Seorang wanita mandiri yang baru saja di selingkuhi oleh kekasihnya yang selama ini dia cintai dan satu-satunya orang yang dia andalkan sejak neneknya meninggal, namanya Jade.
Dia memutuskan untuk mencari pria kaya raya yang akan sudah siap untuk menikah, dia ingin mengakhiri hidupnya dengan tenang. Dan seorang teman nya di bar menjodohkan dia dengan seorang pria yang berusia delapan tahun lebih tua darinya. Tapi dia tidak menolak, dia akan mencoba.
Siapa sangka jika pria itu adalah kakak dari temannya, duda kaya raya tanpa anak. Namun ternyata pria itu bermasalah, dia impoten. Dan Jade harus bisa menyembuhkan nya jika dia ingin menjadi istri pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Hampir pukul tiga sore saat waktu untuk menutup kafe tiba, dan kami harus segera berangkat ke pantai. Aku, Hana, dan Gea sedang mengangkat barang-barang ke dalam mobil pengangkut di samping kafe. Momen itu penuh canda dan tawa, tetapi suasana berubah seketika ketika dua pria tiba-tiba muncul di sisi mobil yang lain. Mereka adalah Tomy dan Ryan.
"Butuh bantuan, nona-nona?" Tomy bertanya dengan nada ramah.
Aku dan Hana saling bertukar tatapan ragu, hanya ada satu kotak lagi yang tersisa. Gea melangkah maju dan kami berada di belakangnya. "Terima kasih, tuan-tuan, tapi kami sudah hampir selesai. Jangan mengganggu kami dan pergilah, kami akan berangkat sekarang," ujar Gea dengan tegas, mengisyaratkan agar mereka pergi.
Tomy tampak sedikit kecewa, sementara Ryan hanya celingak-celinguk dengan senyum di wajahnya, seolah sedang mengamati sesuatu di sekitar. Aku menoleh ke Hana, dan melihat dia menatap seseorang dengan intens. Aku mengikuti arah tatapannya—Tomy? Tidak, aku yakin dia sedang menatap Ryan.
"Ayo, nona-nona, kita pergi," ajak Gea sambil melangkah menuju mobil dan duduk di kursi kemudi. Aku dan Hana berniat untuk masuk dari sisi yang berlawanan.
"Apa kalian bertengkar?" Tomy bertanya, suaranya sampai ke telingaku. Aku meliriknya; dia bertanya pada Ryan.
"Siapa?" Ryan menjawab dengan nada penasaran.
"Kau dan Jade, apakah ada sesuatu yang terjadi semalam?"
"Semalam?" Ryan mengalihkan pandangannya dari Tomy dan menatap ke arahku—atau lebih tepatnya, menatap Hana yang baru saja masuk ke dalam mobil. Aku tidak mendengar lagi percakapan mereka saat Gea menghidupkan mesin mobil, menciptakan kebisingan yang mengganggu. Aroma-aroma mencurigakan tercium saat Gea berpamitan pada kedua pria tersebut.
Hari ini tampaknya tidak sepanas biasanya, dan pantainya tidak terlalu ramai. Mungkin karena bukan akhir pekan, orang-orang pasti sibuk dengan pekerjaan mereka. Aku dan Hana memiliki banyak waktu untuk bersantai, berbeda dengan Gea yang harus mengantar minuman dan sesekali berbincang dengan para pelanggan.
Aku merasa penasaran—sepertinya ada sesuatu yang terjadi antara Hana dan Ryan.
"Han..."
"Jade..."
Kami memanggil nama satu sama lain secara bersamaan, seolah kami masing-masing ingin bertanya sesuatu. Kami saling mengalah untuk berbicara duluan, Hana jelas ingin aku yang memulai, tapi aku juga ingin dia yang memulai duluan .
Akhirnya, aku yang menang.
"Apa kalian dekat? Maksudku, kau dan Ryan?" tanya Hana dengan gugup. Bingo. Sepertinya ada sesuatu di antara mereka.
"Dekat... mungkin. Tapi tidak sedekat itu. Kau pasti tahu bahwa Ryan punya bar, kan? Jadi bisa dibilang aku adalah pelanggan setianya. Dan ya... semua terjadi begitu saja."
"Hmm, begitu. Tapi sepertinya kalian bersama semalam..."
"Oh, itu... Aku diundang ke sebuah pesta oleh seseorang, jadi aku dan Ryan pergi bersama."
"Pesta? Maksudmu pesta paman Rhine?"
"Paman?" Aku mengernyit, merasa tidak nyaman dengan sebutan itu. Meskipun usianya mungkin tidak terlalu tua, rasanya aneh jika memanggilnya paman.
"Ya, dia teman bibi. Aku memanggilnya paman. Aku tahu kau mendengarnya tadi pagi."
"Maaf, aku tidak bermaksud menguping."
"Tidak apa, itu bukan sesuatu yang perlu disembunyikan."
"Ya... Tapi semalam, apa pria yang dimaksud Gea adalah Ryan?" tanyaku, ingin mengalihkan topik dari Rhine.
"Kau tahu? Ryan yang memberitahumu?"
"Eh, tidak. Aku hanya menebak. Aku melihat kalian saling menatap."
"Benarkah?" Hana tampak malu. Aku yakin dia menyukainya, tapi dia juga tampak sedih.
"Apa Gea tahu pria itu adalah Ryan?" tanyaku lagi.
"Tidak. Jika dia tahu, dia pasti sangat marah. Aku dan Ryan berbeda usia empat tahun, dan dia tidak suka itu. Ibuku..." Hana terdiam, mungkin teringat kenangan buruk dari masa lalu. Aku tidak bermaksud membuatnya sedih.
"Tidak apa-apa, kau tidak perlu melanjutkan," kataku sambil mengelus lembut lengan Hana. Namun, dengan melihat ekspresi Gea pagi tadi, sepertinya dia sudah tahu siapa pria yang bersama Hana.
"Ah, ya. Apakah kau ingin ikut denganku nanti malam? Kau pasti akan menyukainya," ajakku.
"Oke... sepulang kerja?"
"Deal." Kami bertatapan, dan aku bisa melihat mood-nya langsung membaik. Syukurlah.
"Permisi," seorang pelanggan muncul di antara kami dan memesan. Perbincangan kami terhenti sejenak.
Waktu berlalu dengan cepat. Matahari hampir terbenam saat kami menutup stand dan kembali ke kafe. Aku dan Hana tidak lagi berpisah di persimpangan jalan; kami berjalan bersama melewati gang yang biasa aku lewati.
"Kamu selalu pulang lewat jalan ini. Pasti menyenangkan setiap hari melihat pemandangan laut," kata Hana saat kami melewati gang dan melintasi jalan beraspal di seberang pantai.
"Hmm, ya. Kupikir begitu juga," aku tersenyum memandang luas ke pantai.
Jalanan cukup padat, kami harus menunggu beberapa menit untuk menyeberang. Aku menghabiskan sisa hari itu dengan Hana, bermain air dan pasir. Tawa di wajahnya begitu menawan, wajah mungilnya membuatnya tampak imut. Aku merasa bahagia memiliki teman seperti Hana; masa mudaku tidak banyak diisi dengan bermain bersama teman.
Kami menjadi kedinginan, baju kami basah oleh air laut. Bebatuan di pantai juga terasa dingin. Aku dan Hana meringkuk duduk di bebatuan. Aku meliriknya, dan dia tampak menikmati momen tersebut. Aku senang melihatnya ceria.
"Di sini dingin. Mungkin kita perlu menghangatkan badan. Ingin minum sesuatu yang hangat?" tawarku.
"Bisakah?" dia terlihat kedinginan.
"Tentu, aku tinggal di seberang."
"Oke."
Kami turun dari bebatuan. Aku membantunya turun dengan hati-hati. Kami berjalan bergandengan tangan di jalan yang sepi, tak tahu jam berapa sekarang. Namun, langkahku terhenti ketika aku hendak menyebrang.
"Ha, ada apa?" tanya Hana, bingung melihatku yang tiba-tiba berhenti. Dia mengikuti tatapanku.
"Bukankah itu Zarra?"
Kepalaku langsung menoleh ke Hana ketika dia menyebut nama wanita yang baru saja keluar dari mobil di depan Villa Rhine.
"Kau mengenalnya?"
"Ya, tentu. Dia wanita yang selalu mengejar paman Rhine dari dulu. Kalau dia masih belum menyerah, kehadirannya bisa merusak suasana."
"Hmm..." Aku tidak bisa berkata banyak, karena aku masih baru dalam kehidupan mereka.
"Tunggu, jangan bilang kau tinggal dengan paman Rhine," Hana menatapku dengan penuh rasa ingin tahu.
"Itu, aku... ya, kami tinggal bersama."
"Apa?! Sungguh?" Hana langsung melepaskan genggamanku dan menutup mulutnya karena terkejut. Aku hanya mengangguk, tidak ingin menambah pembicaraan.
Hampir satu jam berlalu sejak kami duduk kembali di bebatuan, Hana terus menginterogasi ku dengan penuh semangat. Kami berbincang sambil menatap ke jalan, bukan ke arah laut.
"Aha, jadi Ryan ingin menjodohkan kalian," Hana mengangguk-angguk, tampak memahami situasi.
"Mungkin..." Aku merasa tidak percaya Hana menyimpulkan begitu cepat. Dia sangat berpikiran positif.
"Tapi, apakah orang tuamu akan setuju? Umur kalian cukup berbeda," Hana terus bertanya, mencoba mengungkap lebih banyak.
"Entahlah. Aku... tidak punya orang tua," kataku sambil tersenyum tipis.
"Maaf... Aku tidak tahu," Hana menggenggam tanganku. Meskipun dia masih kedinginan, tangannya terasa hangat. Aku mengangguk, kembali menatap ke Villa. Wanita itu belum juga keluar. Aku tidak ingin membuat Hana menunggu lebih lama.
"Ayo," kataku sambil menariknya turun dari bebatuan. Kami hanya duduk di bebatuan paling bawah.
"Sekarang? Tapi wanita itu belum keluar."
"Tidak masalah, kita masuk saja." Aku tidak bisa membiarkan egoku menyakiti orang lain.
Kami menyeberang.
...----------------...
gk rela sebenarnya klo hrus pisah sm mereka.. 😢😢
kira2 Ryan&Hana udh ada anak jg blm ya🙈😅
klo emg Rhine bkn jodoh nya,,, kasih Kade jodoh yg lebih baik lagi thoorrr