Laura dan Morgan telah menjalin hubungan sejak mereka duduk dibangku SMA. Bahkan, Morgan berjanji ketika dewasa kelak dirinya akan menikahi Laura. Namun nasib berkata lain, tiba-tiba saja Morgan dijodohkan oleh orang tuanya dengan wanita lain.
Bagaimana nasib Laura kedepannya? Yuk simak kisah mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laura Pamit
Laura sampai di toko buku tempat dimana dirinya bekerja. Siang itu, ia berniat menyampaikan maksud kedatangannya yang tidak akan lagi tinggal di toko buku.
Sebagai teman sekamar Laura, Siti nampak sedih karena ia dan Laura tidak bisa tidur bersama. Bahkan, ia juga kehilangan teman untuk bisa berbagi cerita.
Siti sudah sangat cocok dengan Laura dan Siti pun sudah menganggap Laura seperti adik kandungnya sendiri.
“Kenapa harus pulang ke rumah, Lala? Tidak bisakah kamu tidur disini seperti sebelumnya?” tanya Siti sedih.
“Maaf, Kak Siti. Aku tidak bisa kalau harus tidur disini. Bagaimana dengan rumahku? Sekarang, ruma itu menjadi tanggung jawabku. Toh, kita masih bisa bertemu karena aku hanya pindah tempat tidur dan tetap bekerja disini,” terang Laura.
Pak Saiful sebenarnya sudah sangat cocok dengan Laura. Terlebih lagi, semenjak Laura tinggal di toko buku, bagian dapur serta bagian ruangan yang jarang terjamah bersih kinclong karena sikap Laura yang rajin bersih-bersih itu.
“Laura, itu sudah pilihan kamu. Bapak hanya bisa berharap, kamu tetap bekerja disini dan betah ya. Kalaupun tidak tidur disini lagi, Bapak juga tidak masalah,” pungkas Pak Saiful.
Siti akhirnya mengiyakan, meskipun ia harus kembali tidur sendirian tanpa ada Laura sebagai teman berbagi cerita.
“Kak Siti, aku permisi dulu ya mau ke kamar. Mengambil barang-barangku,” ujar Laura.
“Pak, boleh saya izin sebentar ke kamar dan bagian kasir dijaga sama teman yang lain?”
“Silakan, biar Bapak yang jaga,” balas Pak Saiful.
Mereka berdua pun masuk ke dalam kamar. Laura buru-buru memasukkan barang-barang miliknya yang tersisa ke dalam koper.
“Lain waktu, boleh ya aku main ke rumahmu,” ujar Siti yang ingin berkunjung ke rumah Laura.
“Boleh banget, Kak. Menginap juga boleh, soalnya aku sekarang tinggal sendirian,” balas Laura.
Siti tak lagi ingin bertanya, ia justru mengeluarkan sesuatu yang ada di tasnya dan memberikannya kepada Laura.
“Apa ini, Kak?” tanya Laura sambil menerima bungkusan kertas kado yang entah isinya apa.
“Kamu buka saja, itu buat kamu dan aku harap kamu suka!”
Laura tersenyum lebar dan membuka bungkusan kertas kado tersebut yang rupanya adalah gantungan kunci berbentuk awan.
“Wah, gantungan kuncinya sangat cantik. Berbentuk awan,” ucap Laura yang menyukai hadiah pemberian Siti dan tak lupa mengucapkan terima kasih atas hadiah tersebut.
“Awan ini seperti kamu, Lala. Tekadmu yang kuat membuatmu layak menjadi yang terbaik dan awan ini seperti lambang karena tekadmu yang kuat. Sudahlah, aku tidak pintar berkata-kata. Intinya kamu hebat dan aku salah satu penggemarmu,” ungkap Siti.
Laura tersenyum bahagia dan mengaitkan gantungan kunci tersebut di tas ransel miliknya.
“Sekali lagi terima kasih, Kak Siti. Gantungan kunci ini akan menjadi teman setiap langkahku!” seru Laura.
Malam Hari.
Untuk pertama kalinya Laura tidur sendirian di rumah peninggalan orang tuanya. Ada perasaan takut yang terus mengintai Laura, bahkan Laura merinding setiap melewati kamar yang sebelumnya ditempati oleh Almarhumah Ibu Ani.
Belum lagi, ia harus melewati malam itu sendirian tanpa ditemani oleh siapapun.
“Ya Allah, kok tiba-tiba jadi merinding begini ya?”
Laura meringkuk di dalam kamarnya seraya berusaha untuk memejamkan mata. Namun, ia tidak bisa tenang seakan-akan ada yang mengawasinya.
Untuk mengusir rasa ketakutannya, Laura memberanikan diri keluar kamar dan duduk santai di depan rumah. Meskipun, jarak dari rumah ke rumah yang lain tidak berdekatan.
“Laura, kok duduk sendirian?” tanya salah satu tetangga ketika melihat Laura hanya duduk sendirian tanpa ditemani siapapun.
“Iya, Bu Sih. Bu Sih habis darimana?” tanya Laura berbasa-basi karena bingung harus bertanya apa.
“Habis dari warung, kebetulan anak Ibu minta dimasakin mie instan. Ibu langsung pulang ya, kamu sebaiknya diam didalam saja. Tidak baik anak gadis duduk didepan rumah sendirian,” ujar Bu Sih dan melanjutkan langkahnya.
Laura menghela napas panjang, ia belum juga mengantuk dan memutuskan akan masuk ke dalam jika rasa kantuk mulai menyerangnya.
Cukup lama Laura duduk dikursi depan rumah, sampai akhirnya ia merasa sangat ngantuk dan ingin segera tidur.
Keesokan pagi.
Sebelum berangkat ke kampus, Laura membersihkan rumah terlebih dahulu dan memastikan kalau semuanya aman. Barulah Laura pergi ke kampus dengan menggunakan jasa ojek online.
Laura meminta pengemudi ojek online itu mempercepat laju motornya karena waktu sudah sangat mepet.
“Terima kasih, Pak!” Laura membayar jasa ojek online tersebut dan berlari menuju koridor.
Ternyata, ada cukup banyak mahasiswa yang menunggu Laura karena ingin membeli dagangan Laura. Akan tetapi, pagi itu Laura tidak berjualan dan akan berjualan gorengan besok pagi.
“Maaf ya,” ucap Laura meminta maaf.
Zoey dari kejauhan melambaikan tangannya seraya berlari mendekat menghampiri Laura.
“Laura, pisang goreng ya seperti biasa!”
“Maaf ya Zoey, hari ini aku tidak berjualan dan baru besok aku berjualan,” ucap Laura seraya tersenyum.
“Haa? Kenapa? Padahal aku sangat ingin makan pisang goreng buatan kamu,” balas Zoey sedih.
“Aku baru saja pindah ke rumahku yang dulu. Bisa dikatakan aku sedikit lebih sibuk karena dari beberapa hari yang lalu harus bersih-bersih rumah,” pungkas Laura.
“Kalau besok kamu jualan dong Laura?” tanya Zoey memastikan.
“InsyaAllah mulai besok aku jualan lagi,” jawab Zoey.
Zoey tiba-tiba penasaran kejadian beberapa waktu yang lalu, saat Laura pergi dengan tergesa-gesa.
Laura, kalau boleh tahu waktu itu kamu kenapa terlihat tergesa-gesa? Apa ada sesuatu yang penting?” tanya Zoey penasaran.
Laura terdiam sejenak, kemudian ia memberitahu Zoey mengenai Ibu tirinya yang meninggal dunia. Namun Laura, tidak menceritakan secara detail penyebab kematian Ibu Ani.
“Aku turut berdukacita ya Laura. Jadi sekarang, kamu tinggal sendirian?”
“Iya Zoey, aku tinggal sendirian.”
“Lain kali boleh aku main ke rumahmu?” tanya Zoey yang ingin berkunjung ke tempat dimana Laura tinggal.
“Boleh saja,” jawab Laura yang dengan senang hati menyambut kedatangan Zoey.
Zoey tersenyum senang dan gadis itu pamit bergegas menuju kelasnya.
Laura pun melambaikan tangannya dan melanjutkan langkahnya menuju kelas.
“Laura!” Hanif dari kejauhan memanggil Laura, namun Laura tak mendengar panggilan tersebut.
“Laura tunggu!” Sekali lagi Hanif memanggil Laura dan akhirnya Laura berhenti karena mendengar namanya dipanggil.
“Kamu memanggil ku, Hanif?” tanya Laura memastikan.
Hanif mengeluarkan bolpoin miliknya dan memberikannya kepada Laura.
“Apa ini, Hanif?” tanya Laura sambil memperhatikan bolpoin tersebut.
“Ambilah, ini untukmu.”
Laura mencoba menolak pemberian tersebut secara halus, namun Hanif terus saja memaksa dan akhirnya Laura menerima bolpoin tersebut.
“Sudah ya Laura, aku mau langsung ke kelas!”
Hanif menemuiku hanya ingin memberikan bolpoin ini? (Batin Laura bertanya-tanya)