Setelah lima tahun Fatur pergi ke luar negri untuk menghilangkan luka hatinya karena Anggita, kini ia kembali ke Indonesia dan tiba-tiba bertemu lagi dengan perempuan yang sangat ia cintai di masa lalunya. Sampai akhirnya Fatur jatuh cinta lagi untuk yang kedua kalinya kepada Anggita.
Disarankan membaca novel 'Jatuh Cinta Lagi' sebelum membaca novel ini.
Up dari senin sampai sabtu ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Snow White, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ingin Pergi.
Kabar kembalinya Fatur ke dalam kehidupan Anggita telah sampai ke telinga Lara. Tentunya Lara begitu terkejut karena Fatur yang sudah lama menghilang dari kehidupan sahabatnya kini kembali lagi. Tangis Anggita pecah saat menceritakan pertemuan antara dirinya dengan Fatur kepada Lara. Suaranya ringkik dan terdengar parau, dari ujung telepon Lara bisa merasakan bagaimana perasaan Anggita saat ini. Pasti sangat merindukan seseorang yang pernah mengisi hari-harinya, dulu. Dan Lara juga tahu jika Anggita masih menyukai Fatur sampai saat ini.
"Dia masih sama kaya dulu, Ra." cerita Anggita dengan suara tangis tersedu-sedu saat malam itu menelepon Lara.
Air mata membasahi pipi Anggita ketika menceritakan sosok Fatur yang telah berdiri di hadapannya. Andai saja Lara ada di sana pasti bisa merasakan bagaimana Anggita saat itu. Berhadapan langsung dengan lelaki yang sangat dicintainya.
"Dia masih kaya dulu." Anggita terus menangis dan Lara hanya terdiam membiarkan Anggita meluapkan semua emosi jiwanya.
Lara masih setia menemani Anggita berbicara, ia tahu pasti hati Anggita sangat hancur dan sedih. Andai saja Lara ada bersama Anggita saat ini, memeluk erat sahabatnya dan membiarkan ia menangis di pelukannya.
"Dia masih sama kaya dulu saat gue terakhir ninggalin dirinya, tatapannya masih kaya dulu saat terakhir kali gue bikin dia kecewa dan terluka." tangis Anggita semakin pecah dengan ponsel yang masih melekat di telinga kanannya.
Anggita masih membayangkan wajah Fatur saat ia meninggalkannya. Saat itu Anggita adalah perempuan yang sangat jahat karena meninggalkan Fatur secara tiba-tiba dan tanpa kabar darinya. Kesalahan Anggita tidak layak dimaafkan oleh Fatur.
"Tatapannya masih sama kaya dia natap gue dulu, Ra," tambah Anggita lagi tak kuasa menahan semua rasa sedih di hatinya.
Apakah ini karma yang didapatkan oleh Anggita karena sampai saat ini ia belum bisa merasakan kebahagian bersama Damar. Meskipun sudah lima tahun berlalu tapi rasa bersalahnya kepada Fatur menutupi semua kebahagiannya. Seolah kebahagiaannya juga pergi bersama Fatur. Selama lima tahun ini Anggita selalu dibayang-bayangi rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam, karena nyatanya hanya ada Fatur di dalam hatinya sampai saat ini.
Sebelum Damar berangkat bekerja seperti biasa ia pergi ke toko kue milik Anggita. Jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal sementara Damar. Anggita menempati sebuah kios sedang dengan lantai dua, agar tempat tinggal dan toko kuenya berdekatan. Sementara Damar tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Anggita sebelum mereka menikah dan menempati rumah barunya yang sedang dibuat oleh Fatur.
"Besok lusa aku akan pergi beberapa hari ke luar kota dan aku harap kamu di sini akan baik-baik saja," kata Damar memberitahu ketika mereka berdua sedang menikmati sarapan paginya.
Wajah Anggita beberapa ini terlihat sangat sendu dan murung membuat Damar sedikit khawatir. Apalagi Anggita sering tidak fokus dengan pembicaraan yang sering diucapkan oleh Damar.
"Iya," balas Anggita singkat sambil memotong roti dengan sendok dan garpunya tanpa menatap ke arah Damar.
Sikap Anggita membuat Damar heran apalagi tidak ada senyuman yang diberikan oleh calon istrinya pagi ini.
"Kamu sakit?" tanya Damar menatap Anggita dengan lekat.
Glek, pertanyaan Damar membuat Anggita segera menatapnya. Tatapan Anggita terlihat sangat kosong dan sendu. Kedua bola matanya membengkak dan juga sembab membuat Damar sedikit khawatir.
"Nggak. Aku baik-baik aja," jawab Anggita dengan suara terdengar parau seakan menyembunyikan sesuatu.
Namun jawaban Anggita semakin membuat Damar tidak percaya. Sikap Anggita berubah sejak pertemuannya dengan Fatur.
"Sikap kamu berubah beberapa hari ini, apa ada sesuatu yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Damar terkesan mengintrogasi Anggita.
Pertanyaan Damar membuat Anggita gugup seketika, dan berharap Damar tidak tahu jika yang akan membuat rumah untuk mereka berdua adalah mantan kekasih Anggita. Memang Damar tidak pernah tahu siapa sosok mantan kekasih Anggita setelah mereka berdua putus. Lara merahasiakan Fatur dari Damar dan Indra karena itulah mereka pernah berselisih.
"Nggak ada kok, aku hanya merasa sedikit lelah," jawab Anggita sedikit terbata-bata dengan ekspresi kebingungan namun Damar percaya dengan ucapan tunangannya.
"Kalau kamu lelah beristirahatlah dan jangan sering-sering ke proyek, biar Reza yang mengaturnya."
"Baiklah," timpal Anggita dengan menahan rasa kesedihannya.
Ya, percuma saja ia pergi ke proyek karena Fatur sudah tidak ada lagi di Bandung dan mungkin tidak akan kembali lagi. Apa pertemuan mereka berdua hanya sesingkat itu?
BATAM
Fatur terlihat begitu sibuk sekali memasukan bajunya ke dalam koper dibantu oleh mamanya yang begitu teliti membuat Fatur terasa nyaman dan tenang untuk saat ini. Sudah ribuan kali Fatur memikirkan keputusannya untuk kembali ke Bandung dan semoga ini adalah keputusan yang benar.
"Jaga kesehatan kamu jangan sampai sakit," ucap Tias Ayu sambil sibuk memasukan baju Fatur ke dalam koper tanpa memperhatikan putranya yang juga sibuk memilih sepatu yang akan dibawa.
"Iya, Ma," balas Fatur singkat.
"Kalau kamu sakit cepat ke dokter dan minta Erik buat mengantarmu," tambah Tias Ayu memberikan wejangan kepada Fatur agar penyakit vertigo nya tidak semakin parah.
"Iya, Ma," jawab Fatur seraya tersenyum manis karena ia tahu jika mamanya begitu sangat mengkhawatirkannya.
"Jangan lupa juga kamu harus sering memberi kabar," timpal Tias Ayu seolah enggan melepas kepergian putra bungsunya.
Melihat sikap Tias Ayu membuat Fatur menjadi tertawa lucu karena mamanya yang begitu berlebihan. Fatur tahu mamanya begitu sangat mengkhawatirkannya, bahkan Tias Ayu tidak sanggup berpisah lagi dengan Fatur saat ini. Setelah 5 tahun berpisah hanya sebentar waktu yang dimiliki oleh mereka bersama, semoga saja mantan suaminya berubah pikiran dan membiarkan Fatur kembali bersamanya.
"Ma, aku cuman pergi ke Bandung bukan berperang. Jadi mama nggak perlu khawatir," kata Fatur mencoba menenangkan Tias Ayu sambil tertawa ringan menatap mamanya.
"Tapi tetap saja Mama khawatir sama kamu," jelas Tias Ayu dengan tatapan sendu.
Tatapan Tias Ayu tidak bisa berbohong jika dirinya sangat mengkhawatirkannya, apalagi tentang rencana perjodohan antara Fatur dan putri teman Rudi membuat Fatur begitu stress.
"Mama nggak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja." Fatur terus meyakinkan Tias Ayu agar tidak begitu khawatir dengan keadaanya.
"Kamu harus janji kalau kamu harus tepat makannya jangan sampai terlambat dan jaga kesehatanmu. Kamu selalu mengabaikan jam makan dan nggak pernah memikirkan kesehatanmu."
Senyum simpul kembali terukir manis di bibir Fatur, ia menatap mamanya rasanya tidak ingin pergi jauh lagi. Tapi ada sesuatu yang harus diselesaikan olehnya.
"Aku janji, Ma. aku akan menjaga kesehatan dan nggak akan membuat mama khawatir," kata Fatur berjanji meyakinkan Tias Ayu agar tidak begitu khawatir kepadanya.
"Kamu selalu saja bohong. Kamu bilang baik-baik saja tetapi kamu sering masuk ke rumah sakit tanpa mama tahu! Kamu selalu menyembunyikan sakit kamu dari kami!" ucap Tias Ayu dengan nada kecewa.
Fatur tidak ingin melihat mama dan kakaknya bersedih karena penyakit lamanya, ia selalu berusaha kuat dan baik-baik saja di depan Tias Ayu dan Mili karena hanya dirinya yang akan melindungi kedua bidadarinya.
"Nggak akan, Ma. Aku janji. Aku akan selalu memberitahu mama tentang keadaanku di mana saja aku berada."
Dengan cepat Tias Ayu memeluk Fatur dengan erat, ia begitu sangat sedih karena baru saja putranya kembali dari Australia kini harus pergi lagi ke Bandung karena proyek yang sedang ditanganinya.
"Cepat pulang," Bisik Tias Ayu dnegan nada lirih memeluk Fatur dengan erat dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya, Ma. Aku akan cepat pulang setelah selesai dari sana," balas Fatur memeluk mamanya dengan air mata yang menetas ke pipinya.
Besok pagi Fatur akan berangkat kembali ke Bandung. Ia berharap semua akan baik-baik saja dan tidak akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan termasuk menyangkut soal Anggita. Semoga saja Fatur bisa diberi kekuatan saat berhadapan dengan mantan kekasihnya.
JAKARTA.
Lara begitu terlihat sangat kecewa dan kesal karena seharusnya yang menjemput dirinya di Jakarta adalah Damar. Namun karena Damar sedang sibuk jadi meminta tolong kepada Indra untuk mengantar Lara ke Bandung.
Mengetahui hubungan antara Lara dan Indra dari dulu tidak pernah akur. Tapi mau bagaimana lagi hanya Indra yang bisa mengantar Lara karena dia juga mempunyai urusan yang harus diselesaikan dengan Danar.
Jika saja saat ini Anggita tidak membutuhkan teman untuk bicara pasti Lara tidak akan berangkat bersama dengan Indra. Namun karena Lara tahu bahwa Anggita saat ini begitu sangat membutuhkannya.
"Masa gue harus berangkat sama Indra?" tanya Lara kecewa terdengar di ujung telepon ketika sedang menelepon Damar karena tidak bisa menjemputnya.
"Gue minta maaf, gue sibuk. Berangkat bareng Indra juga sama, kan?"
"Lo tahu kalau gue sama dia nggak pernah aku dari dulu sampai sekarang!" suara Lara terdengar mulai kesal kepada Damar.
"Itu yang sebenarnya mau gue tanya sama lo. Kenapa lo nggak pernah menyukai dia? Menurut gue dia orangnya baik, care, sabar, penyayang dan lucu." Damar mencoba melembutkan hati Lara agar mau berdamai dengan Indra.
Mendengar semua pujian yang keluar dari mulut Damar membuat Lara kesal. Sungguh semua yang diucapkan oleh Damar berbanding terbalik dengan kenyataan. Indra tidak seperti yang diucapkan oleh Damar kepadanya. Lelaki berkulit putih dengan rambut model comma selalu saja membuat Lara kesal dan naik darah jika berada bersamanya.
"Apa lo bilang? Dia baik? Dia lucu? Dia penyabar? Lo nggak salah ngomong?" Lara semakin emosi ketika Damar memuji sahabatnya.
Dan Damar tahu jika ucapannya pasti akan membuat Lara kesal, tapi Damar ingin jika Lara bisa menjadi kekasih sahabatnya karena sebenarnya Indra juga mulai menyukai Lara meskipun sikapnya begitu jutek dan ketus.
"Bener kan ucapan gue?" Damar mencoba menggoda Lara yang masih terdengar sinis dan kesal saat mendengar nama Indra seolah ia begitu alergi dengan nama itu.
"Dia itu kepo, nyebelin, ngeselin, bikin mood gue rusak tau nggak!"
Terdengar suara tawa kecil Damar di ujung telepon sana, sepertinya Damar tidak pernah menganggap serius amarah Lara kepada Indra. Kenapa juga Lara masih sangat membenci Indra padahal semuanya sudah berlalu.
"Lo jangan berlebihan. Indra itu anak yang baik, percaya sama gue" kata Damar sambil tertawa kecil meyakinkan Lara yang terdengar masih marah.
"Terserah lo! Tapi di mata gue dia itu nggak ada plus-nya dan lo jangan mencoba-coba buat memperbaiki sikap dia di depan gue!" ancam Lara dengan nada kesal dan lagi-lagi Damar hanya tertawa ringan mendengarnya.
"Ok, gue ngerti. Tapi jangan lupa besok Indra jemput lo jam 8 pagi," kata Damar hendak mengakhiri pembicaraan.
"Iya, gue tunggu dia datang," balas Lara masih dengan nada ketus.
"Salam sama Anggita, tolong jaga dia," pinta Lara sekaligus pembicaraan terakhir dengan Damar sambil menutup saluran teleponnya.
Indra menjemput Lara sesuai perintah Damar, walaupun pasti antara mereka berdua akan ada konflik yang panjang, sedari tadi Lara dan Indra hanya terdiam di dalam mobil menuju Bandung tanpa ada pembicaraan di antara mereka berdua. Lara terlihat begitu sangat sibuk dengan ponselnya sedangkan Indra yang sedari tadi fokus menyetir tidak berbicara sekedar basa-basi kepadanya.
Akhirnya Lara bisa bertemu dengan Anggita dan bisa mendengar langsung cerita tentang pertemuannya dengan Fatur. Tanpa persetujuan, Indra menyalakan musik kesukaannya di dalam mobil. Mendengar suara musik yang begitu keras dan gaduh membuat Lara kaget yang tadinya ia sedang asik membaca media sosialnya kini menjadi menatap Indra dengan tajam.
"Lagunya berisik banget!" celetuk Lara dengan nada sedikit kesal menatap tajam ke arah Indra yang ada di sampingnya.
"Lagian sepi banget, kaya di kuburan," sindir Indra sambil terus menyetir dan lagu di dalam mobilnya masih menyala keras.
"Kecilkan volumenya, kuping gue sakit!" pinta Lara dengan nada ketus sedikit meninggi menatap Indra.
"Gue jenuh nggak ada teman bicara, makanya lo ajak gue bicara supaya gue nggak jenuh dan mengantuk," ledek Indra seolah sedang menyindir Lara.
Permintaan Indra tidak diindahkan oleh Lara, masih dengan tatapan sinis Lara terus memperhatikannya. Ingin rasanya Lara mencakar wajah Indra saat ini juga.
"Fokus menyetir nggak perlu mendengarkan lagu!"
Sikap sinis dan jutek Lara membuat Indra tertawa ringan, mengapa Lara terlihat sangat menarik dan cantik saat dirinya bersikap jutek kepadanya.
"Lo bisa nyetir?" tanya Indra mengalihkan pembicaraan dan menatap Lara dengan lekat lalu seketika Lara membalas tatapan Arga.
"Nggak bisa, kenapa?" jawab Lara singkat dan balik bertanya.
"Tadinya gue mau kita gantian menyetir," Jawab Indra mencoba menggoda Lara agar mau mengobrol dengannya.
Seketika Lara menghardik Indra akan ucapannya. Kenapa Indra berusaha untuk mengajaknya berbicara, padahal dia tahu jika Lara sangat membencinya.
"Jangan banyak komentar. Sekarang yang lo lakukan cuman satu! Fokus nyetir dan jangan ajak gue buat ngobrol!" tegas Lara ketus.
"Sinis banget sih lo? Nggak bisa apa manis dikit sama gue? Memangnya lo masih kesel sama gue?"
"No coment! Mending lo fokus nyetir karena gue nggak mau mampir dulu ke RS karena lo!"
"Bagaimana kalau kita istirahat di rest area?" tanya Indra menawarkan ide kepada Lara dengan ekspresi begitu antusias.
Lara tertawa ringan menatap Indra kenapa Indra bisa begitu manja kepadanya. Bukannya mereka baru saja memasuki jalan tol dan baru saja perjalanan mereka berdua dimulai, seakan Indra sedang menghambat perjalanannya menuju Bandung.
"Indra, baru aja kita masuk jalan tol dan lo mau berhenti di rest area?" tanya Lara heran sambil menahan rasa kesal dan amarahnya kepada Indra.
"Iya," jawab Indra dengan ekspresi wajah so cool.
"Kita baru satu jam perjalanan di dalam mobil dan lo mau istirahat?" suara Lara semakin meninggi.
Mendengar ucapan Indra seketika Lara begitu sangat kesal, kenapa bisa Damar menyuruhnya mengantarkan dirinya ke Bandung. Jika tahu seperti ini ia pasti akan memilih untuk menaik bus atau travel saja.