Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal
Ayu hanya bisa melihat bukunya yang sudah menjadi abu. Berusaha melupakan kejadian yang menimpanya. Ia tidak mau larut dan tenggelam pada sesuatu yang tidak berfaedah. Hidupnya bukan hanya bisa santai dan berpangku tangan, namun berjuang melawan kemiskinan yang saat ini melanda.
Harus bangkit dengan diri sendiri. Tidak boleh menyerah ataupun kalah dengan keadaan. Ia kembali mengingat-ingat ucapan wanita yang ada di tempat penerbit buku.
Dari jauh, nampak Hanan dengan wajah lelahnya. Bocah itu melempar sepedanya dengan asal dan memeluk Ayu.
"Capek ya?" tanya Ayu membantu melepas topinya.
"Gak boleh capek, Ma. Kalau ingin menjadi pilot harus kuat," ungkap Hanan dengan nafas memburu.
Lelah nya tak akan menjadi masalah. Ia harus bisa seperti sang mama. Sudah mulai berpikir bijak dan tidak akan menuntut lagi.
"Baiklah, kita masuk. Mama sudah masak untuk mu."
Ayu mengambil baju ganti untuk Hanan. Kemudian menyusun makanan di meja makan.
Ketiga anaknya seolah menjadi kekuatan baginya saat ini. Tanpa mereka ia tidak mungkin bisa menjadi wanita yang tegar saat menghadapi masalah.
"Kata bu guru besok waktu nya membayar ini." Hanan memberikan kartu yang tadi diberikan oleh gurunya.
Menghela nafas panjang sambil menerima kartu itu dan membukanya.
"Iya, Nak. Besok mama pasti akan membayarnya."
Menyimpannya lagi di tas Hanan dan memberikan sejumlah uang seperti yang tertulis.
Hanan menghentikan langkahnya saat melihat beberapa mainan yang ada di samping Alifa. Ia menoleh ke arah Ayu yang masih sibuk di ruang makan.
"Ini mainan untuk aku ya, Ma?" Menunjuk beberapa mainan yang dibungkus rapi.
Ayu mengangguk berat. Ingin mengembalikan mainan itu pada Calvin, namun ia pun kasihan pada mereka bertiga yang terlanjur menyukainya.
Ayu meninggalkan ruang makan saat ponsel yang ada di kamarnya berdering. Ternyata itu telepon dari bu Laila, pemilik rumah makan tempatnya bekerja.
"Kenapa kamu gak masuk, Yu? Kamu sakit?" tanya bu Laila setelah menjawab sapaan salam dari Ayu.
"Gak, Bu. Tapi ada urusan sedikit. Insya Allah besok aku bisa masuk," ucap Ayu meyakinkan.
Kejadian tadi membuat Ayu harus rela melupakan misinya untuk menulis dan akan bekerja yang bisa mendapatkan uang secara langsung.
"Ya sudah, salam untuk anak-anakmu.''
Sambungan terputus.
Ayu menggenggam ponsel di tangannya. Tatapannya kosong, seakan tiada harapan untuk menjadi orang yang sukses.
Aku harus bisa.
Mulai berkutat dengan telepon genggam. Mencari salah satu aplikasi novel online. Setelah menemukan beberapa aplikasi, Ayu menginstal salah satunya.
Membuat akun sebelum masuk. Langkah pertama, Ayu membaca sebuah karya yang terpampang di layar beranda.
"Apa karya yang ada di sini itu bagus-bagus?" Men scroll ke bawah. Menemukan beberapa judul yang menyentuh hati. Ayu semakin terikat saat membaca deskripsi sebuah cerita tentang rumah tangga.
Membaca bab demi bab. Meresapi setiap isi cerita, dan juga mempelajari beberapa diksi yang benar. Dari satu cerita. Beralih ke cerita yang lain dengan gaya bahasa yang berbeda pula.
Petunjuk untuk penulis pemula.
Ayu membuka sebuah buku yang isinya menerangkan cara-cara menulis yang benar bagi penulis pemula. Tuntunan dan bimbingan bagi mereka yang ingin belajar.
Ada dua puluh bab. Setiap bab itu menjelaskan macam-macam cara menulis. Selain itu ada beberapa bab, yang menjelaskan tentang keuntungan menjadi penulis di platform tersebut.
"Kenapa gak dari kemarin-kemarin aku masuk?" gerutunya.
Dalam hitungan menit, Ayu mulai paham dengan apa yang tertulis. Ia mulai membuka laman menjadi seorang penulis.
Mengucapkan lafadz Bismillah dalam hati sebelum mengawalinya.
Membuat cover yang disertai dengan judul. Memakai nama pena gabungan dari ketiga anaknya. Lalu membuat deskripsi dan memilih genre yang tepat.
Ayu kembali menulis kisah hidupnya yang penuh dengan lika-liku.
Menyusun kata demi kata menjadi sebuah kalimat. Berulang kali memeriksa dan memastikan bahwa tulisannya sudah layak di publikasikan.
"Semoga ini berjalan lancar."
Beberapa kali ia harus mengalami kesulitan saat membuat sebuah narasi yang nyaman dibaca, namun menjadi penulis pemula memang sangat sulit sehingga Ayu menyelesaikannya seperti yang melintas dalam otaknya.
Belajar belajar belajar.
Begitulah isi hatinya, mungkin dengan begitu ia bisa pelan-pelan memperbaikinya lagi.
Hampir tiga jam konsentrasi, akhirnya Ayu sudah mempublish dua bab, masing-masing per bab seperti yang dianjurkan platform. Yaitu seribu kata.
Akhirnya aku bisa juga, semoga ini menjadi permulaan yang baik.
Suara tangis membuat Ayu menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah Adiba yang ada di ambang pintu.
"Ada apa, Nak?" tanya Ayu mengangkat tubuh mungil putrinya.
"Tadi dek Adiba mau membuka pintu depan, Ma. Tapi gak bisa," ujar Hanan seperti yang ia lihat.
"Mau lihat-lihat di luar ya." Menyunggar rambut sang buah hati.
"Kakak tolong jagain Alifa. Mama keluar sebentar."
Ayu membuka pintu depan. Ia jalan-jalan di sekitar rumahnya bersama Adiba. Berkeliling memutari kawasan kontrakan yang lumayan luas. Setelah sekian lama, ini kali pertama ia berinteraksi dengan para tetangga.
"Maaf, Bu. Saya memang sibuk kerja, jadi gak pernah nimbrung," ucap Ayu saat ditanya.
Ia bukan ibu rumah tangga yang punya banyak waktu luang setelah membereskan rumah, namun juga ayah yang harus mencari nafkah untuk ketiga anaknya. Tidak boleh iri dengan kehidupan orang lain dan terus bersyukur dengan apa yang diberikan Sang Pencipta.
"Mama…" teriak Hanan dari depan rumahnya.
Ayu yang mendengar teriakan itu pulang menghampiri putranya.
"Ada apa?" tanya Ayu santai, sedangkan Hanan terlihat panik.
"Dek Alifa masukin hp Mama ke dalam air."
Astagfirullah hal adzim.
Dada Ayu terasa sesak seketika, seolah saluran pernapasannya terhenti mendengar itu. Ia buru-buru masuk menghampiri Alifa yang nampak ketakutan.
Aku harus bilang apa, begitulah isi hati Ayu.
Sebagai seorang ibu ia hanya bisa lapang menerima. Mencoba bersabar menghadapi segala sesuatu yang di luar dugaan seperti saat ini. Memendam rasa marah yang membuncah memenuhi ubun-ubun.
Ayu mengambil ponselnya dari gelas yang berisi air. Kemudian mendekati Alifa.
"Gak papa, Sayang. Mama gak marah kok. Tapi lain kali Alifa gak boleh bermain sembarangan," tutur Ayu lembut. Sedikitpun tak ingin membuat bocah itu takut.
"Minta maaf sama Mama, Dek?" suruh Hanan.
Alifa merangkul dan memeluk Ayu kemudian mengucap kata permintaan maaf.
Meskipun hati Ayu sakit, ia tetap mengulas senyum dan mencium kedua pipi Alifa bergantian.
Harus sampai kapan ujian ini berlanjut Ya Allah, jika lelahku menjadi Lillah, maka aku ikhlas menerimanya.
Menatap nanar ponsel yang ada di nakas. Entah masih bisa dipakai atau tidak, Ayu merasa saat ini ia belum beruntung untuk menjadi penulis.
kueh buat orang susah ga harus yg 500rb
servis sepedah 500rb
di luar nalar terlalu di buat2