Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBELAS
"Ibu-ibu, bapak-bapak, kakak-kakak, adek-adek, om dan tante, silahkan dicicipi hidangannya. Semoga suka ya!" seru Mentari sambil mengulum senyum.
"MENTARIIIIII .... " teriak Rohani yang seketika amarahnya meledak.
"Ma, udah mau, udah, biarin aja. Kan bagus, artinya Tari mendukung pernikahan ku, iya kan, sayang?" Shandi segera mengalihkan pandangannya pada Mentari yang tampak sedang menyambut para tamu seolah dirinya lah yang mengadakan acara pernikahan itu.
"Apa mas? Maaf, mas, aku nggak dengar. Iya, Bu, silahkan dicicipi hidangannya. Wah, kayaknya kue ini enak nih, cicip ah!" selorohnya sambil mengambil sebuah pie dengan toping buah anggur, jeruk, dan buah kiwi di atasnya. "Emmm ... lumayan."
"Dasar orang kampung. Gini nih kalau orang kampung baru nemu makanan enak," cibir Rohani tapi Mentari tampak acuh tak acuh saja. Ia justru sibuk berkeliling mempersilahkan orang-orang yang diajaknya untuk menyantap semua makanan itu. Tanpa Rohani sadari, yang Mentari ajak bukan hanya pasukan tetangga mereka saja, tapi orang-orang jalanan yang ditemuinya dengan dalih ajakan makan gratis. Sontak saja mereka yang untuk makan 2 kali sehari saja mikir-mikir, ketika ditawari makan gratis, siapapun pasti mau. Bahkan lebih hebat lagi, mereka akan diberikan uang jajan sepulangnya dari acara makan-makan tersebut. Karena itu, yang ikut datang ke acara pernikahan Shandi dan Erna pun membeludak.
"Duh neng, lauknya habis! Yang ngadain pesta pelit bener sih , masa' makanannya dikit banget, kan nggak cukup buat kita-kita, iya kan!"
"Iya, padahal aku baru ambilin makanan buat anakku aja , eh pas mau ambil lagi udah habis," timpal yang lainnya sambil mendumel.
"Jeng Ani, gimana ini, padahal tamu saya belum datang semuanya lho, tapi konsumsi udah habis. Pokoknya saya mau Jeng Ani segera pesan. Pesannya harus dari restoran Goyang Lidah. Aku nggak mau tahu menahu, cepat pesan sekarang!" seru Asma, ibunya Erna.
Mendengar lauk pauk habis dan ia diminta membeli lagi dari restoran terang saja membuat Rohani kian murka.
"Heh, benalu! Pergi kau dari sini! Kau pasti sengaja kan membuat kekacauan di sini!" hardik Rohani dengan suara meninggi.
"Iya kamu mbak, dasar perempuan gila, pengemis darimana sih diajak kemari, udah rakus, bau lagi!" cibir Septi membuat beberapa tetangga asli Mentari dan Rohani tersinggung.
"Heh, dasar ibu dan anak nggak ada akhlak! Sukanya menghina. Menantu sendiri dihina. Padahal kemana-mana masih bagusan Nak Tari dibanding pelakor itu." Seorang ibu bertubuh gempal maju ke depan sambil berkacak pinggang.
"Halah, bagus apanya? Cantik doang tapi benalu untuk apa? Udah miskin, yatim piatu, nggak berpendidikan, mandul lagi, bagus apanya dibandingkan menantu baruku? Lihat menantu baruku, dia kaya, orang tuanya masih ada, berpendidikan, kerjaannya bagus, seorang manajer di showroom mobil, dan yang pasti dia nggak mandul, nggak kayak perempuan yang kalian bela itu."
"Ma," sergah Shandi. Ia ingin maju melerai pertengkaran itu, tapi Erna justru menahan tangannya.
"Sudah Shandi, biar mereka semua tahu bahwa nggak ada yang istimewa dari perempuan benalu ini. Cuma bisa jadi benalu aja belagu. Pake baju bagus, cih, bisanya ngabisin duit kamu aja," cerca Rohani kejam dan tajam. Tak peduli kata-kata itu akan melukai Mentari atau tidak.
"Ma, bukankah aku sudah menunjukkan surat periksa dari dokter kalau rahimku sehat, mama nggak bisa menuduhku mandul tanpa bukti." Akhirnya Mentari kembali mengeluarkan suaranya dengan wajah datar. Ia paling benci ketika disebut mandul oleh ibu mertuanya itu.
"Kata siapa nggak ada bukti? Ada kok," ujar Rohani sambil menyeringai sinis.
"Apa itu?" tantang Mentari.
Rohani menyeringai sinis, "buktinya ada di sini!" Rohani lantas mengusap perut Erna membuat Mentari mengerutkan keningnya, sedangkan Shandi sudah nampak panik.
"Ma, udah! Nggak usah buat keributan lagi!" sergah Shandi gelagapan, takut ibunya membongkar rahasianya.
"Kenapa Shan? Nggak perlu takut. Biar dia tahu dan sadar diri kalau dia nggak bisa bohongi kita."
Lalu Rohani kembali mengalihkan pandangannya pada Mentari.
"Kau tahu, menantu baruku sudah hamil padahal mereka berhubungan belum ada 3 bulan. Terbukti bukan, kau lah yang mandul padahal sudah menikah selama 5 tahun, tapi tak kunjung hamil juga. Sedangkan dengan Erna, belum 3 bulan berhubungan, tapi sudah hamil. Mau bukti apalagi kalau kau mandul? Pasti surat hasil pemeriksaan itu palsu. Kau tak bisa berbohong lagi, Tari!" ejek Rohani sambil menyeringai.
Awalnya Mentari membulatkan matanya, tapi dalam hitungan detik Mentari berhasil menetralkan lagi ekspresinya.
Mentari terkekeh geli, "wah, wah, wah, ternyata ibu mertuaku mendukung suamiku menanam saham duluan toh? Wow, amazing!" seloroh Mentari.
"Cih, mertua menjijikkan! Justru mendukung anaknya berselingkuh dan berzina. Benar-benar menjijikkan!"
"Astaga, baru kali ini aku mendengar ada mertua yang jahat banget sampai-sampai mendukung anaknya berselingkuh. Jangan sampai deh besanan sama orang kayak dia, bisa-bisa anak kita mati berdiri."
"Iya ya, aku salut sama Nak Tari, masih bisa kuat dan tegar menghadapi mertua seperti itu."
"Tari, aku ... aku ... "
"Mas, aduh, perutku ... perutku keram, mas." Erna meringis sambil memegang perut. "Tolong antar aku ke kamar," cicit Erna. Sebenarnya ia merasa malu sekali.l dicibir seperti itu. Tapi bukankah yang seharusnya lebih merasa malu lagi itu Mentari, pikirnya.
"Mas," seru Mentari membuat Shandi menoleh sehingga netranya bersirobok dengan netra Mentari. "Selamat atas pernikahan keduamu dan selamat atas kehamilan istri keduamu."
Deg ...
Mendadak jantung Shandi berdebar sangat-sangat kencang. Mentari memang tersenyum, tapi entah mengapa ia merasa senyum itu penuh arti. Sorot mata indah itupun terlihat berbeda. Tiba-tiba perasaan takut menyentak jiwanya. Apalagi saat Mentari dengan anggun membalikkan badannya menjauh dari kerumunan itu. Shandi hendak mengejar Mentari, tapi Erna menahan tangannya. Shandi hanya bisa menghela nafas. Semoga Mentari tidak tiba-tiba meminta berpisah dengannya.
'Nggak, nggak mungkin kan Tari tiba-tiba minta cerai. Emang dia bisa apa tanpa diriku? Keluarga nggak punya. Kerjaan juga nggak punya. Nggak mungkin kan dia mau balik jadi TKW lagi? Iya, itu nggak mungkin. Apalagi Tari itu terlalu mencintaiku. Buktinya dia mengucapkan selamat. Huh, seharusnya sejak awal aku beritahu dia. Pasti dia senang bisa memiliki seorang anak. Bukankah anakku, anaknya juga. Pasti Erna tidak masalah kalau Tari jadi ibunya juga. Kalau aku dan Erna bekerja kan, dia bisa membantu mengasuh anak kami. Dia nggak bisa hamil, anak kami bisa ia anggap anaknya sendiri dong. Ya, nanti aku akan bicara dengannya seperti itu,' monolog Shandi dalam hati.
"Pak Rudi, kemarikan kunci mobilnya!" ujar Mentari sambil mengulurkan tangannya.
"Non mau nyetir sendiri?" tanya pak Rudi.
"Hmmm ... pak Rudi di sini aja, tunggu catering pesanan kita. Banyak yang nggak kebagian makan, kasihan. Oh ya, uang yang untuk diamplopin ke mereka udah siap semua kan?"
"Udah siap semua, non. Sebentar, saya ambil tasnya dulu. Uangnya ada di dalam tas itu," ujar Pak Rudi yang gegas mengambil tas berisi puluhan amplop berisi uang untuk jajan para tamu dadakan yang ditemuinya di jalan.
Setelah mendapatkan kunci mobil, Mentari pun segera masuk ke dalam mobilnya kemudian melaju dengan kecepatan cukup tinggi membuat Septian yang baru saja pulang dari rumah temannya sampai melongo tak percaya.
"Mbak Tari?" beonya dengan mulut menganga melihat Mentari mengendarai mobil BMW I8 berwarna putih.
...***...
"Jeng, kok di luar masih heboh ya?" tanya Rohani pada Asma. Ia pikir setelah Mentari pergi, keadaan bisa kembali tenang.
Namun kini Rohani, Erna, Septi, Asma, dan yang lainnya tercengang dengan mata membulat sempurna. Bagaimana mereka tak tercengang sebab mereka melihat para tamu undangan Mentari tadi sedang berbagi bingkisan makanan yang terlihat mewah beserta amplop putih yang kemungkinan itu uang.
"Eh, lauk pauk itu untuk tamu kami, kenapa kalian jarah lagi, hah!" bentak Asma yang mengira itu menu makanan pesanan Rohani.
"Maaf Bu, makanan ini merupakan pesanan non Tari untuk para tamu yang tidak kebagian makanan," ujar Pak Rudi yang spontan mengundang seruan mengejek dari semua orang yang ada di sana. Para tamu undangan Rohani dan Asma pun kini berbalik mengejek mereka sebab telah membuang menantu baik demi menantu baru yang didapat dengan tanam saham sebelum menikah.
"Huuuu, maluuu!!!" koor mereka bersamaan membuat wajah Rohani dan keluarga Erna memerah karena malu.
'Awas saja kau Tari, aku akan membuatmu menyesal! Aku akan membuat Shandi menceraikanmu biar kau tahu rasa. Pake acara bagi makanan enak dan bagi duit pula. Pasti itu uang Shandi. Dasar kurang ajar!' menolong Rohani dengan rahang mengeras karena emosi.
...***...
Aduh Bu, mau buat Tari menyesal, hah? Ayo kita lihat, siapa nanti yang akan menyesal! Hahaha ... 😄😄😄
...^^^***^^^...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...