NovelToon NovelToon
Soulmate

Soulmate

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: sJuliasih

Perjalanan kisah romansa dua remaja, Freya dan Tara yang penuh lika-liku. Tak hanya berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka juga harus menelan kenyataan pahit saat harus berpisah sebelum sempat mengutarakan perasaan satu sama lain. Pun mereka sempat saling melupakan saat di sibukkan dengan ambisi dan cita-cita mereka masing-masing.

Hanya satu yang akhirnya menjadi ujung takdir mereka. Bertemu kembali atau berpisah selamanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sJuliasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Setelah mengendarai mobil selama beberapa jam, akhirnya mereka pun tiba di destinasi pendakian. Walau sempat beberapa kali berhenti untuk beristirahat, tak elak mereka masih merasakan lelah. Terlebih Andre yang menyetir selama perjalanan.

Sebelum memutuskan mendaki, kelima remaja itu pun memilih menginap di salah satu villa yang terdapat di daerah pendakian. Esoknya baru lah mereka akan melakukan pendakian tersebut. Selain tubuh mereka jauh lebih fit, mental mereka pun pastinya akan jauh lebih siap.

Mereka tak tergesa-gesa untuk segera menaiki gunung lalu menikmati keindahannya dari atas sana . Pun tujuan mereka sedari awal adalah untuk liburan dan bersenang-senang dengan menikmati setiap perjalanan mereka. Sekalian ingin mencari suasana dan pengalaman baru.

Usai membayar sewa villa, Andre, Tara dan ketiga gadis itu pun berpisah menuju ke kamar masing-masing. Kebetulan di villa itu terdapat dua kamar hingga mereka dapat beristirahat sesuka hati tanpa sungkan.

Begitu tiba di kamar villa yang lumayan luas, Risa dan Hana langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur. Sementara Freya memilih membersihkan diri terlebih dahulu.

Berhubung mereka tiba di sore hari, mereka pun dapat menikmati keindahan yang di suguhkan oleh alam sekitar daerah pendakian. Selain letak villa yang strategis, tempat itu juga menawarkan pemandangan yang menakjubkan dari lereng gunung yang hijau dan panorama yang indah.

Usai membersihkan diri, Freya memutuskan untuk keluar villa. Ingin menghirup udara segar di tempat itu dan juga untuk menenangkan pikirannya yang sedikit rancu. Gadis itu lalu berjalan ke arah samping villa, berdiri di salah satu pagar pembatas dan mengedarkan pandangan ke seluruh hamparan bukit dan pepohonan.

Freya tersenyum lebar tatkala angin sore yang sejuk menyentuh kulit wajahnya. Rambut hitam lurus yang tergerai indah itu sedikit berserakan di terpa hembusan angin yang berhilir dengan tenangnya.

"Di sini nyaman banget ya Frey." suara Tara membuat gadis itu menoleh.

"Lo nggak istirahat?" tanya Tara yang kini berdiri tepat di samping Freya.

Freya menggelengkan kepala. "Rasanya sangat banget kalo gue ngelewatin pemandangan indah di sini." jawabnya.

Tara mengulas senyum seraya menoleh ke arah Freya. "Lo bener Frey, pemandangan di sini indah banget." ujarnya.

Gadis itu pikir Tara punya pemikiran yang sama dengannya. Sama-sama takjub dengan alam ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Ia pun menoleh, dan mendapati Tara menatapnya dengan lekat. Mata mereka bertemu, menatap dalam satu sama lain dalam jarak yang begitu dekat.

'Gue baru sadar Tar, ternyata lo juga di anugerahi kedua mata yang indah.' batin Freya. Ia pun semakin menyelam jauh ke dalam netra Tara yang kecoklatan.

Bersamaan dengan itu, semburat cahaya senja mulai menampakkan wujudnya di ujung cakrawala. Menambah kesan romansa di antara mereka.

"Frey...." lirih Tara.

"Kenapa Tar?" sahut gadis itu dan masih menatap Tara.

"Kalo suatu hari nanti gue pergi menjauh dari lo dan itu semua demi kebaikan lo, apa lo bakalan benci sama gue?" tanya Tara serius.

Freya terdiam sejenak. Lalu memalingkan wajah dari Tara.

"Gue mungkin bakalan benci sama diri gue sendiri. Seharusnya sedari awal gue nggak pernah mengizinkan lo masuk ke kehidupan gue."

"Frey...."

"Gue nggak mau di tinggal sama orang-orang di sekitar gue lagi, Tar. Cukup bokap gue aja."

Tara menarik nafas dalam. Seketika pikirannya menjadi kalut.

"Tara, lo nggak perlu menjauh dari gue. Biar gue aja yang menjaga jarak dari lo. Gue tau, gue egois. Tapi seenggaknya itu jauh lebih bisa mendamaikan diri gue nantinya."

"Freya..." Tara tiba-tiba meraih tangan gadis di sampingnya. Lalu mengusap punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya.

"Gue berharap banget Frey, suatu hari nanti bisa memiliki lo seutuhnya. Tanpa ada satu pun orang atau hal yang menentang kedekatan kita." sambung Tara.

"Tara... jujur... gue sebenarnya takut banget deket sama lo. Gue takut....."

"Bokap gue kan?! Sebenarnya apa sih yang udah bokap gue bilang sama lo sampe segitunya lo menghilang selama ujian kemaren? Gue itu nyarii lo kemana-mana Frey."

Freya menunduk tak berani menatap Tara. Lelaki itu pun melepas genggaman tangan Freya. Lalu menangkup wajah Freya dengan kedua tangannya, membuat gadis itu mengangkat wajahnya perlahan.

"Gue bakalan ngomong sama bokap gue soal beasiswa lo Frey. Masalah beasiswa kan yang di ungkit sama bokap gue, sampe lo se effort itu buat menjauhi gue kemaren?!"

Freya masih terdiam.

"Lo tenang aja Freya, ada gue. Gue akan lakuin apapun yang gue bisa agar lo tetap bertahan dan tetap ngedapetin beasiswa itu." sambung Tara. Nada bicara lelaki itu sangat lembut hingga mampu menenangkan hati Freya yang sempat berkecamuk.

"Makasih ya Tar. Jujur gue nggak tau harus berbuat apa di saat bokap lo bilang bakalan mencabut beasiswa gue. Karna di suruh untuk menjauh dari lo pun rasanya..... sulit banget buat gue." sekali ini Freya mengutarakan isi hatinya dengan jujur. Lelah juga rasanya harus bersikap seolah membenci dan tak menyukai Tara.

Tara pun tersenyum seraya menyeka anak rambut Freya yang hampir mengenai mata indah gadis itu.

"Lo punya perasaan juga kan ke gue?" tanya lelaki itu memastikan.

Belum sempat Freya menjawab, Andre sudah lebih dulu memanggil keduanya. Freya pun lega. Setidaknya Andre berhasil menyelamatkannya dari pertanyaan maut yang di lontarkan Tara.

Walau memang menyimpan perasaan untuk Tara, namun bagi Freya itu bukan lah waktu yang tepat untuk mengakuinya. Terlebih nasib beasiswanya masih berada di ujung tanduk.

"Tar, si Andre manggil tuh." bergegas Freya menarik diri dan meninggalkan Tara.

***

Udara pagi yang begitu dingin berhasil masuk melalui setiap celah dan ventilasi kamar villa. Bahkan suhu minus di daerah pegunungan itu memenuhi setiap sudut ruangan villa sejak semalam. Meskipun begitu tak membuat semangat dan niat kelima remaja itu sirna.

Bahkan mereka sudah sangat siap untuk menyambangi dan memijakkan kaki di salah satu ciptaan Tuhan yang indah itu. Setelah mengisi tenaga dengan roti dan coklat panas, kelima remaja itu bergegas keluar dari villa seraya membawa carrier di punggung mereka.

Tak lupa mereka berdoa kembali, mengingat bahwa keselamatan mereka tergantung pada kebaikan sang Pencipta. Usai berdoa, mereka mulai melangkah meninggalkan villa dan menuju ke jalur pendakian.

Langit masih terlihat gelap karna mereka memutuskan mendaki saat jam 4 pagi. Selain karna ingin menghirup udara segar di daerah pegunungan, mereka juga ingin mencari sensasi yang berbeda. Dan jika beruntung mereka bisa menikmati sunrise.

Hanya di terangi headlamp yang mereka kenakan masing-masing, mereka pun mulai memasuki jalur pendakian yang memang cocok untuk pemula seperti mereka.

"Gimana guys? Masih aman?!" tanya Andre.

Ketiga gadis itu mengangguk serempak. Jelas mereka masih bersemangat dan baik-baik saja, toh mereka juga baru saja melalui pos satu yang belum terlalu menanjak.

Andre pun mengacungkan kedua jempolnya. Lalu kembali melanjutkan langkahnya. Sebagai seorang leader dalam pendakian mereka, Andre berjalan paling depan guna memimpin dan memberikan informasi tentang kondisi jalur yang akan mereka lalui. Sementara Tara, mengambil peran sweeper dan berjalan tepat di belakang Freya.

Mereka terus melangkah perlahan dengan rute perjalanan yang semakin lama semakin menanjak. Satu jam pun berlalu, dan tepat pukul 5 pagi, langit mulai memancarkan rona merah dan oranye keemasan di ufuk timur.

Rombongan kelima remaja itu menghentikan langkah sejenak. Andre segera mengeluarkan sebuah kamera dari dalam carriernya. Tak sabar ingin mengabadikan momen indah yang memanjakan mata itu.

Selain memotret lukisan tangan Tuhan yang sangat luar biasa itu, Andre juga mengajak sahabatnya dan juga Tara untuk berpose di depan kamera. Ia mengambil beberapa foto mereka dengan background sunrise yang terpampang jelas.

Dalam momen itu, kedua mata Risa terlihat berkaca-kaca.

"Kenapa lo Ris?" tanya Andre, ia kira sahabatnya itu sakit atau mungkin mengalami hipotermia karna suhu di sana lumayan ekstrim.

Risa menyeka ujung matanya. "Terharu gue Ndre. Baru kali ini gue lihat sunrise seindah ini." ujarnya.

Andre yang biasanya suka memojokkan Risa, kini hanya tersenyum. Ia mengerti akan apa yang di rasakan oleh gadis itu. Pun sama seperti Risa, dirinya juga menyimpan haru dan rasa takjub dengan apa yang di lihat netranya saat ini.

"Ransel lo berat nggak Frey?" bisik Tara yang berdiri tepat di samping Freya.

"Nggak kok Tar." jawab gadis itu sedikit menoleh ke arah Tara.

"Lo yakin?!" sekali lagi Tara memastikan dan hanya mendapat anggukan dari Freya.

Di saat kedua remaja itu tengah berbincang, mereka tak sadar jika dari sisi kanan Andre sudah beberapa kali mengambil potret kedekatan mereka.

Ada kepuasaan dan kebahagian di hati kelima remaja itu usai menyaksikan bagaimana sang surya menampakkan wujudnya. Kembali mereka melanjutkan langkah.

"Ndre, berhenti bentar boleh nggak sih? Kaki gue kayaknya kram nih." ucap Risa.

Seketika Andre menghentikan langkahnya lalu berbalik menghampiri Risa.

"Yaudah guys, kita istirahat dulu." pinta Andre yang tak mau egois, terlebih mereka memang harus saling peka dengan kondisi satu sama lain.

"Apa nggak lebih baik kita buat tenda di sini aja, Ndre? Apalagi areanya kan lumayan luas, sekalian kita bisa istirahat." Tara menimpali.

"Bener banget tuh Ndre. Lagian kita kan emang nggak buru-buru untuk sampe puncak. Kasian Risa kalo kita paksain untuk nanjak terus." tukas Hana yang menyetujui ide Tara.

Andre pun mengangguk. "Ok lah guys, kita dirikan tenda di sini. Sekalian gue juga mau makan, laper gue." ucap lelaki berjaket navy itu.

Bergegas Andre dan Tara mendirikan dua tenda. Sedangkan Freya dan Hana menyiapkan beberapa camilan. Sementara Risa hanya duduk di sebuah dahan pohon yang tumbang seraya meluruskan kedua kakinya yang masih terasa kram.

Perlahan, langit berubah menjadi kebiruan. Sinar mentari mulai menyoroti puncak-puncak yang menjulang tinggi. Udara yang terasa segar dan sejuk memenuhi rongga pernafasan kelima remaja itu. Damai rasanya bisa kembali ke alam.

***

1
korokoro
kaget banget Tara, jangan nakal main cubit pipi aja/Scowl/
Julia H: namanya juga modus kak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!