Aku Mencintainya Lebih Dulu

Aku Mencintainya Lebih Dulu

Akhirnya Jadian

Bel sekolah berbunyi, para murid dengan semangat meninggalkan kelas. Bahkan beberapa dari mereka merencakan untuk makan siang bersama di cafe yang sedang hits dikalangan remaja.

“Laura, mau ikut nggak?” tanya Mega teman sebangku Laura.

“Nggak deh, aku capek mau langsung pulang,” jawab Laura seraya tersenyum kecil.

“Kamu tuh ya, setiap diajak pasti jawabannya begitu,” celetuk Puput.

Laura tak menghiraukan celetukan tersebut. Justru ia dengan cuek berjalan menuju sepeda miliknya yang terparkir ditempat khusus parkir sepeda.

Saat Laura hendak mengayuhkan sepedanya, seorang remaja pria datang sambil menahan sepeda Laura yang hendak pergi meninggalkan area parkir.

Laura yang terkejut, hampir saja terjatuh dan untungnya kaki jenjangnya menahan sepedanya yang hampir terjatuh.

“Kamu?” Laura menoleh ke arah belakang seraya menunjuk hidung remaja pria tersebut dengan jari telunjuknya.

“Morgan. Apa kamu lupa dengan namaku?” tanyanya seraya menurunkan jari telunjuk Laura yang menyentuh hidungnya.

“Kalau bukan kamu yang menyentuh hidung mancungku, sudah pasti aku akan marah,” celetuk Morgan dengan tersenyum lebar.

Laura membuang muka dengan pipi yang sudah merah merona seperti udang rebus.

“Nanti sore kamu ada waktu buat aku?” tanya Morgan.

“Kenapa tanya-tanya?” tanya Laura seolah tak penasaran dengan pertanyaannya itu.

“Sepertinya aku tidak bisa menunggu sampai sore. Kalau begitu aku langsung saja ke intinya,” ucap Morgan dan kini berpindah posisi menghadap Laura.

Morgan perlahan menyentuh tangan Laura, sementara Laura hanya menunduk malu dengan apa yang dilakukan Morgan.

“Aku tak pandai berbasi-basi, Laura. Aku berharap banyak dari kedekatan kita selama ini, apakah kamu mengerti maksudku?”

“Apa?” tanya Laura yang masih menundukkan pandangannya.

“Aku mau kamu jadi pacarku, sekarang dan selamanya,” jawab Morgan bersungguh-sungguh.

Laura tak langsung menjawab, gadis remaja itu justru pergi dengan sepedanya.

Morgan tak menyerah begitu saja dengan sikap Laura. Karena yang Morgan tahu, Laura juga memiliki perasaan yang sama padanya.

“Laura!” Morgan berlari mengejar dan usahanya pun tak sia-sia.

Morgan kembali menyatakan perasaannya, berharap Laura menerima perasaannya itu.

“Baiklah, aku mau,” jawab Laura tersenyum lebar.

Morgan berteriak puas seraya melompat dengan penuh semangat. Akhirnya setelah hampir 1 tahun lamanya dirinya dan Laura bisa memiliki hubungan spesial.

Laura tak bisa berlama-lama, ia pun pamit untuk pulang.

Sebelum mereka berpisah, Morgan meminta Laura untuk tidak naik sepeda lagi.

“Kenapa memangnya?” tanya Laura seraya mengernyitkan keningnya.

“Mulai besok kita berangkat dan pulang bersama,” jawab Morgan.

Laura tanpa pikir panjang mengiyakan ucapan Morgan.

****

Keesokan pagi.

Laura dan Morgan berangkat ke sekolah dengan berboncengan motor.

Tak sedikit dari siswa-siswi di sekolah itu terkejut melihat kedekatan antara Laura dan juga Morgan.

“Morgan, loe sekarang pacaran sama si Laura? Gila loe, pakai pelet apa nih?” tanya salah satu teman kelas Morgan setelah melihat Laura dan Morgan berboncengan.

“Kenapa memangnya? Loe iri ya karena gue berhasil dapatin Laura, cewek paling cantik di sekolah kita?” tanya Morgan dengan penuh bangga.

“Sombong amat,” celetuk Aris sambil memukul lengan Morgan.

Disaat yang bersamaan, kelas 11 IPA 3 pun ramai dengan kedekatan Laura dan Morgan. Banyak dari mereka menganggap hubungan keduanya begitu serasi.

“Laura!” Mega yang baru saja mendengar kabar tersebut segera menghampiri Laura untuk mengetahui lebih dalam lagi perihal hubungan mereka berdua.

“Apa?” tanya Laura malu-malu.

“Serius kamu dan Morgan pacaran? Kok bisa? Sejak kapan? Wah kamu apa-apa semuanya diborong ya,” celetuk Mega.

Laura hanya tersenyum lebar sambil menompang dagunya.

Saat mereka tengah asik mengobrol, Guru datang untuk mengajar mata pelajaran yang hendak mereka pelajari pagi itu.

Pulang Sekolah.

Laura mengucapkan terima kasih pada Morgan seraya melambaikan tangannya. Laura senang karena ia tidak perlu lagi naik sepeda untuk pulang pergi ke sekolah seperti biasanya.

“Besok kita berangkat dan pulang bersama ya,” ucap Morgan penuh semangat.

Laura mengiyakan dan mereka pun berpisah.

Saat Laura berbalik badan hendak masuk ke dalam rumah, rupanya Sang Ibu melihat sudah melihat kedekatan antara Laura dan Morgan.

“Ibu!” Laura cukup terkejut melihat Ibu Ani yang berdiri dengan tatapan dingin.

“Siapa itu? Kenapa pulang berboncengan?” tanya Ibu Ani yang tak lain adalah Ibu tiri dari Morgan.

Laura hanya mengatakan bahwa Morgan temannya disekolah dan kebetulan rumah Morgan melintas satu arah dengannya.

Tanpa rasa curiga, Ibu Ani hanya diam cuek dan meminta Laura untuk pergi ke warung membeli beberapa kebutuhan dapur.

Seperti biasa, Laura akan langsung mengiyakan tanpa ada penolakan sedikitpun. Karena jika ia menolak atau menunda permintaan tersebut, sudah dipastikan ia akan mendapatkan omelan yang tiada henti.

“Kak Laura, Aku tolong belikan pembalut ya,” ucap Rani sepupu Laura yang kebetulan sudah 3 hari tinggal di rumah mereka.

“Baik,” jawab Rani singkat.

Dengan seragam sekolah yang masih melekat ditubuhnya, Laura pergi dengan berjalan kaki. Untungnya saja warung tempat biasanya ia beli masih buka dan letaknya hanya sekitar 50 meter dari rumah.

Rani tersenyum lebar melihat Laura yang begitu baik padanya.

“Tante, besok Mama dan Papa akan menjemput Rani. Tante mau dibawain apa sama Mama dan Papa?” tanya Rani yang masih berusia 15 tahun.

Ibu Ani sebenarnya ingin meminta cukup banyak hal. Namun, ia menahan diri dan mengatakan untuk tidak dibawakan apapun.

Tak berselang lama Laura akhirnya pulang dengan membawa barang belanjaan yang cukup banyak.

“Mana kembaliannya?” tanya Ibu Ani ketus.

Laura mengeluarkan uang 2000 rupiah dan memberikannya kepada Ibu Ani.

“Ibu masak apa? Laura lapar,” ucap Laura sambil menyentuh perutnya yang terasa cukup lapar.

Ibu Ani tak menjawab pertanyaan Laura dan malah asik mengajak Rani mengobrol.

Huffftttt... Laura menghela napas seraya tersenyum kecil.

Kemudian ia berjalan mendekati meja makan dan betapa sedihnya ia ketika tak melihat ada makanan sedikitpun untuknya.

“Maaf ya Kak Laura, tadi Rani yang menghabiskan makanannya. Habisnya masakan Tante enak dan Rani enggak bisa menahan diri untuk enggak menghabiskan masakan Tante,” ucap Rani sambil memegang tangan Laura agar tidak marah padanya.

Laura tersenyum kecut mendengar keterangan Rani. Entah kenapa Laura merasa kalau Ibu tirinya lebih sayang terhadap Rani dibandingkan dirinya.

Ibu Rani tiba-tiba datang sambil melemparkan sebungkus mie instan ke arah Laura.

“Kamu lapar? Sana ke dapur masak itu mie instan. Ibu belum sempat masak, mungkin nanti sore kalau Rani sudah lapar,” ucap Ibu Ani.

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ibu Ani menggandeng tangan Rani dan membawanya ke ruang keluarga.

“Kalau saja Ibu dan Ayah masih ada, aku tidak mungkin hidup seperti ini,” ucap Laura bermonolog.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!