NovelToon NovelToon
Bidadari Penghapus Luka

Bidadari Penghapus Luka

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / nikahmuda
Popularitas:6.9M
Nilai: 4.6
Nama Author: ujungpena90

Hasna berusaha menerima pernikahan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal. Bahkan pertemuan pertama, saat keduanya melangsungkan akad nikah. Tak ada perlakuan manis dan kata romantis.

"Ingat, kita menikah hanyalah karena permintaan konyol demi membalas budi. jadi jangan pernah campuri urusan saya."
_Rama Suryanata_


"Terlepas bagaimanapun perlakuanmu kepadaku. Pernikahan ini bukanlah pernikahan untuk dipermainkan. Kamu telah mengambil tanggung jawab atas hidupku dihadapan Allah."
_Hasna Ayudia_

Mampukah Hasna mempertahankan keutuhan rumah tangganya? Atau justru menyerah dengan keadaan?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ujungpena90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Bu Diana berjalan sedikit cepat di koridor rumah sakit, setelah mendapatkan informasi ruang rawat putra sulungnya. Beliau langsung pergi sesaat setelah mendapatkan telepon dari pihak rumah sakit jika putranya mengalami kecelakaan. Beliau datang seorang diri untuk memastikan kondisi putranya saat ini.

"Astaghfirullah, Rama. Kenapa bisa jadi begini?" Cecar beliau saat sudah sampai di kamar rawat Rama.

Rama yang tengah berusaha memejamkan matanya, seketika terusik karena suara panik sang ibu. Lelaki itu menoleh ke arah wanita yang telah melahirkannya itu.

"Mama tidak usah panik berlebih seperti itu, Rama nggak apa-apa kok, Ma." Ucap Rama mencoba menenangkan Mamanya.

"Nggak apa-apa gimana? Lihat kepala kamu pakai diperban, ini juga tangan kamu sampai dipasang gips segala. Kamu kenapa sebenarnya, Rama?" Wanita paruh baya itu benar-benar mengkhawatirkan putra pertamanya.

"Ini cuma luka kecil, Ma." Rama meraba keningnya, masih terasa perih dan nyeri yang mendominasi. Tapi tak ia tampakkan didepan Mamanya. Ia berusaha setenang mungkin saat mengatakan kondisinya.

"Kalau tangan, ada cedera sampai bahu. Makanya dipasang gips untuk mengurangi resiko cedera yang semakin parah. Mama nggak usah panik seperti itu ah, Rama nggak papa kok." Lelaki itu masih berusaha membuat Mamanya tidak terlalu khawatir.

Nampak air mata ibunya mengaliri pipi, membuat laki-laki itu tidak tega membuat ibunya semakin panik dengan kondisinya. Tapi Rama hanya diam tak lagi menanggapi. Ia berusaha memberikan ibunya ruang untuk melepaskan emosi yang ada di dadanya dengan cara menumpahkan tangis.

"Mama kesini sama siapa?" Tanya Rama setelah tangis ibunya mereda, karena tak nampak siapapun bersama Mamanya.

"Mama sendirian, tadi diantar sopir. Adik kamu belum pulang, Papa juga masih ada kerjaan. Mama juga tidak sempat memberi kabar pada mereka, Mama panik soalnya denger kabar kamu kecelakaan." Rama mengangguk kecil mendengarnya.

"Hasna udah tau?" Tanya beliau.

"Belum, Ma." Jawabnya singkat.

"Kenapa nggak kasih tau? Dia itu istri kamu, dia pasti cemas nungguin kamu pulang."

Mamanya benar, pasti istrinya cemas menunggu kepulangannya. Secara, perempuan itu selalu menyambutnya sepulang kerja.

"Kok malah bengong? Cepet ditelepon istrinya." Ucap Bu Diana yang tak mendapatkan respon dari putranya.

"Jangan bilang kamu tidak menyimpan nomer istri kamu? Kalau memang benar, sungguh kamu keterlaluan. Nomer istri sendiri sampai tidak tau." Bu Diana mendengus kesal.

Tak banyak bicara, beliau segera mengambil ponsel dan mendial nomer menantu perempuannya.

"Assalamu'alaikum, Sayang. Ada dimana?" Ucap beliau dengan nada setenang mungkin.

"Wa'alaikumussalam, lagi di jalan, Ma. Ada apa?"

"Emmm...kamu teleponan sambil nyetir?" Bu Diana mencari situasi tepat untuk menyampaikan kondisi putranya. Jangan sampai menantunya celaka juga gara-gara berita yang akan disampaikannya.

"Tidak, Ma. Hasna kebetulan mampir dulu di minimarket. Beli barang dapur yang habis. Mama mau nitip sesuatu?" Tawarnya.

"Emmm...boleh deh. Bisa kamu belikan Mama roti tawar juga buah-buahan sayang?"

Rama mengernyit heran mendengar ucapan Mamanya. Hanya mengabarkan berita kecelakaannya saja sampai minta roti juga buah segala. Sungguh aneh, pikirnya. Namun bibirnya tetap bungkam, dan telinganya tetap menyimak perkataan ibunya dengan baik.

"Bisa, Ma. Ada lagi?"

"Emmm...sekalian kamu antar ke rumah sakit, bisa? Mama sedang jengukin kenalan. Tapi tidak sempat membeli buah tangan, Sayang."

Hasna sedikit terkejut dengan permintaan ibu mertuanya, tapi tidak menolak. Pun dengan Rama, lelaki itu memicingkan mata mendengar sang ibu menyebut dirinya sebagai kenalan.

"Baik, Ma. Mama kirim saja lokasinya. Hasna langsung ke sana setelah ini."

Panggilan pun diakhiri. Notifikasi masuk kedalam ponselnya, dari Mama mertua. Beliau mengirimkan nama rumah sakit serta ruang rawat kenalan mertuanya itu.

Setelah membayar di kasir, Hasna segera memutar balik arah, karena rumah sakit yang dimaksud mertuanya sudah ia lewati saat pulang tadi.

***

Hasna berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan membawa bawaan pesanan Mama mertuanya. Bertanya arah kamar inap pada perawat yang kebetulan berpapasan dengannya.

Perempuan itu pun sudah berdiri tepat di depan pintu ruang inap yang dimaksud. Perlahan ia ayunkan tangannya, mengetuk pintu. Tak lama Bu Diana muncul dibalik pintu.

"Assalamu'alaikum, Ma." Ucapnya dengan mencium tangan Bu Diana.

"Wa'alaikumussalam, Sayang. Masuk yuk."

Hasna terlihat ragu memasuki ruangan rawat itu. Mengingat yang berada di sana adalah kenalan mertuanya.

"Hasna, ayo."

"Tapi, Ma_"

Bu Diana menggamit tangan perempuan cantik itu. Terpaksa Hasna mengikuti mertuanya masuk kedalam kamar inap teman beliau.

Terlihat seorang laki-laki tengah menunduk memainkan ponselnya. Hasna hanya menatapnya sekilas. Wajahnya tak begitu jelas, lantaran terhalang perban yang membelit keningnya.

"Pesanan Mama." Hasna hendak memberikan kantong belanjaan berisi pesanan mertuanya tadi.

"Kamu letakkan dimeja sana." Ujar beliau menunjuk nakas disebelah ranjang pasien.

Hasna menurutinya, tapi sebelum ia meletakkan barang bawaannya, lelaki diatas ranjang pasien itu menoleh ke arahnya.

"Mas Rama?" Lirihnya. Perempuan itu terkejut jika lelaki yang menjadi pasien saat ini adalah suaminya.

Rama tetap diam diposisinya. Hasna memindai kondisi suaminya itu. Ada luka dikepalanya, dengan lilitan perban yang dihiasi sedikit rembesan darah. Lalu tangan kanannya yang dibalut gips juga arm Sling untuk menyangga.

Kini tatapan perempuan itu beralih pada ibu mertuanya. Meminta penjelasan pada wanita yang melahirkan suaminya itu.

"Kamu tanya sendiri sama suami kamu." Kata Bu Diana sebelum Hasna mengucapkan sesuatu.

Sebenarnya wanita paruh baya itu sedikit kesal pada putranya. Bagaimana bisa selama dua bulan pernikahan mereka, putranya itu tak memiliki nomor telepon istrinya. Bagaimana komunikasi keduanya, terlebih jika Rama ada pekerjaan diluar kota seperti Minggu lalu. Atau jangan-jangan dugaan beliau saat Rama menelepon nomer rumah waktu itu, memang benar jika putranya tidak tau nomer Hasna. Sungguh keterlaluan sekali.

Ceramah panjang sudah beliau berikan pada putra sulungnya sebelum Hasna tiba. Berharap anak lelakinya itu bisa memperlakukan istrinya

dengan baik.

Lima menit tak ada suara dari keduanya. Membuat wanita itu semakin emosi, dan akhirnya memutuskan untuk pulang, meninggalkan anak dan menantunya di rumah sakit.

"Karena istri kamu sudah ada disini, sebaiknya Mama pulang."

"Ma..."lirih Rama.

Sepertinya lelaki itu enggan jika hanya berdua dengan istrinya.

"Apa? Hasna istri kamu, dia yang lebih berhak untuk merawat kamu." Sinis sekali ucapan ibunya itu.

"Perlu Hasna antar, Ma?"

"Tidak perlu, Sayang. Kalau ada apa-apa segera hubungi Mama, ya." Sekarang ucapan ibunya terdengar melunak jika berbicara dengan istrinya.

Ada apa dengan ibunya itu? Wanita itu begitu ketus pada dirinya tapi begitu lembut pada Hasna. Astaga, sudah seperti anak tiri saja.

Hasna mengekori mertuanya hingga keluar pintu kamar rawat, setelahnya masuk kembali. Kini hening kembali menyelimuti keduanya.

Rama terlihat acuh dengan keberadaan istrinya, sedangkan Hasna terlihat canggung.

Terdengar suara ketukan dari luar. Seorang perawat datang mengantarkan makan malam untuk pasien.

"Makan malamnya, Pak." Suster meletakkan kotak nasi diatas nakas.

"Tidak perlu dibantu ya, sudah ada istri soalnya." Lanjut perempuan berseragam hijau muda itu menoleh ke arah Hasna dan tersenyum ramah.

"Jangan lupa obatnya ya, Pak. Sebentar lagi ada dokter visit. Semoga cepat sembuh."

"Terima kasih, Sus." Ucap Hasna. Kemudian perawat meninggalkan keduanya.

Hasna mendekat ke arah suaminya, menawarkan makanan yang dibawakan untuknya barusan.

"Mas Rama mau makan sekarang?"

Tak menjawab, hanya anggukan kecil yang ia berikan. Karena dia sendiri pun sudah merasa lapar.

Hasna membuka penutup kotak makan, dan menyendokkan nasi beserta lauknya dan menyodorkannya tepat di depan mulut suaminya. Rama membuka mulutnya perlahan, menerima suapan dari istrinya.

"Bismillahirrahmanirrahim." Lirih Hasna menyuapkan makanan pada Rama.

Sedikit kikuk dengan perlakuan istrinya, Rama memilih mengalihkan pandangannya. Bagaimana bisa dia yang makan, tapi istrinya yang berdo'a. Sungguh memalukan.

Baru dua suapan, sepertinya lelaki itu sudah tak berselera. Terlihat dari raut wajah yang enggan.

"Mas Rama mau makan yang lain?" Hasna sepertinya paham akan ekspresi yang ditunjukkan suaminya itu. Rama pun mengangguk.

"Mau makan apa? Biar Hasna Carikan." Tawar Hasna.

"Apa saja, asalkan bukan makanan dari rumah sakit." Jawab Rama membuat Hasna tersenyum kecil.

Hasna pun menutup kembali tempat makan yang berada di tangannya, dan menyimpannya kembali diatas nakas.

"Kalau begitu Hasna pamit keluar sekalian sholat isya'. Apa mas Rama mau Hasna bantu bersuci terlebih dulu?"

"Tidak, nanti saja." Tolaknya.

Hasna pun segera keluar meninggalkan Rama sendiri di ruang rawat. Di sepanjang lorong,a perempuan itu masih bertanya-tanya tentang musibah yang menimpa suaminya. Tapi untuk sekedar bertanya, sepertinya ia sedikit sungkan.

1
Amelia Syangawenk
Lumayan
Amelia Syangawenk
Biasa
Nuraini Nuraini
Luar biasa
Kartini Davi
akhirnya ada rasa cemburu rama
Kartini Davi
rama buat mut Hasna hilang
Wy Ky
keren
Cindy Risch
cerita nya bagus.. konfliknya jga tidak terlalu berat... semangat buat authornya
Anonymous
keren
Samsudin
Luar biasa
Melly Mariam
kynya g pas klw pake kata saya

pake aku lebih okk
Yulina Serdang
tinggalin aja tom, perempuan ngak nyadar kayak gitu.
Nurmi Nuhung
Sebelum melamar selidiki dulu orang nya apa masih gadis atau sudah punya suami karna kalau yg ingin dilamar sudah ada yg punya tentu membuat malu diri kita sendiri
Nurmi Nuhung
Mantap alur ceritanya bikin sedih dengarnya
Nurmi Nuhung
Mantap semoga Rama segera melupakan masal lalunya , sehingga dapat mencintai istrinya setulus hati
Nurmi Nuhung
Mantap alur ceritanya
Yulina Serdang
koq ngenes banget jadi hasna 😭😭😭
Efni Simamora
Luar biasa
AR
cerita ny bagus
AR
cerita ny bagus, saya baca maraton hampir satu Minggu sehat selalu Thor di tunggu karya lain ny
AR
tomo tolong yah...kamu boleh bantu markisa sampai lahiran, sehingga kamu ambil hak asuh anak ny, tapi setelah itu bikin markisa mendekam di penjara saja, orang modelan dia sangat berbahaya kalo di biarkan berkeliaran lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!