NovelToon NovelToon
Pelarian Cinta Termanis

Pelarian Cinta Termanis

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Anandhita

Terjebak dalam badai cinta yang penuh intrik dan pengkhianatan, Rasmi dan Daud harus menghadapi ujian tak terduga ketika jarak dan pandemi memisahkan mereka.

Selang dua minggu pernikahan, Rasmi dan Daud terpaksa tinggal terpisah karena pekerjaan. Setelah dua tahun mengadu nasib di negeri seberang, Daud pun pulang ke Indonesia. Namun, sayangnya Daud kembali di tengah wabah Covid-19. Daud dan Rasmi pun tak dapat langsung bertemu karena Daud terpaksa harus menjalani karantina. Satu minggu berlalu, kondisi Daud pun dinyatakan positif covid. Rasmi harus kembali berjuang melawan rindu serta rahasia gelap di balik kepulangan sang suami.

Dalam konflik antara cinta, kesetiaan, dan pengkhianatan, apakah Rasmi dan Daud mampu menyatukan hati mereka yang terluka dan memperbaiki ikatan yang hampir terputus? Ataukah sebaliknya?

Temukan kisah mendebarkan tentang perjuangan cinta dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Anandhita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamu Yang Aneh!

Hari ini, kondisi kesehatan Rasmi sudah benar-benar pulih. Tadi pagi petugas kesehatan datang ke rumah dan menyatakan bahwa ia bebas covid. Suhu badannya normal, dan tidak menunjukan tanda-tanda serius lainnya. Kini, ia bebas beraktivitas.

Sungguh melegakan untuk Rasmi. Ia sudah tidak sabar ingin mencari tahu keberadaan suaminya. Terakhir kali Daud menghubunginya sekitar satu pekan lalu, itu pun hanya untuk menanyakan nomor pin ATM yang dirampasnya tempo hari.

Kian hari, Rasmi kian tak mengerti. Sikap Daud tak menunjukkan sedikit pun upaya untuk memperbaiki hubungan.

Rasmi mulai sadar telah ditelantarkan.

Di tempat lain, tepatnya di dalam sebuah gedung perkantoran. Hanif berlarian seperti orang kesetanan.

"Hendri! Hendri di mana Hendri?" tanya Hanif pada rekan kerjanya yang tengah berbincang.

"Tadi, sih, ke ruangan penyuntingan," jawab pria berpakaian seragam TV itu sambil keheranan. Di matanya, sekarang Hanif tampak kacau dan berantakan.

"Ah, sial!" dengus Hanif kemudian lanjut berlari sambil berseru terima kasih.

Ini semua salahnya, salahnya karena menuruti amarah. Tadi, setelah mereka berhasil melakukan wawancara, Hanif melipir dan pamit pergi ke tempat berbeda guna meredakan emosi. Sementara Hendri langsung membawa hasil rekaman dan membawanya ke kantor.

Bukan apa-apa, hati Hanif amat membara melihat kebersamaan suami dari wanita yang dicintainya tengah bersama wanita lain. Panggilan Ayah yang bocah kecil itu sematkan semakin menambah asumsi buruk Hanif pada Daud. Laki-laki brengsek yang tega meninggalkan istri sahnya demi memenuhi hawa nafsunya sendiri.

Pertemuan kedua Hanif dengan Daud tadi seolah mengkonfirmasi sikap buruk pria itu pada Rasmi ketika di klinik. Tak lain karena si bajingan itu telah berani bermain api di belakang Rasmi.

Satu hal yang Hanif yakini, laki-laki pecundang itu sepertinya belum mengetahui siapa Hanif sebenarnya.

Aku adalah laki-laki malang yang ditolak istrimu karena dia lebih memilih dirimu, sialan!

Hasil rekaman ia dan Hendri tadi seolah menjadi bukti, bukti bahwa pria itu sudah mengkhianati pernikahannya sendiri. Namun, jika Rasmi sampai mengetahuinya melalui tayangan televisi seperti ini, hati wanita itu akan luluh lantah dan hancur berkeping-keping.

Tidak! Hendri tidak sanggup menyaksikan itu semua. Maka, ia harus segera mencegah hal buruk itu terjadi.

"Hendri! Hen!" seru Hanif lega ketika melihat Hendri hendak masuk ke salah satu ruangan. Yakni ruang penyuntingan di mana segala bentuk file berisi berita akan disunting di sana sebelum mengudara.

"Oyyy, Nif!" balas Hendri melambaikan tangan, sambil tersenyum lebar. Pekerjaan mereka sudah selesai, Hanif pasti ingin mengajaknya ngopi-ngopi santai. Begitu harapan Hendri.

"File ... file hasil rekaman kita ... yang tadi mana?" Hanif terengah.

"Udah diserahin ke tim penyunting, dooong!" bangga Hendri. "Noh, bentar lagi disiarin di stasiun TV kita!" Hendri menaikturunkan alisnya.

Kalimat terakhir Hendri barusan seketika menyerang kepala Hanif hingga terasa berdenyut.

"Sial!" umpat Hanif lagi. Tanpa kata, ia kembali berlari keluar dan menjalankan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Tak peduli pada pergerakan Hendri yang menyusulnya dari belakang.

Pria yang hobi mengikat rambut gondrongnya itu lari pontang-panting karena mengira Hanif akan mengajaknya. Namun, begitu ia sampai di parkiran, kendaraan Hanif sudah melaju kencang dan hanya menyisakan asap kenalpotnya saja.

"Tega bener, dah, Niiif ... Nif!" kata Hendri sambil mengusap wajahnya yang tersemprot asap.

Sementara itu di rumah Rasmi, wanita itu masih bergelung dengan pikiran rumitnya sendiri. Ia terus memikirkan nasib rumah tangganya dengan sang suami yang kian hambar dan tidak jelas.

"Kenapa rumah tangga kita jadi begini, Mas? Kamu membuatku bingung, ... sedangkan aku takut salah langkah." Rasmi termenung sendiri di ruang tamu. Rambutnya diikat tinggi, sementara kedua tangan memeluk kakinya sendiri.

Diperhatikannya setiap sudut rumah, selain tumpukkan buku yang tersorot sinar mentari sore, pot bunga di pojok kanan sofa, juga detik jarum jam yang seirama dengan detak jantungnya. Tak ada lagi hal lain yang membersamai.

Hening dan sepi seolah sudah jadi teman setia wanita itu.

Menulis pun sekarang sudah jadi pelampiasan semata karena ia bebas merancang dunianya sendiri di sana. Ingin berakhir duka, ataukah bahagia.

Air mata Rasmi mulai berjatuhan, diiringi isak tangis yang mengalun menyayat hati.

Kira-kira, akhir dari kisahnya ini bagaimana?

Entah Rasmi sadar atau tidak, buah dari kesabaran yang dijalaninya selama berumah tangga bersama Daud, tak lain hanyalah waktu yang terbuang sia-sia, sepi yang menyiksa, dan aura kecantikan dalam dirinya yang perlahan redup seiring tubuhnya yang kurus kering.

Bunga yang dulu mekar cantik nan indah itu, kini telah layu dan kehilangan madunya. Penampilan Rasmi tak sesegar dulu, sorot matanya tak setajam ketika ia masih menjadi jurnalis yang tegas dan kompeten.

Ditatapnya lekat-lekat laptop di depannya, layarnya gelap karena ia masih enggan memulai pekerjaan. Benda itu sejajar dengan letak televisi yang menempel di dinding. Cukup dua pekan ini ia meratapi diri, bersedih dan mengabaikan semua hal di sekelilingnya.

"Setidaknya ada suara ramai yang mengusir hening di sini," ucap Rasmi. Ia menghapus air matanya sendiri, lalu mengambil remot dan segera menyalakannya. Jika dipikir-pikir, sejak dirinya terjun menjadi seorang author, ia tak lagi mengetahui berita hangat apa pun. Sebab hanya fokus menulis dan melakukan riset.

Begitu televisi dinyalakan, gambar yang terpampang di layar adalah berita kematian. Kasus janggalnya bau busuk yang menguar dari salah satu rumah, hal itu dilaporkan oleh beberapa warga kepada pihak terkait hingga terungkapnya penyebab peristiwa tragis yang menelan korban jiwa satu keluarga lengkap.

"Astaghfirullah, ya Allah! Kok bisa sampai gak diketahui dari awal?" komentar Rasmi, menyayangkan kejadian naas tersebut.

Di sana, tampak para petugas polisi, paramedis yang lengkap memakai hazmat suit, salah satu APD yang menyerupai baju astronot dan wajib tenaga medis kenakan saat menagani pasien covid.

Saat ia fokus menyimak, tiba-tiba ia melihat wajah yang mirip dengan suaminya di balik layar sana. Rasmi pun refleks mencondongkan diri.

"Ma-Mas Daud? Itu ... betulan suam—" Kalimat Rasmi menggantung. Sebab, bersamaan dengan itu, gedoran keras yang berasal dari pintu utama membuyarkan konsentrasi Rasmi, juga berhasil meredam suara televisi.

"Ras! Assalamualaikum, Ras! Buka pintunya! Ami!"

Gedoran pintu terus terdengar, menggema dan memaksa Rasmi untuk bergerak membukanya.

"Waalaikumsalaam! Iya, sebentaaar!" seru Rasmi.

Entah siapa yang datang, alih-alih ketukan justru gedoran yang dilakukan. Seolah tidak sabar dan tergesa-gesa.

Tak ingin pintu rumah ini rusak, Rasmi buru-buru membukanya sekuat tenaga.

Begitu pintu terbuka, tampaklah seorang pria berwajah lelah dan dibanjiri keringat tengah berdiri di sana. Satu tangannya bahkan masih menggantung hendak kembali menggedor pintu.

"Pintunya ... langsung dibuka .... Berarti ... kamu udah ... sembuh!" Napas pria itu tersengal, tetapi tersenyum lebar menyiratkan kelegaan.

"Mas Hanif?" Rasmi mengernyitkan keningnya.

"Hai!" katanya, sambil terengah. "Boleh Mas masuk dulu? Haus!"

Sejenak Rasmi ragu. Di rumah hanya ada ia sendiri, apakah tak apa menerima tamu laki-laki ketika suaminya tidak ada?

Namun, mengingat kebaikan pria di hadapannya ini yang sudah menolongnya, tanpa sadar tangannya membuka lebar daun pintu. Hari itu, begitu ia diletakkan di jok mobil, samar-samar ia melihat wajah Hanif tepat di depannya.

Isyarat persetujuan itu langsung disambut senang oleh Hanif. Ia melangkah masuk sambil celingukan seolah sedang mencari-cari sesuatu.

"Haaaah, syukurlah!" gumam Hanif menyentuh dadanya.

"Kenapa, Mas?" Rasmi mengekor di belakang.

"Eh, enggak ...! Ini ... syukurlah kamu ngebolehin aku masuk. Tenggorokan Mas kering banget rasanya."

"Sabar, ya, Mas! Aku ambil dulu minumnya, silakan Mas Hanif duduk dulu!" ujar Rasmi.

"Bo-boleh Mas temenin ngambil minumnya?"

"Gak us—"

"Ayo, Ras, yok!" Hanif mendorong pelan kedua bahu Rasmi menuju dapur.

Rasmi bingung harus berkata apa, tingkah Hanif terbilang aneh dan tak biasa. Ah, ataukah kepribadian pria itu berubah selama mereka tak berjumpa?

Seolah belum cukup dengan itu, setelah selesai menyeduh dua gelas kopi menggunakan tangannya sendiri, Hanif lalu mengajak Rasmi ngopi santai ke halaman belakang.

Entah siapa pemilik rumah sebenarnya di sini. Rasmi hanya mampu melongo dan pasrah ketika Hanif menarik tangannya.

Sungguh tamu yang aneh!

1
Sunaryati
Suka, ini tak kasih bintang 5 , tolong up rutin
Sunaryati
Ceritanya bagus buat deg- degan bacanya, ikut merasakan sakit hati dan marahnya Rasmi. Lancarkan proses perceraian Daud dan Rasmi, Rasmi bisa mengamankan rumahnya dan jika perlu penjarakan Daud karena membawa uang dan perhiasan Rasmi serta menikah lagi tanpa izin istri pertama
Sunaryati
Segera terbongkar pengkhianatan Daud, shg ada alasan Rasmi menggugat cerai
Yuli
nyesek bgt thor 😩 tapi aku suka
Yuli
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!