Semua KARENA Kamu

Para orang tua, Esra, Ryan serta Zahra dan adik adik, masih terpaku dengan fikiran masing masing. Pengakuan Okan benar benar membuat dua pondasi kokoh dua keluar, seketika runtuh, hancur tak tersisa.

"Gimana ini kebo..?" tanya Benny kepada Tio.

"Jangan tanya gue, pusing ini juga." balas Tio.

"Kakak sering ngomong bla bla bla, aku pikir bercanda. Kok gini sih..?" beritahu Esra.

"Gue mending ngadepin seratus singa dari pada kaya beginian." ucap Tio.

"Diberi mati loe langsung. Sok sok an lawan seratus, lawan satu aja diberi keok terus loe." sahut Benny.

"Lah satu mah encer boy..!" remeh Tio.

"Encer dari mana..? nih." tunjuk Benny keYasmin "enggak apa apa dia sampe sekarang, sehat sempurna, elo yang diberi ciut mulu malahan sama dia."

"Mau itu toa gue panggang bareng itu daging yang berserakan..?" sahut Yasmin.

"Nanti dong bercandanya, ini gimana Okan..?" sela Galuh yang sudah menitikan airmata.

"Jangan nangis ma..! kita cari solusi untuk masalah ini." ucap Benny memeluk Galuh.

"Ini semua gara gara aku pa, andai tragedi itu tidak pernah terjadi." isak Galuh.

"Males nih kalau udah menyalahkan diri sendiri. Loe juga korban Galuh, jadi berhenti menyalahkan diri sendiri. Kalau mau dibahas justru gue yang salah." sahut Tio.

Sementara itu, Okan sudah berada diapartemen dengan Abra dan Irena. Dihempaskan tubuh tinggi tegapnya kesofa, pahatan wajah tampannya kini sudah berubah memilukan.

"Onta...!" seru lirih Abra.

"Capek gue nahan Bra, sakit banget." ucap Okan disertai isakan.

"Loe tenang dulu onta, kalau jodoh pasti ada jalan. Kalau loe tulus sama Esra, bawa kedoa loe disetiap sujud loe. Bukannya malah pelarian yang enggak bener. Ya Esra makin jauh." nasehat Irena.

"Gue paham itu Ren, gue sadar semua pelarian gue salah. Tapi masalahnya enggak segampang yang loe pikir." balas Okan.

"Apa sih masalah yang enggak ada solusi..? mau itu seberat apa juga. Inget, nasib manusia bisa dirubah, apa lagi cuma aturan dan perjanjian yang dibuat manusia." balas Irena.

"Enam belas tahun Ren gue menahan, loe bayangin aja udah berapa banyak rasa sakit yang gue terima. Benci gue juga sama diri gue sendiri, kenapa gue harus cinta sama Esra sedangkan gue tau ada aturan untuk itu."

"Apa sih sebenarnya aturan, perjanjian yang keluarga kalian buat..?"

Okan dan Abra bertukar tatap untuk sesaat, sebelum akhirnya mereka saling menganggukkan kepala perlahan.

"Semua berawal dari kakek kami Yank, dulu kakek itu jatuh cinta sama neneknya Okan, tapi enggak kesampaian karena nenek Okan malah jatuh cinta sama sahabatnya. Jadi dulu kakek kami sama nenek Okan itu sahabatan. Menikah nih kakek Okan sama nenek. Kakek depresi, menikah sama nenek aku, yang melahirkan papa, om Ryan sam Almarhum om Edo." Abra memulai cerita.

"Hubungan kakek aku sama nenek enggak baik, karena kakek enggak bisa cinta sama nenek, sampe akhirnya waktu om Ryan lahir, kakek meninggal akibat over dosis. Semua udah ikhlas tapi ternyata enggak sama om Edo, beliau menaruh dendam karena sering melihat perlakuan kasar juga dingin kakek kenenek."

"Om Edo itu saudara kembar papa, deket dan sahabatan juga sama papa Benny. Om Edo mendekati mama Galuh, jatuh cinta ini mama Galuh, dan ternyata papa Benny juga cinta. Tapi papa Benny mundur, karena enggak mau ada kejadian buruk terulang lagi. Ternyata om Edo cuma mempermainkan mama Galuh, kasar dan lebih parahnya mama galuh ditiduri. Om Edo memang tanggung jawab, tapi cuma disiksa aja, sampe mama Galuh keguguran."

"Disaat mama Galuh minta cerai, om Edo enggak mau, berantem dah. Mama Galuh jatuh dari tangga, koma dua minggu. Sementara om Edo sama nenek kecelakaan waktu mau kerumah sakit untuk pertama kalinya setelah mama Galuh dirawat satu minggu. Om Edo sama nenek meninggal ditempat." Abra mulai terisak.

"Karena persahabatan yang udah dekat dari dulu, juga ikatan antara papa Tio, papa Benny dan om Ryan baik, mereka ikhlas menerima semua dan tetap menjalin hubungan baik. Enggak ada yang namanya dendam, dua tahun kemudian papa sama mama menikah. Gantian ini kakek aku yang enggak setuju, ribut lagi sampe kakek nenek papa dan mama meninggal." Okan melanjutkan cerita.

"Sebelum meninggal kakek meminta maaf, merestui pernikahan papa dan mama, tapi dengan satu syarat jangan sampe keturunan Abimana dan Pamungkas ada yang saling jatuh cinta apalagi menikah. Udah cukup jadi saudara, biar enggak ada lagi konflik, sakit hati dan juga korban nyawa." imbuh Okan.

"Keluarga kami udah enggak punya siapa siapa lagi, cuma tinggal dua keluarga ini aja sama om Ryan. Makanya mau enggak mau kami sebagai keturunan berikutnya harus nurut, menghindari konflik. Kami juga enggak mau nanti hubungan baik ini renggang." tambah Abra.

"Jodoh, maut, rejeki, udah ada yang atur. Gue bilang lagi sama loe, kalau loe tulus, bawa Esra dalam doa loe, selipkan dia dalam setiap sujud loe. Tuhan pasti akan kasih kalau loe tulus dan dia adalah takdir loe. Soal perjanjian dan semua ketakutan keluarga kalian, loe harus bisa mematahkan dengan loe membuktikan kalau loe itu tulus sama Esra, enggak main main dan enggak akan bersikap kaya pendahulu kalian." tanggapan Irena.

Lagi, Okan dan Abra bertukar tatap.

"Yang ditakutkan hubungan keluarga kalian rusak kan..? terus karena kalau saling jatuh cinta itu hanya karena dendam..? makanya elo harus bisa buktikan kalau ketakutan itu salah, dan elo emang benar benar tulus sama Esra, loe akan membahagiakan dia." imbuh Irena.

"Makasih Ren, gue bakal inget omongan loe." jawab Okan.

"Percaya sama takdir Tuhan, semua yang terjadi pasti adalah yang terbaik buat kita. Yakinkan orang tua kalian juga Esra, kalau loe enggak main main, enggak ada dendam, loe benar benar tulus. Patahkan itu perjanjian keluarga, hapus." sambung Irena memberi semangat.

Okan mengangguk "makasih Ren, makasih."

"Sekarang loe tenangin diri dulu, loe pasti bisa dapetin Esra. Kita patahkan sama sama itu perjanjian." ucap Abra menepuk bahu Okan perlahan.

Okan tersenyum "makasih Bra, makasih. Loe emang yang terbaik." kata Okan bergerak mau merangkul Abra.

"Geli gue...!" canda Abra menghindari tangan Okan yangsudah melayang keudara guna merangkulnya.

Mereka bertiga pun terbahak.