Kebohongan Istriku

Perlahan hujan mengguyur, bersamaan dengan para musisi yang pergi berteduh. Mereka hanya hadir untuk acara lamaran. Setelahnya? Tentu saja menurut situasi mereka pergi. Lagipula bayaran telah diberikan lebih dulu orang Petter.

Sedangkan Giovani terdiam sesaat. Pertanyaan yang kembali diucapkan oleh Candra."Menikah denganku ya? Walaupun kamu belum mencintaiku, aku berjanji akan membuatmu mencintaiku."

Matanya menatap wajah putus asa seorang Candra Firgon. Dirinya terdiam sejenak, tidak mengerti sama sekali. Mengapa jantungnya dapat berdegup cepat hanya dengan pernyataan cinta seperti ini.

"Candra, kamu dapat bahagia tanpaku." Kalimat yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Candra.

"Kamu tidak mengerti, sebulan ini setiap detik membuatku semakin mencintaimu. Perasaan yang bahkan membuatku melupakan rasa sakit ditinggalkan Titania. A...aku mencintaimu...aku mohon." Pintanya lagi putus asa.

Dingin, benar-benar dingin. Tapi pelukan tuan muda manja ini begitu hangat. Jantungnya berdegup cepat, apakah ini salah? Tentu ini sebuah kesalahan bukan.

Tapi segalanya bagaikan tidak dapat dicegah olehnya. Syarafnya lumpuh sepenuhnya oleh si manja, bagaimana si manja dapat membuatnya menitikkan air mata hanya dengan tangisannya.

"Jangan menangis lagi, ini menyakitkan..." Pinta Giovani, menyadari air hujan menyatu dengan airmata Candra. Sama dengan dirinya, apa ini cinta?

Bagaimana dirinya dapat berbuat bodoh seperti ini?

Perlahan menyentuh pipi Candra. Berharap rasa sakitnya akan mereda jika pemuda ini kembali tersenyum. Kolam renang yang gelap, hanya lampu taman sebagai penerangan.

Lampion berbentuk bunga teratai yang mengapung di sekitar mereka perlahan padam akibat air hujan. Segalanya benar-benar bodoh! Benar-benar gila! Benar-benar menyakitkan bagi Giovani.

Wanita yang tidak menyadari dirinya sudah lama mencintai Candra dari jauh. Melihatnya bermain piano, menghadiri setiap konsernya, bahkan membawakan payung kala Titania menyakiti hatinya.

Payung? Mungkin itulah arti perasaan Giovani. Seperti payung yang melindungi Candra tanpa meminta imbalan. Mencintainya dari jarak jauh, hingga Petter tidak pernah mengkhianati majikannya.

Bibir menyatu secara alami. Tidak dapat melihat? Namun, merasakan hangatnya hatinya. Pemuda yang mendekapnya serakah, tidak pernah merasakan cinta dapat seindah ini. Mengorbankan hidupnya? Bagaikan segalanya akan dilakukan olehnya. Hanya untuk mendapatkan hati Giovani.

Hujan masih mengguyur, rambut yang basah. Dalam dahi yang bersentuhan. Candra tanpa kenal menyerah bertanya kembali."Will you marry me?"

"Marry me..." Dua kata hanya berupa kalimat lemah. Gila bukan, air mata Giovani mengalir. Mengapa? Mengapa dirinya dapat serapuh ini? Mengapa dapat jatuh cinta pada majikannya.

Candra mulai tersenyum, memeluknya erat dalam kolam renang, di tengah hujan lebat.

"Hujan, kamu adalah hujan bagiku. Hujan yang akan selalu aku cintai dan rindukan." Kalimat yang tidak diucapkan Candra.

Sedangkan Giovani tidak tahu harus bagaimana. Tapi akan ada waktu dimana sosoknya harus lenyap.

"Apa aku hanya harus menikmati saat-saat bersamamu?" Tanya Giovani pada majikannya.

"Iya, tolong nikmati saja..."

Bagaikan Jini yang mengabulkan keinginan majikannya. Hingga pada akhirnya segalanya hanya akan menjadi kenangan, sebuah istana pasir yang roboh terhempas air laut.

*

"Aku mencintaimu." Kali ini Giovani berucap penuh ketulusan. Menyadari perasaannya lebih awal, mengingat bagaimana Candra menjatuhkan dirinya ke dalam kolam.

Ketakutan akan kehilangan sang pemuda. Mengeringkan rambut Candra menggunakan hair dryer. Pasangan yang telah membersihkan diri, hanya menggunakan jubah mandi, dalam kamar Candra.

"Candra, aku hanya ingin bertanya. Hanya bertanya, jika seseorang yang kamu percayai, membohongimu, sebuah kesalahan fatal yang mungkin membuatmu kehilangan seseorang. Apa yang akan kamu lakukan?" Sebuah pertanyaan ambigu dari Giovani.

Tapi, Candra mengepalkan tangannya, berusaha tersenyum, beranggapan jika hal yang dikatakan Giovani tentang hubungannya dengan Petter."Aku akan melindungi yang lebih berharga bagiku. Biarkan yang tidak berguna menghilang menguap."

Gila bukan? Petter sudah seperti saudara baginya. Tapi dirinya juga tidak dapat merelakan Giovani. Mungkin satu-satunya wanita yang tulus padanya.

Sebenarnya apa yang ada dalam otak seorang Candra? Dirinya menduga, Giovani merupakan kekasih Petter. Petter mungkin meminta Giovani mendekatinya, karena tidak ingin dirinya bunuh diri akibat terpuruk.

Tapi apakah salah merebut pacar sahabatnya. Tidak! Petter harus mengalah, walaupun dirinya harus membuang sahabatnya.

"Maaf..." Hanya itulah kalimat menyakitkan yang disimpan Candra. Menyadari dirinya lah yang ada diantara Petter dan Giovani.

Tapi anggapan Giovani berbeda. Dirinya memeluk Candra dari belakang."Aku sudah mencintaimu sejak lama. Tapi aku baru menyadarinya sekarang. Aku bodoh bukan?" tanyanya.

"Sebelum aku buta, apa kita pernah bertemu?" Tanya Candra.

"Pernah, tapi aku hanya melihatmu dari jauh. Melihat punggungmu yang sering memainkan piano. Melihatmu melukai jarimu hanya karena terlalu keras menekan senar biola." Jawab Giovani, masih memeluk Candra dari belakang.

Menyingkirkan yang tidak berguna? Kala penglihatan Candra kembali, bukan hanya Giovani yang akan disingkirkannya. Tapi mungkin Candra, karena kecewa dengan sebuah lelucon dan kebohongan.

"Benarkah? Apa kamu selalu menghadiri setiap konserku?" Tanya Candra.

"Aku selalu hadir." Jawab Giovani.

"Bersama Petter?" Kembali pria buta itu bertanya.

"Iya bersama Petter."

Jawaban wanita itu membuat Candra berusaha mengingat. Tapi dirinya memang tau Petter hadir, tapi entah di kursi mana.

Jadi Giovani mencintai dari jauh selama bertahun-tahun? Tapi karena dirinya memiliki Titania dan Giovani memiliki Petter. Wanita itu tidak berani mendekat?

Sebuah kesimpulan sepihak bukan?

"Apa yang kamu sukai dariku?" Benar-benar ingin mengetahuinya. Bagaimana sebuah cinta terlarang berkembang.

"Tidak tau, hanya saja saat kamu menangis terasa menyakitkan. Saat kamu tersenyum aku lega, hingga aku juga tersenyum."

Pada akhirnya keduanya bungkam sesaat. Candra menghela napas kasar."Giovani, jangan pedulikan Petter. Kamu hanya boleh mencintaiku saat ini."

"Iya..."

Sebuah cinta sesaat. Mengapa ini menyakitkan bagi Giovani. Kenapa harus jatuh cinta pada orang lembek ini? Kenapa tidak pada kang cilok, atau anak pak kades yang baru jadi tentara saja.

Tapi entah kenapa dirinya ingin egois. Hingga, apa saja yang mereka lakukan malam ini, akan mulai melampaui batas.

Ciuman? Memang, sebuah ciuman di atas ranjang. Mendekapnya erat, meraba tubuhnya, takut kehilangannya. Hingga leher Giovani dihisapnya kuat. Berpelukan hanya berlapis selimut. Sudah gila rasanya, mengapa dirinya bersedia di sentuh oleh Candra.

Tapi hanya ciuman, dan beberapa sentuhan di luar batas.

"Hanya sampai sini saja, karena mulai saat ini hanya aku yang akan menyentuhmu. Jangan biarkan pria lain atau Petter menyentuhmu. Besok kita menikah..." Bisik Candra.

Mereka memang belum melampaui batas, maksudnya disini berkembang biak. Tapi bukankah ini keterlaluan.

Namun wanita yang memiliki kemampuan beladiri ini seolah-olah lemah di hadapan orang yang dicintainya.

"Jangan menyakiti diri sendiri. Apapun yang terjadi di masa depan, asalkan kamu berjanji tidak menyakiti diri sendiri. Maka kita akan menikah." Syarat yang diucapkan Giovani.

"Aku berjanji..."

Kembali berciuman di tempat tidur. Tidak mengenakan apapun. Hanya tertutup sehelai selimut.

Cinta hanya bagaikan hujan, memberikan bahagia sekaligus rasa sakit. Bagaimana Candra akan tumbuh lebih dewasa saat kehilangan cintanya?

Entahlah menjadi seperti apa Candra nanti. Untuk menghadapi Petter, pria yang akan pergi sembari tersenyum. Mengatakan Giovani pergi dan memilih dirinya.

Bagaimana dirinya akan menjadi lebih baik dari Petter. Hanya untuk mendapatkan istrinya kembali?