#TURUN RANJANG
Tiga tahun pasca sang istri meregang nyawa saat melahirkan putranya, Zeshan tetap betah menduda dan membulatkan tekad untuk merawat Nadeo sendirian tanpa berpikir sedikitpun untuk menikah lagi.
Namun, hal itu seketika berubah setelah Mommy-nya datang dan berusaha meluluhkan hati Zeshan yang telah berubah sebegitu dinginnya. Berdalih demi Nadeo, Amara menjanjikan akan mencarikan wanita yang pantas untuk menjadi istri sekaligus ibu sambung Nadeo.
Zeshan yang memang terlalu sibuk dan tidak punya kandidat calon istri pasrah dan iya-iya saja dengan siapapun pilihan Mommy-nya. Tanpa terduga, Mommy Amara ternyata merekrut Devanka, adik ipar Zeshan yang mengaku sudah bosan sekolah itu sebagai calon menantunya.
*****
"Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus." -Zeshan Abraham
"Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya." - Devanka Ailenatsia
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
PLAGIAT/MALING = MASUK NERAKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Ingin Mencintai (Mu)
"Heuh?"
Lagi dan lagi, kebiasaan Zeshan yang kerap bicara setengah-setengah membuat Devanka salah paham. Kalimat sederhana dengan makna mendalam itu sukses membuat hati Devanka tergores, dia sampai terhenyak dibuatnya.
"Aku tidak mau kamu hidup dengan bayang-bayangnya ... aku menikahimu bukan untuk melanjutkan kisahku bersama Talita, tapi memulai kisah baru bersama Devanka dan itu kamu."
Air mata Devanka sudah susah payah dia tahan sebenarnya, dia merasa Zeshan manusia paling jahat sedunia. Akan tetapi, begitu mendengar kelanjutannya, air mata Devanka benar-benar berurai dengan makna yang berbeda.
"Sampai kapanpun Talita tidak akan pernah hilang, dan kurasa kamu sendiri tidak ingin hal itu terjadi bukan?" tanya Zeshan begitu lembut sembari menatap lekat Devanka yang kini menggangguk pelan.
Devanka tidak secengeng itu sebenarnya, tapi jika soal Talita dia berbeda. Kehilangan Talita masih terus menjadi goresan luka, dan jelas akan berlangsung lama.
"Aku ingin mencintaimu tanpa menghilangkan cintaku pada Talita, aku ingin mencintai istriku ini dengan apa adanya dia tanpa harus berusaha menjadi orang lain, aku tidak menginginkan itu, Devanka," lanjut Zeshan begitu tulus sembari terus memegang pundaknya.
Memang sulit awalnya, tapi setelah dia pikir-pikir lagi, ucapan Mommy Amara ada benarnya. Sampai kapan dia terus bertahan dengan luka, berlagak mampu padahal seperti akan gila pasca ditinggal Talita.
Zeshan menutup mata, merasa tak butuh sosok istri padahal hidupnya sesepi itu. Mungkin tidak terlihat, karena malu pada Nadeo tentu saja.
Hari ini, Zeshan mengutarakan keseriusannya untuk memulai kisah, bersama Devanka tanpa bayang-bayang Talita.
"Mungkin kata-kataku menyakitkan, tapi satu hal yang perlu kamu tahu ... akan lebih sakit lagi, jika kamu hanya kujadikan perantara sebagai pengobat rindu pada kakakmu. Bukan cuma kamu yang sakit, tapi kakak juga sangat sakit," tambah pria bermata bening itu lagi hingga membuat isakan tangis Devanka kian menjadi.
Lama tidak menangis, Devanka seolah meluapkan kesedihan dengan meraung bak anak TK yang dirampas mainan kala Zeshan menariknya dalam pelukan. Sama sekali dia tidak bermaksud membuat Devanka tersakiti, tapi melihat usahanya pagi ini Zeshan untuk tidak bicara membahas hal seserius ini.
Cukup lama waktu yang Devanka butuhkan untuk melepas kesedihan, Zeshan juga tidak mendesaknya agar segera tenang. Sementara, dia biarkan Devanka menikmati kesedihannya hingga perlahan tenang sendiri.
Begitu melepaskan pelukan, wajah Devanka begitu sembab dan air mata terus mengalir membasahi pipinya. Zeshan menatapnya lekat-lekat, jika melihat pemandangan ini dia seolah benar-benar kembali ke masa lalu.
Masa dimana Zeshan kerap menyaksikan Devanka meraung di halaman rumah akibat dihukum tidak diberi uang jajan oleh sang mami. Lucunya lagi, Devanka baru berhenti tatkala Zeshan menyogoknya dengan uang jajan yang mungkin cukup untuk satu minggu.
.
.
"Sudah cukup nangisnya, kamu jelek begitu," ucap Zeshan tersenyum tipis dan tidak membuat Devanka berhenti, yang ada semakin menangis.
Jika ditanya alasannya, Devanka bingung juga. Karena sejak dulu, wanita itu pantang menangis dan jika sesekali menangis maka susah berhenti, maklum air matanya jarang rekreasi.
"Ya, Tuhan masih saja ... dibilangin jelek juga," ungkap Zeshan sekali lagi sembari menatap Devanka yang masih berusaha mengatur napasnya.
"Biarin!!"
Usai menangis, kulitnya yang putih membuat wajah Devanka tampak memerah. Tak hanya wajah, tapi bibirnya kini tampak merona. Terlebih lagi kala dia mencebik hingga Zeshan yang sejak tadi menatap ke sana tak kuasa menahan diri.
Kata hatinya seolah berteriak, mubazir sekali andai disia-siakan, tanpa aba-aba, Zeshan meraup bibir manis Devanka begitu lembut. Di luar kendali sebenarnya, Zeshan meraih tengkuk leher Devanka agar sang istri tidak dapat menghindar.
Sempat merasakan bibir sang istri beberapa kali, dan tentu saja manis. Tubuh Devanka yang terlalu mungil membuat leher Zeshan terasa sakit. Seolah tidak puas akan hal itu, tanpa pikir panjang, pemilik gelar dokter paling sabar seantero rumah sakit itu mendudukkan sang istri di meja makan dan kembali menghissap madunya bibir Devanka.
Sebagai seorang istri yang juga sudah terlatih untuk mengimbangi, Devanka juga ambil alih hingga ciuman Zeshan berbalas. Keduanya seakan saling menginginkan hingga ketika Zeshan melepaskan pagutan, Devanka masih terus menatap mata pria yang degan tegas telah mengatakan ingin mencintainya.
Zeshan tersenyum dan hal itu juga berbalas, tak lupa dia mengusap pelan bibir bawah Devanka dengan ibu jarinya. "Manis," ucap Zeshan kemudian seketika membuat Devanka mengerjap pelan.
"Manis? Apanya yang manis, Kak?" tanya Devanka dengan mata nan polosnya.
"Bibirmu." Tanpa melepaskan tatapan dari bibir Devanka, Zeshan menjawab dengan suara lembut khasnya.
"Masa sih? Tapi yang aku rasain asin," protes Devanka bahkan tak segan kembali mengecap demi memastikan rasa yang tertinggal di lidahnya, mana tahu salah.
"Tuh asin."
Usai mendengar pernyataan Devanka, kali ini Zeshan yang mengerutkan dahi. "Asin? Asin gimana? Dari mana ceritanya ciuman asin?"
"Dari sana kali, kan Kakak habis makan nasi goreng itu wajar asin ... eum, ada aroma bawang-bawangnya juga," tambah Devanka seketika membuat Zeshan memerah.
Seumur hidup, mungkin baru kali ini dia mendapati wanita yang justru membahas rasa ciuman tanpa bahasa kiasan, semua berdasarkan fakta sampai aroma bawang disebut juga.
"Oh iya? Aku tidak berasa tuh aroma bawangnya ... kamu salah mungkin."
"Kakak tidak percaya? Ayo buktikan sekali lagi," tantang Devanka bersedekap dada dan mungkin menurutnya sama sekali tidak salah.
Zeshan yang mendapat tangannya tersebut jelas saja menerima dengan suka rela. "Ayo, siapa takut!!" balas Zeshan kembali mengikis jarak dan tepat dikala bibir keduanya sudah bersentuhan, suara bebek-bebekan di sekitar sana menghentikan kegiatan mereka segera.
Devanka menjauhkan wajah, begitu juga dengan Zeshan. Pria itu menatap ke sumber suara dan betapa paniknya Zeshan tatkala sadar jika di sana sudah ada Nadeo yang tengah memegang bebek-bebekan sembari digendong Zain, saudaranya.
"Za-Zain?"
.
.
- To Be Continued -
bakalan kena bulli itu