NovelToon NovelToon
Stuck On You

Stuck On You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: _Sri.R06

Kehidupan Agnia pada awalnya dipenuhi rasa bahagia. Kasih sayang dari keluarga angkatnya begitu melimpah. Sampai akhirnya dia tahu, jika selama ini kasih sayang yang ia dapatkan hanya sebuah kepalsuan.

Kejadian tidak terduga yang menorehkan luka berhasil membuatnya bertemu dengan dua hal yang membawa perubahan dalam hidupnya.

Kehadiran Abian yang ternyata berhasil membawa arti tersendiri dalam hati Agnia, hingga sosok Kaivan yang memiliki obsesi terhadapnya.

Ini bukan hanya tentang Agnia, tapi juga dua pria yang sama-sama terlibat dalam kisah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Sri.R06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bantuan Untuk Shena

Agnia menghela napas, pikirannya malah kembali menunjukkan bayangan Abian yang justru bersikap dingin padanya. Sebenarnya, kemarin malam dia sempat berpapasan dengan Abian. Seperti biasa Agnia menyapa pria itu, namun balasan Abian justru membuat hatinya tidak tenang.

Abian tidak sama sekali menoleh untuk sekedar merespon sapaan yang dia berikan. Justru dia seolah tidak melihat Agnia di sana. Jika memikirkan kembali hal itu, rasanya Agnia kesal sendiri.

Ada apa dengan dia? Apa kesalahan yang telah aku lakukan?!

“Mba, ini jadi berapa? Kok bengong aja, sih?!”

Agnia baru tersadar saat suara seruan tak ramah itu terdengar. Dia teringat sedang melayani seorang pelanggan yang membeli kue di toko tempatnya bekerja.

“Maaf, Kak. Iya, ini jadi—” Agnia memperhatikan kembali belanjaan yang sudah dimasukkan ke dalam kantong plastik di hadapannya. “204.000 ya, Kak.” Dia tersenyum profesional guna menghalau rasa bersalah di hatinya. Agnia lantas membungkuk setelah wanita yang menjadi pembeli di tokonya itu keluar setelah membayar belanjaan.

Agnia menghela napas lelah saat jam kerjanya itu telah usai. Dia segera melepas seragam, setelahnya mengenakan jaket tebal hasil pinjaman dari teman kerjanya, saat dirasa suasana malam itu terasa sangat dingin.

Menatap langit berbintang di atas sana, Agnia takjub dengan keindahan itu. Dia berjalan cepat setelah memperhatikan ponsel, ternyata ojek online pesanannya akan sampai dalam beberapa menit.

“Mba Agnia?”

Ternyata itu tidak sampai 5 menit, dan Agnia sudah bertemu dengan ojek pesanannya.

Agnia mengangguk, dia mengenakan helm yang diberikan oleh pengemudi ojek online itu setelahnya baru menaiki motor untuk menuju tempat tujuannya.

.

.

.

Baru 7 menit perjalanan, dan Agnia sudah menemukan keadaan dimana hati nuraninya harus terketuk untuk membantu seseorang yang tampak dalam kesulitan.

“Pak, berhenti, Pak.” Agnia menepuk punggung pengemudi ojek itu, dia memperhatikan apa yang ada tidak jauh dari hadapannya saat ini. 

“Itu … Shena?” Agnia menajamkan penglihatannya. Dia turun terlebih dulu dari motor setelah pengemudi itu menghentikan laju motornya.

“Mba mau apa, sepertinya di sana berbahaya,” kata pengemudi ojek online itu, dia takut Agnia nekad untuk mendekati beberapa orang di depan sana.

“Bapak tunggu dulu di sini, ya. Sepertinya itu orang yang Saya kenal.” Agnia tetap berjalan mendekat, mengendap-endap untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak lagi memperdulikan teriakan tertahan dari pengemudi ojek yang tampak ketakutan saat ini.

Keadaan yang gelap itu ternyata menguntungkan Agnia. Dia bersembunyi di balik pohon besar sekitar 6 meter dari posisi orang-orang itu. Dari tempatnya, meskipun samar Agnia dapat mendengar orang-orang itu berbicara.

Di sana, Shena tampak bergetar ketakutan namun sebisa mungkin raut wajahnya masih menunjukkan keberanian.

“Apa yang kalian inginkan?!” Shena bertanya dengan sorot matanya yang dibuat setajam mungkin. Dia bertanya dengan nada tinggi, meski begitu kakinya secara naluri berjalan mundur untuk menjauhi dua orang pria yang sedang menahannya itu.

“Aduh, tidak perlu takut seperti itu. Kami tidak ingin menyakitimu, kok. Sekarang … bagaimana jika ikut bersama kami, cantik. Kita bersenang-senang?” Salah seorang pria dengan rambut berantakan, begitupun dengan penampilannya tampak berjalan maju untuk menggapai Shena.

Namun saat itu Shena tahu, tampaknya mereka dalam pengaruh alkohol. Mungkin itu juga yang membuat kedua pria itu tampak tidak bisa berdiri dengan tegak.

“Menjauh dariku! Jika kalian ingin uang, aku akan memberikannya!” Shena semakin berjalan mundur, bola matanya sudah bergerak gelisah. Ini adalah kali pertamanya dia mengalami kejadian ini.

“Sepertinya nona muda dari keluarga kaya, ya? Bagus juga. Ah pasti akan sangat menyenangkan jika kita bersenang-senang, ayo.” Pria lain dengan kepala plontos lantas mengambil langkah lebar, langsung menarik pergelangan tangan Shena berniat menyeretnya untuk mereka bawa.

“Ayo, bantu aku!” Pria berkepala plontos itu memerintah rekannya dengan nada geram. Saat itu pria yang satunya langsung menurut.

Shena berteriak histeris, meronta dengan sekuat tenaga. “Tolong! Tolong!”

“Ayo jangan melawan, lebih baik ikut dengan kami!”

“Tidak mau, kalian ber*ngs*k!” Shena memaki dengan nada tinggi, kakinya sudah menendang dengan serampangan namun belum cukup untuk membuat mereka melepaskan Shena. 

Di tempat lain, Agnia ikutan panik. Dia tidak mungkin langsung datang ke sana tanpa persiapan. Menelpon polisi juga akan membutuhkan waktu hingga mereka sampai. Mungkin saat itu Shena sudah dibawa oleh orang-orang jahat itu. Kini, Agnia harus memutar otak. Dia melihat ke segala arah. Matanya membulat saat menemukan batu berukuran cukup besar, dan Agnia yakin dia bisa membawanya.

“Tidak, tolong! Siapapun tolong aku!” Shena masih memberontak, dia sekuat tenaga bertahan agar tidak dibawa orang-orang jahat itu.

“Akh, sialan! Siapa yang melempar sesuatu ke sini?!”

Shena langsung mengedarkan pandangannya. Dia merasa mungkin ada harapan untuk orang lain bisa menyelamatkannya.

Saat itu Agnia muncul di belakang orang-orang itu, dia memukul daerah punggung salah satu penjahat dengan batu berukuran sedang di tangannya. Penjahat berkepala plontos itu mengaduh, kepalanya terasa pusing, punggungnya pun terasa sakit hingga tubuhnya limbung, dan terjatuh di tanah.

“Kau!”

Agnia menyeringai mengerikan. Saat Shena melihat Agnia di sana dia juga tidak menyangka jika Agnia yang ternyata membantunya.

“Akh! Sialan, berani sekali kau melakukan ini?!” Pria berkepala plontos itu bangkit, sementara Shena yang mendapat kesempatan langsung menjauh dari mereka. Dia berlari dan bersembunyi di belakang Agnia.

“Aku masih memiliki batu lain yang lebih besar. Kalian ingin mencobanya?” Agnia berkata dengan nada datar, namun sorot matanya dia buat setajam mungkin.

“Apa yang kau lakukan tangkap mereka!” Titah pria itu pada rekannya. Namun belum sempat pria yang lain maju Agnia sudah lebih dulu melempar batu lain dan itu tepat menimpa jari kaki penjahat itu, membuat pria itu meraung kesakitan.

Agnia yang melihat itu bahkan tidak menyangka akan kena, jujur saja tadi dia hanya menggertak.

“Sialan!”

Namun Agnia kembali berbicara, wajahnya berubah bengis. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Dia beruntung karena sebelumnya terdapat  benda ini di saku jaket yang ia kenakan.

“Kebetulan sekali teman kecilku ingin berkenalan dengan orang baru.” Itu adalah sebuah pisau lipat yang Agnia perlihatkan. Dia menyeringai menunjukkan raut wajahnya yang lebih mengerikan dari sebelumnya.

“Sial! Dia membawa pisau. Kita pergi saja Ren, ayo!” Pria yang kakinya terluka tadi sudah menarik pria plontos untuk segera pergi.

Agnia yang melihat kesempatan emas langsung kembali menunjukan keseriusannya.

“Jika kalian tidak ingin pergi, aku tidak keberatan mengirim kalian ‘pulang’ lebih dulu.” Namun, siapapun yang mendengar kata itu justru keluar dari bibir Agnia dengan nada menyeramkan, jelas saja akan begitu ketakutan. Jadi dengan terbirit-birit mereka berlari begitu cepat meskipun sesekali hampir terjatuh karena langkah mereka yang tidak stabil.

Namun setelah kepergian orang-orang itu, Agnia merasakan jantungnya yang sudah berdegup kencang semakin membuatnya lemas. Dia perhatikan pisau lipat di tangannya yang tengah bergetar itu. Kini Agnia bisa menghela napas lega setelah dirasa situasi aman.

Agnia benar-benar berterima kasih pada teman kerja yang telah meminjamkannya jaket malam itu, terlebih saat di dalamnya terdapat pisau lipat yang bisa Agnia pergunakan untuk situasi darurat seperti sekarang ini. Mengenai kenapa temannya membawa pisau, Agnia tidak peduli. Yang lebih penting karena itu dia aman sekarang.

Agnia kemudian berbalik, dia melihat Shena sudah menjauh sekitar satu meter darinya. Menatap Agnia dengan penuh ketakutan.

“Kenapa kamu menatapku seperti itu?” tanya Agnia.

“Kamu … psikopat!” tuduh Shena tiba-tiba, dia sudah menunjuk pada Agnia dengan tangannya yang bergetar.

“Apa?” Agnia tidak percaya dengan tuduhan tiba-tiba itu.

“Mengaku saja, bagaimana kamu bisa mengatakan sesuatu yang mengerikan dengan tenang seperti tadi?” tanya Shena.

Sayang sekali, Shena tidak mengetahui seberapa berusahanya Agnia agar bisa tetap tenang seperti tadi. Jika memungkinkan, rasanya Agnia ingin lari saja, namun dia tahu mereka pasti akan tetap tertangkap.

“Terserah apa yang kamu pikirkan. Tapi fakta yang sebenarnya adalah aku telah menolongmu,” kata Agnia. “Kamu tidak ingin mengatakan sesuatu?” Agnia memancing, mungkin saja Shena akan mengucapkan terima kasih, meskipun sebenarnya Agnia sama sekali tidak mengharapkannya.

“Itu juga kebetulan, kan. Kau ingin aku memberimu uang berapa banyak?” Shena sudah kembali pada keangkuhannya yang dulu. Membuat Agnia diam-diam menghela napas lelah.

Agnia menatap sekilas pada Shena, sebelum berbalik menuju driver ojek online dengan harapan masih berada di tempat yang sama.

“Hei kau mau ke mana?” Shena berteriak. Namun, tak urung tetap melangkah mengikuti Agnia dari belakang. 

***

“Tidak, aku tidak mau!”

“Apa yang salah dengan itu. Masih ada tempat untukku ikut, kan?”

“Tidak mau! Mobilmu masih ada di sana, kan. Pakai saja itu,” kata Agnia.

Apa yang Shena pikirkan. Bukankah dia masih memiliki mobil. Kenapa malah ingin ikut dengannya. Apalagi satu motor bertiga.

“Mobilku mogok, itulah kenapa aku bisa berada di sini.”

Agnia menghela napas. “Pak, tolong antar dia ya.”

“Loh, nanti Mbaknya gimana?” tanya Bapak itu.

Agnia tersenyum kecil. “Gak apa-apa, kok, Pak. Bapak antar dia saja, ya,” pinta Agnia. “Alamatnya tetap sama, kok.”

“Ya sudah. Hati-hati ya, Mbak.”

“Ayo naik,” kata Agnia. Dia sudah akan pergi namun perkataan Shena membuatnya urung.

“Terima kasih.”

Agnia terdiam. Dia tidak menyangka Shena bisa mengatakan hal itu juga.

“Bukan masalah.”

***

“Sudah jam sebelas malam.” Agnia memperhatikan arloji di pergelangan tangannya.

Setelah menunggu angkutan umum cukup lama, akhirnya Agnia bisa sampai juga di kediaman Bellamy.

Agnia menggosok telapak tangannya guna menghalau dingin. Hari ini sempat turun hujan, dan sayangnya Agnia tidak membawa payung. “Dingin ….” Agnia berlari kecil memasuki kediaman Bellamy, tubuhnya sudah sangat menggigil. Dia bahkan sesekali akan mengalami bersin akibat suhu dingin yang menyerang kulit.

“Agnia?”

Agnia berbalik, dia melihat Abian tepat saat akan memasuki kamarnya.

“Kenapa baru pulang?” tanya Abian. Pria itu berjalan mendekat.

Namun setelah melihat tubuh Agnia yang basah Abian mendadak panik. “Kamu tidak membawa payung?! Kenapa ceroboh sekali.”

Agnia begitu terkejut karena perlakuan Abian selanjutnya. Abian langsung membawa Agnia masuk ke dalam kamar, bahkan wanita itu tidak sempat menolak.

“Abian apa yang kamu lakukan?” Agnia sudah panik. Kini mereka ada di dalam kamar Agnia. Dan itu hanya berdua. Dia takut ada yang melihat dan malah menimbulkan spekulasi macam-macam.

“Cepat ganti pakaianmu. Keringkan rambut, dan buat tubuhmu lebih hangat, jika tidak kau akan sakit.” Abian mendorong punggung Agnia menuju kamar mandi, namun sebelum berhasil Agnia segera berbalik menatap Abian dengan tatapan tajam.

“Kamu tidak berniat untuk ikut masuk ke kamar mandi denganku, kan?”

Abian seketika itu terdiam, dia baru sadar kakinya hampir memasuki kamar mandi. Saat itu juga Abian memundurkan langkah menjauh dari Agnia.

“Tentu saja tidak! Apa yang kamu pikirkan?” sergah Abian.

“Tapi sebaiknya kamu tidak berada di sini Abian. Atau akan ada orang lain yang salah paham,” kata Agnia, dengan nada yang lebih pelan.

Saat itulah Abian tersadar akan kesalahannya. “Benar, maafkan aku.” Setelah itu Abian keluar dari kamar Agnia dengan langkah cepat.

***

Namun tampaknya Abian masih sangat mengkhawatirkan Agnia. Karenanya, dia kembali mengecek kondisi Agnia setelah satu jam berlalu.

Mengetuk pintu, Abian tidak menemukan jawaban dari dalam sana. Takut terjadi hal buruk pada Agnia, Abian memilih untuk memasuki kamar wanita itu yang tampaknya lupa Agnia kunci.

“Agnia? Kamu baik-baik saja, kan?”

Namun saat itu yang Abian lihat selanjutnya adalah Agnia yang sudah terbaring di tempat tidur. Wanita itu tampak tenang dalam tidurnya. Melihat itu, Abian bisa menghela napas lega, dia tenang setelah mengetahui Agnia baik-baik saja.

Terkadang, dia merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Abian bisa merasa sangat khawatir saat dia tidak bisa menemukan Agnia dimanapun. Atau dia akan merasa begitu kesal saat menemukan Agnia justru bersama dengan orang lain.

Namun saat itu Abian malah fokus pada wajah Agnia yang hanya diterangi dari lampu dengan pencahayaan minim. 

Abian memandangi Agnia yang tampak begitu tenang. Suasana dingin malam itu berubah hangat, detakan jam membawa ketenangan. Abian terdiam, terperangkap dalam potret indah yang memabukkan.

“Entah kenapa tapi, rasanya aku menyukai saat-saat seperti ini,” gumamnya, setelah itu keluar dari kamar Agnia masih dengan detakan jantung yang kian menggila.

1
Jam Jam
ceritanya bagus ka, dilanjut ya kak. Semangaaat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!