NovelToon NovelToon
Terjerat Pesona Ayah Tiri

Terjerat Pesona Ayah Tiri

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Romansa
Popularitas:25.3k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

Dia, lelaki yang kini menjadi ayah tiriku, adalah sosok yang takkan pernah ku lepaskan dari kehidupanku. Meskipun tindakan ini mungkin salah, aku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala resikonya. Awalnya, dendamlah yang mendorongku mendekatinya, namun seiring waktu, cinta telah tumbuh di dalam hatiku. Tak ada satu pun pikiran untuk melepaskannya dari pelukanku.

Kini, ayah tiriku telah resmi menjadi kekasihku. Dia terus memanjakanku dengan penuh kasih sayang. Aku mencintainya, dan dia juga mencintaiku. Meskipun posisinya masih terikat sebagai suami ibuku, aku tidak peduli. Yang penting, aku merasa bahagia, dan dia juga merasakannya. Mungkin ini dianggap sebagai dosa, namun tak ada api yang berkobar tanpa adanya asap yang mengiringinya.

"Ayah, aku mencintaimu," apakah kalimat ini pantas untuk aku ucapkan?

AKAN LANJUT DI SEASON 2 YAA, HAPPY READING AND HOPE YOU LIKE:))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita

Klotak ... Klotakk ... Klotakkk ...

Sesaat setelah bubur yang ia buatkan untuk Jelita siap, Widya pun segera bergegas kembali ke kamar Jelita untuk memberikan bubur itu.

"Jelita pasti suka bubur ini. Ini kan bubur kacang merah yang biasanya dia suka. Aku yakin dia pasti akan nambah lagi." batin Widya sembari menatap senyum ke arah mangkuk bubur di tangannya yang merupakan kesukaan Jelita.

Sejak masih kecil sekali, Jelita sangat menyukai bubur ini. Setiap Widya membuatnya, Jelita selalu tidak sabaran untuk ingin segera memakannya. Bahkan, sesaat bubur di mangkoknya habis saja, Jelita selalu nambah lagi dan lagi. Namun, tidak tahu hari ini.

Sejak kematian ayahnya, Jelita selalu menutup diri. Tidak pernah mengatakan apapun jika tidak perlu. Ataupun saat kadangkala Widya ingin membuatkannya makanan kesukaannya seperti bubur ini, Jelita selalu menolaknya. Ia memang tidak mengatakan tidak, tapi gelengan kepalanya sudah cukup mampu menjawab semuanya.

Lalu setelah beberapa saat berjalan dan menaiki tangga, tibalah Widya di depan kamar Jelita. Di sana dia segera membuka pintu itu dan memasukinya. Membawa semangkuk bubur untuk Jelita dan juga susu vanilla cream untuknya.

"Sayang, nih Bunda bikinin kamu bubur kesukaan kamu, bubur kacang merah. Kamu bangun dulu ya, sarapan, habis itu istirahat sambil nunggu dokter Budi datang. Ayo bangun dulu, nak." Setelah itu Widya segera membantu Jelita bangun dan menyusun tumpukan bantal untuknya bersandar.

"Bunda suapin ya sayang, aaa ...," Widya tampak menyendok bubur itu dan teringin menyuapi Jelita. Ada beberapa saat dia meniup-niup bubur itu, sebelum akhirnya menyuapkannya kepada Jelita.

"Hmm, pinter. Kamu habisin ya, kalau kurang bilang aja, nanti bunda tambahin. Di dapur masih banyak kok." Jelita tampak menyambut suapan itu, meskipun tanpa adanya ekspresi di wajahnya. Ia memang terlihat menikmati bubur itu, mengingat bubur itu adalah bubur kesukaannya.

Namun, Jelita tidaklah berkomentar apapun. Ia terus diam dan mengunyah bubur itu hingga habis. "Makasih Bun," ucap Jelita sesaat setelah bubur itu habis.

"Sama-sama sayang," sahut Widya sembari tersenyum. Dia ada sempat mengusap kedua pipi Jelita, membelai lembut kepalanya sebelum akhirnya bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar Jelita. Teringin pergi ke dapur untuk meletakkan mangkok dan gelas kosong itu.

Kemudian sepeninggal Widya, tampak Jelita duduk termenung di sana. Pikirannya melayang entah ke mana, sementara pandangannya menatap lurus ke arah foto sang ayah yang ada di tangannya.

Perlahan senyum itu terbit sesaat menatap senyum sang ayah di foto itu. Ia usap foto itu beberapa saat dan sempat mengecupnya. Rasa-rasanya Jelita tidak bisa move on dari kenangannya bersama dengan sang ayah. Sedari saat ayahnya meninggal hingga saat ini, ia tidak bisa lupa. Tidak bisa lupa dengan bagaimana sang ayah menyayanginya dan selalu memanjakannya.

Entah hingga kapan Jelita akan terus seperti ini. Menangisi sang ayah dan selalu memanggil-manggil namanya setiap malam. "Sepertinya hingga dendam itu selesai aku takkan bisa bangkit dari perasaan ini. Atau mungkin bisa? ah, entahlah." 

Jelita kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya dan menutup matanya. Bersiap menembus alam mimpi yang di mimpi itu berharap dapat berjumpa dengan sang ayah. Meluapkan kerinduan, hingga pergi bersama dengannya.

........................................................................

"Sayang, kamu kok tidur sih? Ayo main. Kamu udah absen loh semalam, terus kamu tidur gini apa nggak ngantor? Udah jam delapan lebih itu. Sayang, ayo bangun. Revan, ih!" Widya terus membangunkan Revan yang saat itu terlelap dalam tidurnya.

Setelah beberapa saat lalu mengantar Jelita ke kamarnya, Revan langsung beranjak ke kamarnya dan tidur.

Sebenarnya dia tidaklah mengantuk, namun daripada harus bermain dengan Widya, Revan pun lebih memilih untuk tidur. Selain itu dia merasa lelah saat ini. Setelah bermain semalaman dengan Jelita, raga Revan terkuras. Dia izin tidak masuk kantor karena teringin istirahat di rumah.

Lalu Widya yang mengetahui Revan terus tertidur tanpa mau menuruti keinginannya, segera saja berlalu pergi keluar kamar.

Dan sepeninggal Widya, Revan mulai membuka matanya dan bernafas lega. Berhasil membuat istrinya pergi, tanpa harus bermain dengannya. Lelah rasanya jika harus melayani dua wanita sekaligus. Jadi untuk menghindari itu, dia pun lebih memilih untuk berpura-pura tertidur.

"Maaf, Wid. Aku capek, semalaman habis bermain dengan Jelita. Nanti malam atau nggak besok pasti aku bakal layanin kamu kok. Kita akan bermain semalaman kalau bisa. Itupun jika Jelita tidak pindah ke apartemennya." batin Revan sembari menutup matanya dan menaikkan selimutnya sebatas dada.

Berharap kali ini dia dapat tertidur dan bangun-bangun sudah esok hari.

.................................................................

Lalu di malam harinya, tepat ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul enam sore, bangunlah Jelita dari tidurnya. Ia perlahan bangkit dari tidurnya dalam keadaan berpeluh seperti habis olahraga berat. Tangannya terangkat menyentuh keningnya.

Sudah tidaklah sepanas tadi, rasa pusing di kepalanya pun sudah tidaklah separah sebelumnya, meskipun masih tetap ada.

"Ah laper segala lagi, mana mager banget buat bangun. Hmm, ngomong-ngomong gue tidurnya lama banget ya, dari pagi sampai malam gini. Terus orang rumah juga nggak pada bangunin. Huh, pasti lagi pada main di kamarnya. Awas aja ya, aku keluar, aku bubarin permainan kalian. Enak aja main-main kayak gitu." ucap Jelita sembari bangkit dari ranjangnya dan melangkah keluar kamar.

Ingin melihat kedua orang tuanya sedang melakukan apa dan mengisi perutnya yang lumayan lapar. Setibanya di luar kamar, Jelita sudah sangat yakin jika kedua orang tuanya sedang bermain di kamar mereka.

Namun, sesaat ia melangkah menuruni tangga, kedua orang tuanya ternyata tengah mengobrol serius di meja makan.

Sayup-sayup terdengar olehnya jika kedua orang tuanya atau lebih tepatnya bundanya tengah membicarakannya. Ada beberapa kata yang Widya ucapkan, namun di kata-kata itu Widya ada juga menyebutkan Jelita.

Lalu untuk memastikan pendengarannya, segeralah Jelita bersembunyi di sebalik tembok tepat di samping tangga tidak jauh dari lokasi mereka dan menguping semua pembicaraan mereka. Ingin memastikan mereka sedang membahas apa. Apakah itu ada kaitannya dengan dirinya atau tidak?

"Sayang, ih. Kok bisa-bisanya sih tadi Kak Melida tiba-tiba rasukin Jelita gitu. Mana marah-marah lagi sama aku. Terus bilang ke aku yang nggak-nggak. Huh, capek aku. Udah lama loh dia pergi itu dan selama ini nggak pernah sekalipun mengusikku ...,"

"Lalu mengapa tiba-tiba muncul begini? terus nyalahin aku atas meninggalnya Mas Barata lagi. Tahu dari mana dia coba. Apa selama ini dia masih gentayangan di sini dan tahu semua kelakuanku? ah, bikin pusing saja. Tapi kira-kira Jelita sadar tidak ya jika tadi Kak Melida rasukin Dia, terus semua ucapannya? Semoga tidak ya. Kalau sampai Jelita tahu bisa gawat urusannya." ucap Widya panjang lebar.

Dan semua ucapannya itu membuat Jelita terkejut. Dia masih tidak bisa percaya dengan semua perkataan bundanya itu. Melida merasukinya, bagaimana bisa? Perasaan Jelita merasa biasa saja tadi.

Tidak merasakan apapun atau sebagaimana orang rasakan ketika kerasukan. Rasa-rasanya Ia hanya tidur biasa, tanpa memimpikan apapun yang biasanya ketika ia tidur selalu memimpikan sesuatu.

Mau itu didatangi ayahnya, Melida, atau bahkan mimpi melakukan kegiatan sehari-hari. Selama tidur tadi, Jelita tidak memimpikan itu, lalu bagaimana bisa ada kabar arwah tantenya itu merasukinya? kenapa ia tidak merasakannya, apakah ini yang setiap kali orang rasakan ketika mereka kerasukan? kok rasanya biasa saja. Tidak ada efek apapun.

"Sepertinya dia tidak sadar. Semoga. Tapi kurasa Dia takkan tahu dengan semua perkataan Kak Melida ataupun Kak Melida yang sudah merasukinya. Sudah ya, jangan terlalu dipikirkan. Semua itu hanya masa lalu, jangan diingat-ingat lagi. Kita akan semakin stress bila memikirkannya ...,"

"Kamu tidak ingat ya apa tujuan kita melakukan itu? Kita melakukannya untuk dapat bersatu sayang. Kita takkan bisa bersatu jika lelaki itu tetap ada, lagi pula dia juga tidak mau melepaskanmu dulu. Kita sudah berhubungan lama kan dan dia tetap tidak mau melepaskanmu walaupun dia tahu semuanya ...,"

"Sudah, Jangan dipikirkan lagi. Kamu akan sakit nantinya kalau terus memikirkannya. Lagi pula sekarang Kak Melida sudah pergi, aku sudah berhasil mengusirnya dengan kata-kata dari temanku kemarin ...,"

"Jadi sekarang sudah aman. Kamu jangan khawatir ya, aku takkan biarkan Jelita atau siapapun mengetahuinya. Semua itu hanya akan menjadi rahasia kita. Kamu percaya kan sama aku? Aku takkan biarkan siapapun mengetahuinya." Revan sama cemasnya seperti Widya. Saat di mana kak Melida merasuki Jelita beberapa jam lalu dan dia yang dengan emosinya memarahi Widya, Revan menjadi cemas luar biasa.

Dia takut jika hal itu akan Jelita ketahui. Bahkan, merasakan apa yang Melida lakukan. Setelah melakukan permainan itu bersama dengan Jelita dan honeymoon di taman sejoli, Revan merasakan jika saat ini perasaannya kepada Jelita sudah mulai tumbuh. Dia sudah mulai mencintainya.

Memang aneh, mereka baru terlibat hubungan bersama tidak lama ini dan Revan sudah merasakan cinta kepadanya. Tapi inilah yang dia rasakan. Hatinya sudah mulai menerima kehadiran Jelita, meskipun itu tidak bisa menggantikan posisi Widya di hatinya. Revan masihlah mencintainya.

Setelah semua perjuangan panjangnya untuk mendapatkan Widya, tidak mungkin baginya untuk melupakannya secepat itu. Kecuali jika dia melakukannya, terlebih sekarang dia sudah terlibat perselingkuhan dengan Jelita, anak tirinya sendiri. Jadi pikiran dan hatinya terasa bercabang saat ini. Antara tetap bersama dengan Widya atau berpaling kepada Jelita. Keduanya memiliki pesona masing-masing yang sulit Revan tolak.

Lalu Jelita yang mendengar semua percakapan mereka sontak saja terkejut. Tidak bisa mempercayai semua ucapan mereka dan apa yang mereka katakan. Bagaimana bisa mereka mengatakan jika ayahnya sudah mengetahui semuanya dari lama, terus hubungan mereka yang ternyata sudah berjalan jauh, bahkan Jauh sebelum ayahnya tiada.

Sebenarnya bagaimana hubungan bundanya dengan Revan dahulu? mengapa sebelum ayahnya tiada, ia tidak mengetahuinya. Jangankan mengetahuinya mendengar kabarnya saja tidak. Sejak dulu ia tidak pernah merasa bundanya ada hubungan lain dengan seseorang selain ayahnya.

Keluarga mereka terasa bahagia tanpa percocokan. Namun, mengapa tiba-tiba semua terjadi begitu saja? Bahkan saat ayahnya meninggal pun Jelita tidak mendapati bundanya bersama dengan pria lain, sampai akhirnya ia lihat bundanya bersama dengan Revan waktu itu.

Sampai ketika bundanya menghancurkan kepercayaannya dan menorehkan luka yang dalam di hatinya. Sejak saat itu Jelita sulit untuk mempercayai bundanya lagi.

Serasa sulit baginya untuk bisa sama seperti dahulu, meskipun kadang kala Ia suka memaksakannya. Berpura-pura tidak mengetahuinya dan bersikap tidak peduli pada bundanya dan Revan.

Jelita merasa tersiksa batin saat ia terus saja menutupinya, tanpa ada mengatakan apapun. Sampai akhirnya rasa dendam itu muncul dan membuatnya bertekad untuk melakukannya. Meski ini sudah pasti salah dan berdosa bagi sebagian orang.

"Tidak kusangka ayah ternyata sudah mengetahuinya. Ternyata selama ini ayah terus menutupinya. Menahan perasaan kecewa itu dalam hatinya sampai akhirnya ia meninggal. Ayah, kenapa ayah melakukannya, kenapa ayah terus menutupinya? Pantas saja setiap kali bersama dengan Bunda, ayah selalu terlihat tidak nyaman dan buru-buru untuk pergi. Ternyata ini alasannya. Mungkin sekarang aku tidak tahu semuanya dengan jelas ...,"

"Tapi aku janji, aku akan mencari tahu. Aku akan menelusurinya sampai akhirnya aku tahu semuanya dengan jelas. Dan saat itu terjadi, takkan aku biarkan mereka untuk lolos ...,"

"Mungkin sekarang mereka masih bisa berpelukan, tapi setelah ku lancarkan rencanaku, Jangan harap untuk tetap bisa melakukannya. Huh, sekarang aku harus pura-pura lagi. Capek, tapi ini belum saatnya untukku beraksi." Jelita terus menghela napas dan mengatur perasaannya agar terlihat baik-baik saja di hadapan bundanya dan Revan.

Ia mencoba melupakan sejenak kemarahan yang menghimpitnya dan berjalan ke arah mereka yang masih saling berpelukan satu sama lain.

Lalu sesaat mendapati kedatangan Jelita, Widya dan Revan mulai mengurai pelukannya. Mereka seperti gugup dan grogi dengan kedatangan Jelita. Namun, tidak urung mereka tersenyum ke arahnya.

"Bun, yah. Kalian kenapa, kok senyum-senyum gitu lihat aku? Ada yang aneh ya sama aku?" Tanya Jelita sembari beranjak duduk di kursi kosong di hadapan Widya dan Revan, kemudian berbalik menatap senyum ke arah mereka.

"Ehm, nggak kok, nggak papa. Kamu sekarang bagaimana kondisinya sayang? Sudah lebih baik?" Widya tampak mengalihkan pembicaraan.

Jelita tanya apa tapi malah dijawab apa. Sangat menyebalkan. Pintar betul dia mengatur kata-kata untuk menutupi kebusukannya, dasar gil4. Dia pikir dengan pertanyaannya itu dapat menutupi apa yang dilakukan? Tidak. Justru akan semakin terlihat, terlihat jika dia sedang berbohong. Hahaha ... Lihatlah wajahnya, wajahnya tampak cemas saat ini. Suaranya pun terlihat bergetar.

Pasti sedang gugup Widya saat ini. Jelita terus berkata-kata dalam hati, memikirkan segala hal, hingga karena hal itu ia melupakan segalanya. Semua ucapan bundanya pun ia abaikan. Jelita terus tenggelam dalam lamunannya, hingga beberapa saat lamanya.

Kemudian Widya yang mengetahui Jelita terus terdiam, tanpa mau menjawab pertanyaannya, mulai merasa bingung sendiri. Dia alihkan pandangannya ke arah Revan dan seperti ingin mengatakan sesuatu padanya. Atau sudah mengatakannya tapi lewat batin. Entahlah.

"Ehm, Bun, maaf tadi Bunda tanya apa?" tanya Jelita setelah ia tersadar dari lamunannya.

"Kamu gimana kondisinya sekarang sayang? Udah baikan atau masih sedikit pusing? tadi waktu dokter Budi datang, kamu tidur terus pas Bunda bangunin nggak bangun-bangun ...,"

"Jadi ya dokter Budi cuma periksa kamu seadanya terus kasih kamu obat. Katanya kamu cuma demam biasa sayang. Tapi kamu juga jangan kayak kemarin ya. Masih sakit tapi udah dibawa keluyuran gitu. Kamu banyakin istirahat ya setelah ini, nanti obat dari dokter Budi, Bunda bawakan ke kamar kamu ...,"

"Ya udah, sekarang kamu makan ya, mau lauk apa?" tanya Widya sembari mengambilkan nasi untuk Jelita dan menanyakan lauk apa yang Jelita inginkan.

"Ehm, terserah itu Bun, ayam atau apa terserah. Jangan banyak-banyak, nanti nggak habis." sahut Jelita sembari menunjuk beberapa makanan di beberapa piring, kemudian membiarkan Widya mengambilkannya untuknya.

"Bun, Bun. Setelah tahu tadi rasa-rasanya aku semakin penasaran denganmu. Seberapa jauh hubunganmu itu dengan pria ini? kenapa hanya demi pria sepertinya kamu sampai menyelingkuhi ayah dan membunuhnya ...,"

"Sehebat apa sih dia sampai kamu menyukainya? aku rasa tampangnya biasa saja, tapi mengapa Bunda seperti begitu mencintainya? apa dia memasang guna-guna sampai Bunda bertekuk lutut padanya?" lanjut Jelita dalam hati sembari mengalihkan pandangannya ke arah Revan dan menatap sinis ke arahnya.

Tatapan dengki dan penuh dengan dendam kesumat.

Setelah mengetahui tadi, Jelita merasa jika ia semakin membenci mereka, tidak sabar menunggu mereka hancur dan menangis darah di liang kuburan ayahnya. Lalu Revan yang mengetahui tatapan sinis Jelita ke arahnya segera saja mengedipkan mata sebagai kode pada Jelita.

Dia ada memberikan kode-kode lewat ekspresi dan mimik wajahnya yang berhasil membuat Jelita yang saat itu masihlah menatap sinis ke arah Revan langsung mengalihkan pandangannya. Sepertinya Revan merasa curiga dengan jelita yang menatap tajam padanya.

"Dia mengapa menatap tajam begitu kepadaku? aku ada salah dengannya atau dia mendengar semua ucapan kami? ah, rasa-rasanya tidak. Lalu mengapa dia menatap begitu? apa dia cemburu?" tanya Revan dalam hati mengetahui tatapan sinis Jelita ke arahnya.

Sementara Jelita yang mengetahui sikap Revan itu segera mengabaikannya. Ia mulai memfokuskan pandangannya pada makanannya tanpa memedulikan Revan yang sedari tadi terus mengkode-kode dirinya.

Matanya terus mengedip memberikan kode-kode, sementara alis dan bibirnya juga terus bergerak-gerak entah dalam maksud apa. Menjengkelkan sekali melihat Revan bersikap seperti itu padanya. Rasanya ingin muntah, bosan dan teringin segera pergi dari sana.

"Dia sudah gil4 atau apa? kenapa terus seperti itu padaku? mau mengirimkan kode? tidak akan mempan. Pria sepertinya melakukan itu akan terasa begitu menjijikkan. Ingin muntah rasanya aku melihatnya seperti itu. Cih, menjijikan sekali." batin Jelita di tengah-tengah kegiatan makannya.

Tidak kuat melihat Revan terus mengkode-kode dirinya entah dalam maksud apa.

Seperti ingin menjelaskan sesuatu, namun takut karena ada bundanya. Apa yang ingin dijelaskannya? tidak ada yang perlu dijelaskan. Semuanya sudah jelas dan terlihat jika Revan adalah pria bi4d4b yang perlu ia taklukan untuk melancarkan rencananya. Hahaha ... setidaknya itulah pikiran Jelita.

"Bun, besok aku pindah tinggal di apartemen ya. Kemarin aku udah nyari sama ayah dan bayar cash. Jadi malam ini aku mau beres-beres sekalian say goodbye sama kalian, karena besok aku udah nggak tinggal sama kalian lagi. Aku akan tinggal sendiri di apartemen. Hidup mandiri dan biar dekat sama sekolah aku ...,"

"Tadi aku udah dapat wa dari orang apartemen kalau apartemen aku udah siap dan bisa ditempati, jadi besok pagi-pagi aku udah langsung berangkat sekalian siap-siap karena besok aku udah mulai masuk sekolah kembali." ucap Jelita tiba-tiba yang dari ucapannya tentu membuat Widya dan Revan terkejut.

"Besok aku akan memulai rencanaku." lanjut Jelita dalam hati.

Bersambung ...

1
Putri rahmaniah
jelita lebih cocok dengan Revan ,,dibanding sma ibunya Thor..
◍•Grace Caroline•◍: yes😇😇
total 1 replies
Norah Haderan
jadi penasaran
◍•Grace Caroline•◍: hehe nantikan terus ya kak
total 1 replies
Norah Haderan
guru kok gitu/Smug/
◍•Grace Caroline•◍: hehe maklum kak, udah cinta ya gitu😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!