Hidup tak selalu sesuai apa yang kita inginkan.Saat uang dijadikan tolak ukur,saudara pun terasa orang lain.Saat kita berada dibawah tak ada yang mau mengakui saudara tapi saat kita punya segalanya semua sanak saudara datang mendekat. "Kau harus sukses nak,biar bisa membeli mulut-mulut yang sudah menghina kita"kata-kata dari ibu masih terngiang sampai sekarang.
Sandra terlahir dari keluarga miskin dan selalu di hina oleh adik ipar sendiri. Mereka selalu menganggap bahwa orang miskin itu tidak pantas bersanding dengan keluarga mereka.
Nasib siapa yang tau,sekarang boleh di hina karna miskin tapi kita tidak akan pernah tau kedepannya seperti apa. Lalu bagaimana nasib Sandra apakah ia bisa membeli mulut - mulut orang yang menghina keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Selanjutnya jenazah ibu dan Rima di bawa ke mesjid dekat rumah untuk disholati. Baru setelah itu dilanjutkan dengan proses penguburan.
Perlahan jenazah ibu dan Rima dimasukkan ke liang lahat. Mereka memang aku yang pinta supaya dikubur satu liang saja. Aku mau ibu dan Rima selalu dekat.
Papan mulai dipasang,tanah perlahan diuruk. Penggali kubur dengan gesit menyelesaikan tugasnya.
Aku masih terduduk bisu disamping nisan ibu dan Rima begitu juga dengan bibi Diana. Kami berdua masih berat meninggalkan tempat tersebut. Para pelayat satu persatu mulai pulang meninggalkan kami.
"Sandra ayo kita pulang,sebentar lagi magrib." Ajak Alya sahabatku.
Aku masih enggan beranjak dari kuburan ibu. Begitu berat kaki melangkah. Rasanya tak rela meninggalkan mereka disini.
"Ayo san,kita pulang nak. Ga baik lama-lama,keburu gelap. Nanti siapa yang mengurusi tahlilan ibumu." Bu Romlah berkata lembut.
Aku terpaksa mengikuti saja apa yang barusan dikatakan bu Romlah. Dan ada Alya dengan setia berada disampingku. Padahal kami baru berteman 3 bulan lamanya,tapi berasa sudah cukup lama.
Perlahan kami beranjak meninggalkan area pekuburan. "Ibu...Rima kami pulang dulu ya,yang tenang disana. Insya Allah besok kami kesini lagi." Sandra berpamitan dengan suara bergetar menahan isak.
Sementara bibi Diana sudah berjalan duluan bersama suaminya.
Sesampai dirumah ada rasa yang hilang. Aku mengedarkan pandangan berharap ibu dan Rima masih ada. Aku terduduk menangis tersedu ketika kembali ingat pada kenyataan ibu dan Rima sudah pergi untuk selamanya.
Tidak lama kemudian bibi Diana mendekat kemudian duduk disampingku,mengusap pundaknya lalu menarik tubuhku dalam pelukanya.
"Sabar ya san,jangan tangis terus. Bibi tau apa yang kamu rasakan. Bibi juga sangat...sangat kehilangan,tapi kita harus bisa ikhlas melepas mereka karna semuanya milik Allah dan akan kembali lagi kepada-nya. Sebaiknya kamu bersih-bersih karna sebentar lagi tahlilan." Ucap bibi melepas pelukannya.
Aku mengurai pelukan ,mengusap air mata menggunakan punggung tangan beranjak berdiri,berjalan menuju kamar mandi.
Sebulan sudah ibu dan Rima pergi meninggalkan aku sendirian dan entah berapa banyak air mata yang ditumpahkan bila mengingat mereka. Bibi Diana juga sudah seminggu yang lalu pulang ke kampung karna harus mengurusi suaminya.
"San...sini duduk dekat bibi,bibi mau ngomong."
"Ada apa bi?"Lekas diri ini duduk disebelah bibi,mendaratkan bokong secara perlahan.
"Gimana tawaran bibi kemaren?Kamu mau ikut bibikan?"Tanya bibi.
Sejenak kutarik nafas perlahan,bingung mau menjawab apa?Aku masih bingung memutuskan.
."Bi,aku tau bibi sayang Sandra.Tapi maafin Sandra bi,Sandra ga bisa ikut bibi pulang. Sandra masih mau mengejar cita-cita Sandra disini bi." Ujarku menolak tawaran bibi Diana halus.
"Tapi disini kamu sendiri San,bibi ga bisa selalu ada disisimu. Siapa yang akan menjaga kamu?" Mata bibi mulai berembun. Dia di lema antara suami dan keponakan.
"Ga papa bi,Sandra masih punya saudara itu tante Ita adiknya almarhum ayah." Ujarku berharap bibi tidak mendesaknya lagi.
"Bibi tau gimana watak tantemu San,orang seperti dia ga mungkin sanggup menjagamu. Selama ini emang dia peduli sama keluarga kamu?" Bibi meluapkan emosinya.
"Tapi suaminya baik bi,selama ini kami sering dibantu. Sandra juga kepengen melanjutkan pendidikan bi,karna almarhumah ibu mengamanatkan supaya Sandra bisa sekolah lebih tinggi,biar bisa mengangkat derajat keluarga. Sandra ga mau keluarga kita selalu dihina." Ujar sandra memberi alasan.
Sesaat hanya hening terdengar,tak ada suara diantara mereka. Meraka larut dalam pikiran masing-masing. Hembusan nafas kasar hanya itu yang terdengar.
Suara orang mengaji dari toa mesjid membuat kami tersadar,bahwa waktu magrib hampir tiba.
"Ya sudah San bibi ga bisa memaksa,bibi hanya bisa berdoa semoga apa yang jadi cita-citamu dan almarhumah ibumu terwujud."
"Makasih pengertiannya bi. Nanti Sandra akan sering-sering mengabari bibi."
Kami segera melaksanakan kewajiban tiga rakaat lanjut membacakan yasinan dan berdoa kepada Allah agar ibu dan Rima ditempatkan disisi terbaiknya.
...****************...
Terimaksih buat pembaca setia karya - karya aku. Terimaksih like dan komennya,tanpa kakak2 semua aku bukanlah siapa2 dan tidak akan mungkin sampai di titik ini. 😊😘😍🙏
Tinggalkan jejak dengan memencet tombol like dan komen yang banyak agar Author semangat menulis bab selanjutnya😊😘😍🙏