Cahaya?

[ WARNING ]

1. BANYAK KATA - KATA KASAR.

2. KARYA PERTAMA, MAKLUMI KALAU ADA KESALAHAN DALAM DIKSI.

3. MAKLUMI TYPO.

4. KOMENTAR YANG SOPAN.

5. HARGAI KARYA PENULIS.

TERIMAKASIH!!

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -...

Plakkk...

Lagi, suara tamparan itu kembali menggema. Kali ini, Robert yang menampar Kinara. Mata nya memerah akibat marah dan kecewa. Ia tak menyangka, Kinara bisa melakukan hal sejahat ini dan hal yang membuat nya makin marah adalah.. ia malah menyalahkan putra nya sendiri atas kecelakaan itu.

"Wanita sialan! Tak tau di untung!!" Bentak Robert kasar. Kinara tampak mematung beberapa saat. "Kamu nyalahin aku?!" Kinara menatap balik Robert dengan nyalang. Ia juga marah, harga diri nya di injak - injak.

Mereka berdebat cukup lama. Tanpa di sadari, semua orang menonton mereka, juga media yang terus merekam perkataan juga tingkah mereka.

Tak selang beberapa menit, polisi datang, menangkap Robert dan Kinara, atas kasus yang kini viral dimana - mana. Renza juga di bawa ke kantor, untuk di periksa lebih lanjut.

"T-tunggu!" Ucap Robert kala polisi hendak menyeret nya pergi. Ia teringat sesuatu. Putra nya. "S-saya harus ketemu putra saya dulu!"

"D-dia di kurung di--"

"Dia udah di bebasin."

"Kamu tau darimana?" Tanya Robert.

"Aurel.. Dia orang suruhan aku buat bongkar semua kebusukan kalian."

Robert terlihat terkejut, "A-aurel?"

"Iya." Alina mendekat pada Robert.

Bughh..

Satu pukulan lepas begitu saja, mengenai wajah Robert hingga terdapat warna biru keunguan pada pipi nya.

"A-alina.."

"Cukup. Kamu mau menyesal sekarang, udah gada guna nya."

"Kamu udah hancurin putra kita. Putra aku."

"Setelah ini, renungkan kesalahan kamu. Hiduplah dalam penyesalan. Jangan ganggu aku atau anak aku lagi." Ucap Alina tegas. Setelah nya, ia pergi dari sana, meninggalkan Robert yang terus meneriaki nama nya.

Cekrek.. Cekrek..

"J-jangan! Jangan foto!!" Ucap Robert kesal. Lalu, ia mulai di tarik lagi menuju mobil polisi.

.

Di sisi lain, Aurel dan Rion bersama - sama pergi ke ruangan Alvarez setelah pergi dari keributan di depan. Dengan perlahan, Aurel mendekat, kala Alvarez terbaring memejamkan mata nya, ia tidur.

Aurel menyentuh pelan bahu Alvarez, "Varez, bangun."

Alvarez membuka mata nya, ia tampak terkejut dengan suara dan sentuhan Aurel. Ia langsung mengangkat tubuh nya duduk, wajah nya tampak gelisah, netra nya kesana kemari, "A-aurel?"

"Iya, ini Aurel."

"Gue mau nepatin janji gue. Gue mau ngebebasin lo." Ucap Aurel lembut.

"T-tapi, papa marah.."

"Engga akan, papa lo udah ga akan bisa marah - marahin lo lagi."

Baru hendak membuka suara lagi, suara lain terdengar, membuat sirene waspada Alvarez seakan berbunyi lagi.

"Aurel, cepet. Depan udah beres. Kita harus bawa Alvarez lewat pintu belakang." Ujar Rion.

Alvarez langsung memundurkan tubuh nya hingga mentok tembok, ia meraba untuk meraih tangan Aurel. Menarik Aurel agar menjauh dari asal suara. Netra nya kembali kesana kemari, gelisah. "A-aurel.. Ada orang.. orang lain.." Ucap Alvarez kecil.

"Iya, jangan takut. Itu temen gue. Nama nya Rion. Dia juga mau bebasin lo."

"Jangan takut, oke?" Aurel meyakinkan Alvarez untuk tenang. Namun, tetap saja, Alvarez takut. Suara itu asing bagi nya.

Aurel hendak melepaskan tangan nya, "J-jangan.. A-aurel.. Ada orang.."

"Iya, itu temen gue.. Gapapa.." Dengan perlahan dan terus meyakinkan, Aurel melepaskan tangan nya.

Aurel beralih menatap Rion, "Mana kunci nya?"

Rion memberikan kunci yang di minta. Suara rantai terdengar, Alvarez diam, tak tau apa yang Aurel lakukan pada kaki nya.

Kaki pria itu akhir nya lepas dari ikatan selama 5 tahun lama nya. "Ayo, berdiri. Kita harus pergi, sebelum media sama yang lain masuk sampe ke sini." Aurel mengangkat Alvarez, membantu Alvarez untuk berdiri.

"Aurel.. Gabisa." Ucap Alvarez pelan. Kaki nya lemas. Sudah lama ia tidak menggunakan kaki nya untuk menopang tubuh. Ia tak sanggup untuk berdiri.

Rion berinisiatif untuk membantu memapah Alvarez berdiri, namun karena terkejut, Alvarez malah refleks menjauh, hingga membuat nya hampir terjatuh.

"Gausah Rion! Lo jalan duluan aja. Biar gue yang papah dia." Ucap Aurel, lebih ke perintah.

"Oke, pelan - pelan. Kalau ga kuat, bilang ke gue."

Setelah nya, mereka keluar dari sana.

Alvarez telah bebas. Bebas dari kegelapan yang selama ini memenjarakan nya tanpa sebab. Bebas dari rantai, yang mengikat nya untuk tetap berada di dalam kegelapan. Ini adalah pembuka untuk kehidupan Alvarez yang baru.

...----------------...

Mereka sampai di luar mansion, sebuah mobil sudah terparkir disana. Rion membuka pintu mobil, membiarkan Aurel membawa tubuh Alvarez masuk ke dalam mobil.

"A-aurel i-ini dimana?" Alvarez tampak ketakutan. "Tenang.. Lo lagi di mobil sekarang."

Aurel tersenyum simpul, "Lo bebas sekarang, Varez.."

Alvarez terdiam, tidak terlalu mengerti ucapan Aurel.

Aurel beralih menatap Rion, "Tante dimana?"

"Udah jalan, kita ketemu di rumah."

Aurel mengangguk mengerti, ia menatap kembali ke Alvarez, menghela nafas. Tangan nya masih belum di lepaskan sampai sekarang.

"Gapapa, lo temenin dia aja. Biar gue yang nyetir."

Aurel mengangguk, memberikan kunci mobil pada Rion. Lalu, ia masuk ke kursi tengah, duduk bersebelahan dengan Alvarez. Sedangkan Rion duduk di kursi pengemudi.

Suara mobil nyalakan, membuat Alvarez lagi lagi terkejut. Ia menggenggam erat tangan Aurel, ia takut, ia tak tau, sekarang, ia ada dimana, dan akan di bawa kemana.

"A-aurel.. i-ini dimana? K-kita pergi kemana?" Tanya Alvarez gelisah.

"Intinya, lo bakal aman. Sekarang, tidur aja dulu. Takut nya lo mabok karena naik mobil."

"T-tapi, papa.. papa dimana? Nanti V-varez sama Aurel d-di marahin.. Papa p-pasti nyari Varez disana.. N-nanti, Varez di p-pukul.." Suara nya terdengar bergetar, seperti menahan tangis. Tubuh nya juga netra mata nya kesana kemari, tidak tenang. Ia tidak pernah keluar, hampir 5 tahun. Tidak pernah juga ia berusaha, karena ia tau, papa nya akan marah dan memukuli nya nanti. Ia tau, Aurel baik, tapi, ia tetap takut. Ia takut untuk pergi dari tempat yang telah mengurung nya selama 5 tahun. Takut papa nya marah. Takut hukuman nya lebih berat.

Aurel tak merespon perkataan Alvarez, ia mengambil sesuatu di belakang kursi depan nya, itu suntikan dengan obat bius di dalam nya. Mereka sengaja mempersiapkan itu, jika kira - kira, Alvarez merasa terancam dan tak nyaman di mobil. Agar saat sadar, ia sudah sampai di tempat yang sepantasnya.

"Maaf Varez."

Ctess...

Tubuh Alvarez memberi reaksi terkejut, lalu perlahan, tubuh nya melemah dan ia tidak sadar kan diri karena efek obat bius nya.

Aurel menghela nafas nya panjang, melirik kepala Alvarez yang kini berbaring di bahu nya tak sadarkan diri.

"Cepet dikit Yon." Ujar Aurel.

.

.

.

...•BERSAMBUNG•...