Bhuahahahah." Daniah tidak dapat menahan tawanya melihat ekspresi wajah Eliza yang komuk.
"Ishh kok lo malah ketawa sih Nia. Gue serius." kesal Eliza.
"Iya-iya."
"Nia, sebelum terlambat mendingan lo mundur de daripada ngadepin cowok astral yang nggak jelas kayak dia seumur hidup." ujar Eliza. Bukannya apa, Eliza tahu betul bagaimana sikap dan karakter CEO di tempatnya bekerja itu.
Genit iya, absurd iya, ngeselin iya. Ah pokonya semua yang aneh ada dirinya. Meskipun berwajah tampan.
"Tapi gue rasa Bang Dhafir orangnya baik, El. Humble lagi." puji Daniah mengingat sikap Dhafir waktu itu.
"Nia, lo kan baru pertamakali ketemu dia."
"Ralat, dua kali."
"Iyalah terserah lo!" kesal Eliza.
"Nia, gue udah kenak banget sama orang modelan Pak Dhafir. Mendingan lo tolak perjodohannya. Jangan sama dia. Masalahnya lo udah nggak waras Nia, harus dapat suami yang waras." ujar Eliza malah menjelekkan Daniah, ia juga menjelekkan Dhafir secara tidak langsung.
Daniah terkekeh.
"Ya udah nggak papa biar sama-sama nggak waras. Kan cocok tuh jadinya." celetuk Daniah.
"Isshhh Nia, gue serius. Ini demi masa depan lo Nia......"
"Iya El, gue paham apa yang lo khawatirkan ke gue, temen lo yang paling cantik, glowing, pinter, tidak pelit dan rajin menabung ini. Tapi masalahnya perjodohan ini udah di terima sama kedua belah pihak, besok malam mau pertemuan keluarga besar......"
"Lo nggak bercanda kan Nia?" tanya Eliza menginterupsi kalimat yang dikatakan Daniah, ia tidak percaya.
"Ngapain gue bercanda."
"Please Nia. Lo pikirin baik-baik soal perjodohan ini."
"Udah El. Lo kenapa sih? Takut kalo gue bakal jadi istri CEO di tempat kerja lo. Takut kalah saing?" cibir Daniah.
"Bukan begitu Nia."
"Terus?"
"Gue kasian sama masa depan lo. Harus ngadepin cowok absurd kek Pak Dhafir."
"Kan kata lo gue juga absurd, El." ngeyel Daniah.
Eliza berdecak kesal. Daniah benar-benar keras kepala. Padahal Eiza hanya ingin hidup Daniah tidak merasakan apa yang di rasakan Eliza selama bersama Dhafir di kantor. Bisa gondok dia setiap hari.
"Tenang El. Menurut novel yang gue baca, sengeselin-ngeselinnya cowok, dia bakal takluk juga sama pawangnya." ujar Daniah.
"Terus lo mau gitu jadi pawangnya dia?"
"Baru calon pawangnya, El." jawab Daniah sambil ngenyir.
"Ishh, sengke butut ya lo Nia. Ingat, gue udah peringatin lo supaya nggak terima perjodohan ini. Nanti kalo ada apa-apa jangan rengek ke gue!"
"Aaaa Mami Elllll!" Daniah malah merengek seperti anak kecil untuk meledek Eliza.
"Nia ih. Jijik!"
***
Malam yang di tunggu telah tiba. Kakek dan Neneknya sudah datang sejak pagi untuk menyambut tamu istimewa di rumah Dhiau, anaknya. Tamu yang akan menjadi bagian dari keluarga mereka.
Saat ini, Daniah masih memoles wajahnya dengan bedak, kemudian lipbalm. Ia tidak perlu memolesnya dengan lipstik, karena warna bibir Daniah saja sudah berwarna pink segar dan ranum.
Midi dress berwarna biru muda dengan lengan sesiku menjadi baju yang di pilih Daniah untuk malam ini.
"Cantiknya anak Mami." puji Faiza melihat sang putri yang kini beranjak dewasa sedang berhias.
Daniah menoleh kearah Maminya dan tersenyum.
"Mami juga cantik. Banget malah." Daniah balik memuji Maminya. Faiza tersenyum.
Faiza berdiri di belakang Daniah yang sedang duduk sambil mematut diri di depan kaca. Lalu ia membelai rambut Daniah yang tergerai, hanya ada satu jepitan berbentuk bunga berwarna putih yang menghiasi rambut sebelah kanannya.
"Semoga pilihan kamu ini yang terbaik ya, Nia. Mami cuma bisa berdoa semoga laki-laki yang di jodohkan Kakek, dia yang akan benar-benar mencintai, menyayangi, mengayomi juga membahagiakan kamu, sayang." ucap Faiza dengan lembut, Daniah sampai terharu mendengarnya.
Daniah membalikkan badannya, lalu memeluk pinggang Maminya. Ia sandarkan kepalanya di perut sang Mami.
"Amin. Terimakasih Mi." lirih Daniah.
Daniah dan Faiza keluar dari kamar setelah mendapat kabar dari Atha kalau tamunya sudah datang.
"Nah itu Daniah, cucu ku." ujar Basim menunjuk Daniah yang baru saja datang di ruang tamu bersama Maminya. Sedangkan yang lain sudah duduk manis di sofa. Ada sekitar 5 orang tamu yang hadir. 3 diantaranya laki-laki dan 2 perempuan paruh baya dan sudah tua.
"Cantik sekali cucu kamu." puji Dzaki.
Daniah memberikan senyuman kepada orang yang memujinya. Daniah ingat, pria tua itu dulu pernah beberapa kali berkunjung ke rumah Kakeknya waktu dia tinggal di kampung halaman dulu. Daniah menyalami para orang tua dengan sopan.
Namun senyum Daniah langsng memudar tatkala melihat seorang laki-laki yang duduk di samping pria tua itu. Laki-laki itu memakai baju kaos berwarna putih dipadukan blazer berwarna biru muda dan celana warna senada.
Dengan tataan rambut yang begitu rapi, menambah ketampanan di wajahnya. Daniah sampai di buat terpana dengan penampilannya malam ini. Netra mereka bertemu, mereka saling pandang sekitar 15 detik.
Laki-laki itu terlebih dahulu menghentikan aksi tatap-tatapan mereka. Di susul Daniah, kemudian ia duduk saat Kakek menyuruhnya. Perasaan Daniah langsung tidak enak saat ia mencuri pandang ke arah Arrazi, laki-laki yang duduk di samping sahabat Kakeknya itu menundukkan kepalanya dengan kedua tangan bertaut berada di pangkuannya.
"*Ngapain ada di sini sih?" tanya Daniah dalam hati*.
Daniah melihat satu persatu tamunya, tidak ada Dhafir diantara mereka. Kemudian Daniah menundukkan kepalanya saat netranya kembali bertemu dengan manik mata Arrazi. Sementara yang lain asik mengobrol, hanya dua insan itu saja yang terdiam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
"*Ini si Razong kenapa ada di sini ya? Apa dia yang mau di jodohin sama gue? Ahh, nggak mungkin! Cucunya Kakek Dzaki itu Bang Dhafir dan Ehsan doang kan? Eh, Iya nggak sih? Iya ahh, cuma Bang Dhafir sama Ehsan aja keknya cucunya. Si Razong itu paling cuma nemenin aja, mereka bestie-an kan? Tapi Bang Dhafir mana? Kok nggak keliatan sih?" Daniah bermonolog dalam hati*.
"Bagaimana Daniah?" tanya Basim.
"Bang Dhafir." ucap Daniah tanpa di sadarinya.
"Apa Nia?" tanya Basim, karena jawaban cucunya itu tidak sesuai dengan apa yang di tanyakan, ia malah menyebut nama laki-laki lain yang tidak ada di rumahnya ini.
Daniah langsung gelagapan mendengar pertanyaan Kakeknya. Di tambah semua atensi orang-orang yang ada di ruang tamu mengarah kepadanya, tak terkecuali Arrazi. Pasalnya ia sama sekali tidak menyimak apa yang sedang di bicarakan para orang tua. Ia justru sedang memikirkan Dhafir, yang batang hidungnya tidak terlihat.
"Daniah kenal juga sama Dhafir?" tanya Dzaki. Daniah mengangguk pelan, sambil nyengir.
"Si Dhafir cucumu yang kecilnya badung itu, Ki?" tanya Basim. Dzaki tertawa.
"Iya Sim. Tapi sekarang dia sudah jadi cucu yang sama membanggakan juga seperti Dabith. Ya meskipun kekonyolannya nggak hilang-hilang sampai sekarang."
Para orangtua itu kembali tertawa. Pertemuan ini di rasa malah lebih ke reuni antara dua orang tua itu dari pada pertemuan dua keluarga yang berniat untuk menjalin hubungan kekeluargaan.
"Daniah dan Dabith sama-sama menerima perjodohan ini kan, bagaimana klau langsung lamaran dan nikah saja?" ujar Dzaki setelah mereka puas mengobrol.
"Loh kok Dabith?" seru Daniah tiba-tiba dan kembali mencuri atensi orang-orang di ruang tamu rumahnya. Bahkan Arrazi pun menatap kearahnya.
Ia malah mencari orang-orang yang namanya Dabith diantara tamunya. Hanya ada Dzaki, Arrazi dan satu pria paruh baya yang duduk di samping perempuan berhijab pasmina berwarna marun. Apakah pria paruh baya itu yang bernama Dabith? Tapi nampaknya pria itu sudah menikah.
"Ya memang Dabith yang mau di jodohkan sama kamu. Bukannya kamu sudah kenal dan cukup akrab sama cucunya Kakek Dzaki?" ujar Basim kembali mengingatkan Daniah, alasan kenapa dirinya mau menerima perjodohan ini. Ya satunya itu.
Daniah menelan salivanya. Iya, memang Daniah kenal dan cukup akab dengan cucunya Kakek Dzaki. Tapi bukan yang namanya Dabith....
OMG!
Mata Daniah membulat, ia baru ingat, kalau Dabith adalah nama tengah Arrazi, Dokter galak yang saat ini sedang duduk sambil menatap wajahnya.
"Nia." kali ini Dhiau memanggil Daniah yang terlihat terkejut. Daniah menoleh ke arah Papi yang berada di sisi kirinya.
"Kenapa?"
"N........nggak papa Pi." ujar Daniah berusaha untuk menenangkan diri.
"M......maaf, Nia izin buang air kecil dulu. Permisi." ucap Daniah dengan sopan, beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan ruang tamu, setelah mendapat izin dari Kakeknya.
"Maaf, cucuku itu tidak bisa menahan buang air kecil." ujar Basim sambil terkekeh, setelah mengizinkan Daniah untuk pergi.
Daniah tak bisa lama-lama berada di sana, apalagi mendapati kenyataan bahwa laki-laki yang di jodohkannya itu ada;ah orang yang membuatnya gondok setengah mati didalam hidupnya.
Sepertinya alasannya untuk buang air kecil adalah cara terbaik untuk menghindar saat ini. Daniah sengaja masuk ke dalam kamarnya, lagi pula itu tidak akan membuat orang tua dan Kakeknya curiga, karena memang di dalam kamar Daniah ada kamar mandinya.
Di dalam kamar, Daniah merutuki dirinya sendiri. Ia benar-benar tidak mengetahui kalau Arrazi adalah cucu dari sahabat Kakeknya itu juga, selain Dhafir dan Ehsan. Kalau tahu yang akan di jodohkan degannya adalah Arrazi, pasti akan langsung ia tolak mentah-mentah, tanpa pikir panjang.
Tapi bagaimana bisa kalau sudah seperti ini? Kakek begitu senang dengan keputusan Daniah untuk menerima perjodohan ini. Dan saat ini mereka berkumpul untuk membicarakan lebih lanjut mengenai perjodohan kedua cucu mereka.
Apakah bisa Daniah meminta untuk di batalkan saja perjodohan ini? Daniah mondar-mandir di kamarnya sambil menggigit kukunya, hal itu menjadi kebiasaan Daniah sejak kecil, ketika panik dan sebagainya.
Meskipun Mami dan Papinya selalu memperingati agar tidak menggigit kuku-kuku di jarinya, bahkan sampai kulit jarinya pun luka akibat gigitannya sendiri.
"Duhh masa iya sih cowok yang di jodohin sama gue si Razong itu? Bisa mati muda gue kalo ngadepin makhluk itu."
Daniah menghempaskan badannya di kasur. Lalu ia memandangi langit-langit kamarnya.
"Argghh, lagian kok gue ceroboh banget ya, nggak cari tau dulu siapa yang bakal di jodohin sama gue, udah pede banget lagi gue kalo Bag Dhafir yang bakal di jodohin sama gue."
Kal ini Daniah tengkurap dan memukul-mukul kasurnya.
"Aaaaa.....ini mah bukannya gue yang nendang si Razong dari RS, tapi gue yang bakal mental dari sana." gerutu Daniah, sudah membayangkan hal buruk yang terjadi.
Ketukan pintu membuat Daniah menghentikan aksinya. Ia segera beranjak dari kasur dan merapikan penampilannya di depan kaca. Di rasa sudah lebih baik, ia membuka pintu kamar.
Faiza berdiri tepat di depan pintu, mengajak Daniah untuk kembali ke ruang tamu. Daniah manut, ia mengikuti Maminya, lalu duduk di tempatnya semula.
"Jadi pernikahan Daniah dan Dabith akan di adakan 1 bulan kedepan, ya." ujar Dzaki memutuskan diakhir obrolan, setelah panjang lebar membahas mengenai perjodohan antara Daniah dan Arrazi.
Seluruh orang yang ada di ruang tamu setuju dengan keputusan akhir, mereka terlihat bahagia. Tidak dengan Daniah, sedari tadi ia ingin mengungkapkan isi hatinya mengenai perjodohan ini. Ingin rasanya ia minta untuk di batalkan saja.
Namun saat melihat kebahagian yang terpancar dari wajah Kakek, Nenek dan orangtuanya, Daniah jadi ragu untuk mengatakan, ia memilih untuk diam saat ini. Mungkin besok atau di lain waktu, aia akan mencoba berbicara dengan Arrazi terlebih dahulu, karena yang akan menjalani pernikahan kan mereka berdua.
Maka dari itu, Daniah berniat ingin membujuk Arrazi agar ia membatalkan perjodohannya sebelum melangkah lebih jauh. Berbeda dengan Daniah yang merasa gusar, Arrazi justru terlihat tenang, ia bahkan masih bisa tersenyum dan menanggapi obrolan mengani perjodohannya dengan Daniah.
Laki-laki berwajah tampan dengan hidung mancung, mata belo dan alis simetris, i tambah dengan senyum manisnya itu sebenarnya sedang menutupi perasaan yang ada di dalam hatinya. Ia merasakan hal yang sama dengan apa yang di rasakan Daniah.
Keberatan. Namun Arrazi pandai menutupi sesuatu yang ada di dalam hatinya dengan wajah tenang dan senyum manisnya.
ha..ha...ha