Di sebuah SMA ternama di kota kecil, siswa-siswi kelas 12 tengah bersiap menghadapi ujian akhir. Namun, rencana mereka terganggu ketika sekolah mengumumkan program perjodohan untuk menciptakan ikatan antar siswa. Setiap siswa akan dipasangkan dengan teman sekelasnya berdasarkan kesamaan minat dan nilai akademis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYANOKOUJI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
Putri menyandarkan kepalanya di bahu Andi, menghela napas panjang. "Kau tahu, Andi? Aku merasa kita telah membuat keputusan yang tepat."
Andi mengangguk pelan. "Ya, aku juga merasa begitu. Melihat Amira tumbuh menjadi gadis kecil yang percaya diri dan bangga akan kedua budayanya... itu sungguh luar biasa."
Mereka terdiam sejenak, menikmati keheningan malam Berlin yang sesekali dipecahkan oleh suara kendaraan yang lewat.
"Tapi," Putri melanjutkan, "aku juga merasa ada tantangan baru yang harus kita hadapi."
Andi menoleh, alisnya terangkat. "Apa maksudmu?"
"Yah, sekarang Amira sudah mulai mengerti dan menghargai akar budayanya. Tapi bagaimana kita memastikan dia terus memelihara itu seiring bertambahnya usia? Bagaimana kita menjaga keseimbangan antara dua budaya ini dalam kehidupan sehari-hari kita di sini?"
Andi terdiam sejenak, merenungkan kata-kata istrinya. "Kau benar. Ini bukan perjalanan yang berakhir begitu saja. Ini adalah proses yang terus berlanjut."
Mereka mulai berdiskusi tentang berbagai ide. Mungkin mereka bisa mulai memasak makanan Indonesia lebih sering di rumah. Atau bergabung dengan komunitas Indonesia di Berlin. Bahkan mungkin mendaftarkan Amira ke kelas bahasa Indonesia tambahan di akhir pekan.
Sementara mereka berdiskusi, sebuah ide muncul di benak Andi. "Bagaimana kalau kita mulai menulis blog keluarga? Kita bisa berbagi pengalaman kita sebagai keluarga lintas budaya. Mungkin ada keluarga lain di luar sana yang menghadapi situasi serupa dan bisa mendapat inspirasi dari cerita kita."
Mata Putri berbinar. "Itu ide yang brilian, Andi! Kita bisa melibatkan Amira juga. Dia pasti senang bisa berbagi ceritanya sendiri."
Mereka terus mengobrol hingga larut malam, membahas rencana-rencana mereka dengan penuh semangat. Ketika akhirnya mereka memutuskan untuk tidur, keduanya merasa penuh energi dan optimisme.
Keesokan paginya, saat sarapan, mereka menyampaikan ide-ide mereka kepada Amira. Gadis kecil itu menyambutnya dengan antusias, terutama ide tentang blog keluarga.
"Aku bisa menulis tentang makanan Indonesia favoritku!" serunya gembira. "Dan mungkin aku bisa mengajari teman-teman online cara mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia!"
Andi dan Putri saling melempar senyum. Mereka tahu perjalanan mereka masih panjang, tapi dengan semangat dan kerjasama seperti ini, mereka yakin bisa menghadapi apapun.
Minggu-minggu berikutnya dipenuhi dengan aktivitas baru. Mereka mulai menulis blog, berbagi resep masakan Indonesia, cerita-cerita lucu tentang kesalahpahaman budaya, dan refleksi tentang bagaimana mereka mengatasi tantangan sebagai keluarga lintas budaya.
Blog mereka perlahan-lahan mulai mendapat perhatian. Komentar-komentar positif berdatangan dari berbagai penjuru dunia, banyak dari keluarga-keluarga yang menghadapi situasi serupa.
Suatu hari, Andi menerima email dari seorang pembaca blog mereka. Pengirimnya adalah seorang pria Jerman yang menikah dengan wanita Indonesia dan tinggal di Munich. Dia mengungkapkan betapa blog keluarga Andi telah menginspirasi mereka dan mengajak untuk bertemu jika ada kesempatan.
Andi membagikan email tersebut kepada Putri dan Amira saat makan malam. Mereka semua merasa senang dan terharu mengetahui bahwa pengalaman mereka bisa membantu orang lain.
"Bagaimana kalau kita mengundang mereka ke Berlin?" usul Amira dengan antusias. "Kita bisa memasak rendang bersama dan mengajari anak-anak mereka lagu-lagu Indonesia!"
Putri tersenyum lebar mendengar ide putrinya. "Itu ide yang bagus, sayang. Kita bisa mengadakan semacam pertemuan kecil untuk keluarga-keluarga lintas budaya."
Andi mengangguk setuju. "Bahkan mungkin kita bisa menjadikannya acara rutin. Semacam komunitas kecil untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung."
Mereka pun mulai merencanakan pertemuan tersebut. Putri menghubungi beberapa kenalan Indonesia di Berlin, sementara Andi mencari tahu tentang komunitas ekspatriat yang mungkin tertarik bergabung.
Sementara itu, Amira sibuk di sekolah menceritakan rencana ini kepada teman-temannya. Beberapa di antara mereka yang juga berasal dari keluarga multikultural menjadi tertarik dan meminta izin kepada orang tua mereka untuk ikut serta.
Hari pertemuan pun tiba. Taman kecil di dekat apartemen mereka dipenuhi aroma rempah-rempah Indonesia yang menggugah selera. Andi sibuk memanggang sate, sementara Putri dan beberapa ibu lainnya menata berbagai hidangan di atas meja panjang.
Amira berlarian dengan anak-anak lain, mengajarkan permainan tradisional Indonesia seperti congklak dan lompat tali. Tawa riang mereka memenuhi udara, bercampur dengan alunan lembut gamelan yang diputar dari speaker portabel.
Di satu sudut, beberapa ayah terlihat serius berdiskusi tentang tantangan membesarkan anak dalam lingkungan multikultural. Di sudut lain, para ibu berbagi tips tentang cara memperkenalkan makanan Indonesia kepada anak-anak yang lebih terbiasa dengan masakan Eropa.
Ketika matahari mulai terbenam, Andi mengambil mikrofon dan menyampaikan sepatah dua patah kata. Dia berbicara tentang pentingnya memelihara warisan budaya, tentang kekayaan yang dimiliki anak-anak mereka karena tumbuh dengan dua (atau lebih) budaya, dan tentang kekuatan komunitas dalam menghadapi tantangan.
Saat acara berakhir dan para tamu mulai berpamitan, ada perasaan hangat yang menyelimuti semua orang. Mereka telah menemukan 'keluarga' baru, orang-orang yang memahami pengalaman unik mereka.
Di perjalanan pulang, Amira berkata dengan suara mengantuk, "Aku senang kita melakukan ini, Mama, Papa. Rasanya seperti punya keluarga besar di sini."
Andi dan Putri saling bertukar pandang, tersenyum penuh arti. Mereka tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang istimewa.