"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16 : Dibuat Kelelahan Seharian
..."Sebenci apa seseorang terhadapmu, tetaplah menjadi baik tanpa membalas perlakuannya. Jika ia sudah capek, maka dia pun akan sadar bahwa kebencian itu hanyalah nafsu belaka yang tidak menghasilkan apa-apa."...
...~~~...
Di ruangan yang penuh debu, nampak lah seorang gadis cantik berhijab sedang berusaha membersihkan kamar kotor yang tidak layak ditinggali. Entah kenapa Alaska menempatkannya di kamar sudah lusuh seperti itu. Padahal rumah itu baru, ada pembantu juga yang setiap seminggu sekali membersihkannya, terkecuali kamar pejok itu.
"Ehuuk! Eehuukk! Berdebu sekali kamar ini. Banyak serangga juga, kamar ini kayak sudah lama tidak dipakai padahal rumahnya baru," tutur Arumi sesekali batuk karena ulah debu yang begitu banyak.
Dari luar nampaknya pelayan memperhatikan istri majikannya dengan iba. Rasanya ia juga tidak tega melihat Arumi kelelahan seperti itu, apalagi baru sampai di rumah barunya.
"Den Alaska apa tidak ada kasiannya sama Non Arumi? Ia baru sembuh harus beres-beres begitu. Apa aku coba bantu ya?" gumam Bibi Retno yang bertugas membersihkan rumah Alaska selama tiga bulan ini.
Rumah baru Arumi memang sudah dibuat sebelum Alaska menikahi Arumi. Alaska sengaja menggerakan cukup banyak orang untuk merancang dan membuat rumah sesuai dengan keinginannya. Tentu saja selama rumah itu dibuat, Alaska memantaunya sampai selesai.
Niat untuk dirinya nanti supaya tidak lagi serumah dengan Papa Farhan. Namun, nyatanya ia berikan untuk Arumi sebagai mahar. Itu pun tanpa berbicara terlebih dulu kepada Papa Farhan dan Mama Rina.
Perlahan Bibi Retno masuk ke dalam kamar Arumi dan ingin membantunya. Tiba-tiba saja Alaska mengagetkannya dari belakang.
"Bi, mau apa masuk ke dalam kamar dia?" tanya Alaska penuh selidik.
"Eemmm ... a--anu itu Den. Bibi mau bantuin Non Arumi, kasian kayaknya kecapean itu banyak yang harus dibersihkan," ucap Bibi Retno sedikit menunduk, karena tatapan tajam dari Alaska cukup menakutkan untuk dilihat.
"Jangan pernah bantu dia Bi! Biarkan dia kerjakan semuanya sendiri. Sekali saja Bibi ketahuan membantu Arumi, aku akan pecat Bibi!" tegas Alaska dengan penuh penekanan.
"Jangan Den! Mohon maafkan Bibi, jangan pecat Bibi dari sini. Bibi sangat membutuhkan pekerjaan ini," mohon Bibi Retno dengan menangkup kedua tangannya.
Alaska terseyum puas melihat itu. "Bagus, kembalilah dan kerjakan pekerjaan lain! Ingat, jangan membantunya!" tegasnya kembali membuat Bibi Retno mengangguk.
Arumi yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya membersikan kamar berdebu itu, tiba-tiba saja mendengar suara riuh di depan kamarnya. Seketika saja ia keluar untuk memastikan apa yang terjadi.
"Mas ada apa ini? Kenapa Mas bentak Bibi?" tanya Arumi di ambang pintu dengan peluh yang masih bercucuran.
Alaska mendongak ke arah suara dan ternyata ia melihat istrinya dengan keadaan yang tidak baik-baik saja, berbeda dengan saat pertama membawanya masuk ke dalam rumah. Terlihat Arumi sangat kecapekan dengan peluh yang bercucuran di pelipisnya, ditambah lap yang dipegang di salah satu tangannya.
Seketika saja Alaska terseyum melihat penampilan Arumi. "Diam! Kamu jangan ikut campur urusan kami! Kembalilah dan siapakan makanan untukku nanti malam!" ucapnya yang kini dengan wajah datar dan menakutkan.
"Tapi Mas, aku baru beras. Mau istirahat dulu sekalian bersih-bersih. Nanti sebentar lagi ya?" lirih Arumi berharap Alaska memberikannya keringanan. Namun, di luar dugaan, Alaska malah membuatnya semakin capek.
"Enggak ada tapi-tapian! Kamu harus menyelesaikan semuanya dengan cepat! Jika kamu terlambat, maka akan aku berikan hukuman," balas Alaska sembari melenggang pergi meninggalkan Arumi.
"Huff! Capek banget, Mas Alaska enggak ada henti-hentinya membuat aku bekerja," gumam Arumi yang terdengar oleh Bibi Retno.
"Yang sabar ya Non Arumi, Den Alaska emang seperti itu. Akan tetapi, jangan khawatir pasti suatu saat ia akan berubah," ucap Bibi Retno menyemangati Arumi.
"Iya Bi, aaamiin. Ayo Bi kita ke dapur," ajak Arumi yang kini mulai mengumpulkan tenaganya kembali.
"Tapi Non kan baru saja beres bersihin kamar, istirahat saja dulu, biar Bibi yang masak. Jangan khawatir, nanti Bibi bilang sama Den Alaska yang masak itu Non Arumi," ucap Bibi Retno tidak tega melihat kondisi majikannya.
"Enggak Bi, Arumi enggak bisa istirahat sebelum menjalankan apa yang Mas Alaska minta. Bibi tenang saja ya? Aku masih kuat kok, lagian masih banyak waktu nanti." Arumi berusaha menguatkan dirinya sendiri dengan tidak memperlihatkan kesedihannya kepada Bibi Retno.
"Ya sudah kalau itu emang maunya Non Arumi, Bibi tidak masalah, tetapi Bibi bantu ya?" ucap Bibi Retno karena sejatinya ia juga tidak tega melihat Arumi diperlakukan seperti itu oleh majikannya sendiri.
"Emm ... iya Bi." Arumi mengangguk dan berharap Alaska tidak menghukumnya nanti.
Kemudian Arumi juga Bibi Retno berjalan beriringan ke dalam dapur. Sesekali mereka berbincang dan tertawa untuk menghilangkan rasa lelah yang dirasakan Arumi.
...****************...
Tidak terasa waktu begitu cepat, kini Arumi sudah menyiapkan makanan di atas meja makan yang cukup besar. Masakan yang di buatnya cukup banyak karena Alaska yang memintanya, membuatnya kelelahan dan baru selesai waktu adzan magrib.
Arumi baru bisa membersihkan diri dan menjalankan kewajibannya sampai isya dia di kamar yang telah ia bersihkan tadi. Namun, kini sekarang ia sedang berada di depan meja makan, menata masakannya untuk makan malam.
Tidak lama dari itu, Alaska keluar dari dalam kamar dan menghampiri Arumi yang sedang menyiapkan makan malamnya. Ditatapnya Arumi dari kejauhan sampai wajah itu pun semakin dekat semakin nyata terlihat cantik, walupun telah dibuat kelelahan seharian ini.
"Mas mau makan dengan apa? Nasinya segini cukup kan?" tanya Arumi disela lamunan Alaska yang tidak sadar terus memperhatikan wajah cantik Arumi.
"Ehem, ya aku mau makan semua yang kamu masak," ucap Alaska yang kembali bersikap santai supaya tidak menimbulkan kecurigaan dari sang istri.
Arumi hanya menurut dengan memberikan lauk pauk yang Alaska minta, walupun sebenarnya ia sangat heran karena suaminya meminta semua hidangannya untuk disantap malam ini.
"Sudah Mas. Silahkan disantap makanannya," ucap Arumi yang kini duduk di samping Alaska.
Seketika Alaska menetap isi piringnya setelah tersadar dari lamunannya yang kerap menetap wajah Arumi.
"Heh! Apaan-apaan kamu ini! Kamu mau beri aku makan kuli? Sengaja hah ingin membuat aku gendut? Sialan kamu ini!" umpat Alaska kaget menatap isi piring di hadapannya.
"Maaf Mas, bukanya Mas Alaska sendiri yang meminta semua hidangan di sini disimpan di piring Mas?" kata Arumi dengan sangat polosnya, walupun ia juga sangat takut sewaktu Alaska marah.
"Hah kapan aku minta seperti itu?" tanya Alaska dengan nada tinggi, seakan tidak menyadari apa yang dikatakannya beberapa menit yang lalu.
"Tadi Mas, baru saja Mas bilang sama Arumi apa saja. Jadi, Arumi taruh semua lauk lauknya ke piring Mas itu," balas Arumi yang hanya menunduk ketakutan.