Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*23
"Jika aku jadi dia, aku lebih memilih tidak menampakkan diriku lagi di kota ini. Lebih baik tetap tinggal di tempat yang jauh, tempat yang tidak ada seorang pun yang kenal denganku."
"Hei. Mana mungkin dia akan melakukan hal itu. Di sana, dia tinggal di keluarga yang miskin. Tentu saja dia akan kembali."
"Ya elah. Kembali tapi gak ada yang mengharapkan sama aja dengan bikin hancur harga diri."
"Emang dia punya harga diri? Aku rasa tidak deh kek nya."
Seketika, para pelayan itu sama-sama melepas tawa cekikikan karena sudah membicarakan Melia barusan. Mereka menganggap Melia rendahan dan tidak punya harga diri. Memilih kembali karena keluarga tempat dia tinggal selama delapan tahun itu miskin. Padahal, kembalinya Melia hanya untuk balas dendam pada mereka semua.
"Kalian ngomongin siapa sih?" Mila angkat bicara setelah mendengar beberapa rekannya tertawa.
Sontak. Tawa mereka langsung mereda. Salah satu dari mereka pun langsung maju. Dua yang lainnya tetap diam di tempat mereka berada.
"Mila. Kamu sebaiknya menjauh dari nona muda yang baru kembali itu. Jika tidak, hidupmu akan sulit."
"Ia, Mila. Dia adalah nona muda yang tidak diharapkan. Sudah menghilang selama delapan tahun, sekarang kembali. Kedudukannya tetap saja sama. Tetap tidak ada yang menginginkannya."
Tajam mata Mila melihat ke arah rekan-rekannya.
"Kalian sadar gak sih dengan apa yang baru saja kalian bicarakan?"
"Dia itu majikan kita. Bagaimanapun, kita harus tetap menghormati dia."
"Mila!"
"Kamu!"
"Ada apa sih kalian? Kok berisik banget," ucap Melia dengan santai setelah kemunculannya yang datang secara tiba-tiba.
Salah satu pelayan yang hampir saja memukul Mila langsung menarik tangannya kembali. Namun, meskipun begitu, wajahnya tetap memperlihatkan tanda penghinaan akan majikannya itu.
"Nona muda. Ngapain anda ke sini? Ada perlu apa?"
"Aku datang karena kalian berisik. Aku pikir, ada masalah apa tadi. Ternyata ada yang mau sok berkuasa. Lalu lupa akan siapa dirinya. Miris sekali."
Pelayan itu malah memberikan tatapan tajam pada Melia. "Nona muda. Saya pikir, andalah yang harus sedikit sadar diri. Anda baru saja kembali, apa anda mau bikin rusuh sekarang?"
Plak! Satu tamparan mendarat mulut ke pipi si pelayan. Hal tersebut membuat si pelayan syok seketika. Perempuan muda yang dulunya tidak berani menjawab, tapi sekarang malah sangat berani melawan. Bukan dengan kata-kata. Melainkan, dengan pukulan.
"Nona muda. Anda pukul saja?" Si pelayan berucap dengan nada dan wajah tak percaya. Sementara itu, satu tangannya sedang memegang pipi karena terasa sakit.
"Kenapa? Apa mau nambah lagi?"
"Anda!"
"Ya? Kenapa dengan saya?"
"Ah, jangan bilang kalau kamu lupa siapa aku ya, mbak. Jika kamu beneran lupa, mungkin aku bisa bantuin kamu buat ingat lagi."
Melia menarik rambut si pelayan dengan satu tangan. Teriakan kesakitan langsung terdengar. Kemudian, satu tamparan lagi mendarat di pipi pelayan tersebut. Plak!
"Bagaimana? Sudah ingat siapa aku?"
"Kalau belum, aku tambah lagi dengan satu tamparan. Atau, bagaimana kalau aku dorong saja kepalamu ke arah tembok? Dengan begitu, mungkin kamu akan ingat dengan sebuah kenyataan. Aku adalah majikan, dan kamu adalah pelayan."
Tentu saja si pelayan langsung gemetar. Tenaga Melia bukan main-main sekarang. Jangankan buat melawan, buat lolos saja si pelayan tidak bisa. Sementara pelayan yang lainnya malah tidak mau berkutik.
Siapa yang berani dengan tindakan kekerasan seperti itu? Meskipun mereka bisa menuntut, tapi tetap saja, Melia adalah majikan. Meski mereka dilindungi oleh majikan yang lebih berkuasa. Namun, apakah majikan mereka bisa menjamin kalau Melia tidak akan menang jika mereka tetap melawan? Karena bagaimanapun, keluarga lebih kuat dari orang asing.
"Ti-- tidak, nona muda. Maafkan saya. Ampuni saya. Saya tidak akan melakukannya lagi."
Melia masih tidak melepaskan pelayan tersebut. Sementara salah satu pelayan sedang bergerak secara diam-diam. Niatnya, dia akan memberitahukan pada Citra atau nyonya besar mereka perihal ulah Melia saat ini. Sayangnya, Melia terlalu jeli untuk memberikan pelayan tersebut lolos.
"Kamu mau ke mana?"
"No-- nona muda. Saya-- "
"Mau lapor pada nyonya besar kalian yah?"
"Ya sudah. Silahkan lapor. Karena aku akan buat hidup kalian semakin sulit dari yang kalian lihat barusan. Berani taruhan, ayo lakukan!"
Tentu saja si pelayan tidak akan melakukannya. Nyali mereka terlalu kecil untuk melawan si majikan. Meski majikan itu dulunya adalah sampah. Tapi pada akhirnya, mereka dipaksa untuk sadar, kalau sampah juga bisa membuat mereka tidak berdaya.
"Ma-- maaf, nona muda. Sa-- saya-- "
"Cukup!"
"Kali ini mungkin aku akan mengabaikan kalian. Tapi, lain kali, tidak akan pernah ada lagi. Jika kalian siap hidup sulit. Maka lawan aku."
Sontak, para pelayan itu langsung menjatuhkan diri di depan Melia. Meskipun mungkin hanya insyaf untuk sesaat saja. Tapi itu sudah cukup untuk Melia saat ini.
"Maaf, nona muda. Kami tidak akan melakukan kesalahan lagi."
"Kalau begitu, pergi sekarang!"
"Ba-- baik."
Gegas mereka bangkit untuk meninggalkan Melia. Sementara itu, Melia langsung mendorong si pelayan yang saat ini masih dalam cengkraman tangannya.
"Kamu juga pergi. Lain kali, jika kamu masih bersikap tidak baik padaku, kita akan bermain-main lagi."
Si pelayan yang terdorong itupun ikut beranjak pergi. Tapi, tentu saja hatinya merasa sangat kesal. Dia adalah pelayan lama. Makanya dia sangat berani. Dan, karena alasan itu juga Melia menarik dirinya untuk dijadikan pelayan di depan pelayan yang lain. Karena dia adalah orang yang sangat suka mencari muka pada mama tiri Melia.
Si penjilat yang sangat suka berada di bawah naungan orang yang dia anggap berkuasa. Makanya, dia suka menindas Melia dengan kata-katanya dulu. Karena dia ingin selalu mencari muka.
"Nona muda. Anda .... "
Senyum manis Melia perlihatkan.
"Maaf, Mila. Aku jadi hilang kendalu."
"Heh ... sesekali, kita mungkin harus bersikap sangat galak agar orang yang menindas kita berpikir ulang sebelum melakukan penindasan."
"Sayang sekali, aku baru menyadari hal itu sekarang. Jika saja dulu aku sudah melakukannya, aku tidak akan disakiti dulunya," kata Melia lagi.
"Nona luar biasa. Tidak ada kata terlambat nona. Aku yakin, mereka pasti sudah kapok tuh ke depannya."
Senyum manis Melia semakin melebar.
"Mungkin tidak, Mil. Karena mereka tahu aku nona muda yang tidak punya kedudukan. Sementara orang yang mereka dukung sangat luar biasa. Jadi, mereka pasti masih tidak akan berubah. Bahkan mungkin, mereka akan lebih brutal lagi ke depannya."
"Tapi tenang saja. Aku sudah siap kok meladeni mereka semua."
"Nona .... "
....
Benar saja apa yang Melia katakan. Si pelayan yang sudah Melia pukul langsung mengadu pada Citra.
"Apa? Melia memukul kamu? Bagaimana bisa?"
Si pelayan langsung menceritakan semuanya. Wajah Citra pun berubah seketika. Mungkin, dia baru sadar kalau Melia semakin banyak perubahannya
🌹 dulu... nanti lanjut lagi