Si Cupu Kesayangan Mr. Mafia

Setelah memberikan peringatan pada Rach, Alvin akhirnya pergi dan kembali ke rumah sakit. Dia mendapati Kodoi dan sang istri tengah menggut-manggut akibat mengantuk.

"Kalian pulanglah dan istirahat, perintahkan semua orang untuk istirahat juga. Kedepannya, biar aku yang menjaga Calya." Ucap Alvin, Vanessa dan Kodoi mengangguk dan pergi dari sana.

Mereka merasa kasihan pada nasib Alvin yang begitu malang, namun itu mungkin harga yang harus di bayar Alvin atas apa yang telah dia lakukan selama ini. Kodoi dan Vanessa akhirnya pulang, sedangkan Alvin menunggu sampai jadwal besuk di perbolehkan.

Besuk akhirnya di perbolehkan, Alvin masuk ke dalam ruangan Calya yang masih belum sadarkan diri. Alvin menggenggam tangan Calya dengan erat dan mengecupnya lembut.

"Ayah.." Gumam Calya, Alvin sadar bila awal rasa sakit Calya adalah keluarganya. Bila mereka bisa mendengarkan penjelasan Calya atau Alvin mungkin hal ini tak akan pernah terjadi.

"Istirahat, jangan pikirkan yang lain." Alvin mengelus kepala Calya yang masih tak sadarkan diri, seorang perawat masuk.

"Tuan, obat yang di konsumsi oleh pasien adalah obat kelas bawah. Bila memang ingin melakukan perubahan, silahkan isi data ini, sedangkan bila masih ingin menggunkan kebijakan yang lama, kami akan melanjutkannya." Ucap Perawat tersebut, yang sadar bila sepertinya Alvin bukan berasal dari kalangan orang biasa.

Alvin menyambar kertas itu dan langsung memesan pelayanan VVIP untuk Calya, selain itu semua hal yang bersangkutan dengan Calya juga di naikkan.

"Bila ada cara lain maka lakukan saja bila itu dapat menyembuhkan Calya, untuk masalah biaya kalian bisa melampirkan tagihannya ke alamat ini." Alvin menyerahkan kartu namanya, wanita itu tertegun namun pada akhirnya mengangguk.

Tanpa sadar, Alvin juga tertidur di tepi ranjang Calya. Sedangkan tak lama kemudian Calya bangun dan mendapati Alvin yang tertidur di sampingnya sambil menggenggam tangannya.

Gerakan kecil Calya mampu menyadarkan Alvin, dia langsung tersenyum dan mengusap kepala Calya dengan tulus. Calya juga tersenyum menanggapi hal manis yang di tunjukan oleh Alvin.

"Bagaimana perasaan mu?" Tanya Alvin, Calya menggelengkan kepalanya. Alvin tersenyum dan tahu bila Calya berbohong.

"Lusa, kita ke Indonesia ya?" Ucap Alvin, Calya tersenyum dan mengangguk pelan. Toh, tak ada lagi hal yang dapat di lakukan Calya di sini.

"Sekarang, istirahat dengan baik dan jangan pikirkan apapun kecuali aku." Ucap Alvin, Calya tersenyum mendengar celotehan Alvin namun dia kembali mengangguk.

"Calya, menikah-lah dengan ku?" Pinta lagi Alvin, air mata Calya jatuh seketika.

"Karena kasihan? Tidak Alvin, terima kasih." Ucap Calya, Alvin menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku sungguh-sungguh." Bisik Alvin, Calya terdiam dan masih menggelengkan kepalanya.

"Jangan bertanya lagi, karena bila kamu kembali bertanya aku takut bila aku akan goyah." Ucap Calya, Alvin tersenyum dan mengerti maksud Calya.

"Permisi, jam besuk pasien sudah selesai." Serang perawat memperingatkan Alvin, Calya mengangguk memberikan kode pada Alvin agar pergi dari sana.

Alvin keluar dari rungan Calya, dia menuju tempat pendaftaran untuk melakukan pembayaran tagihan rumah sakit dan perubahan pada kamar Calya.

"Maaf, ini barang pasien yang semula dia bawa." Perawat menyerahkan ponsel dan dompet Calya.

"Terima kasih," Alvin kembali ke ruang tunggu, dia melihat ponsel jadul Calya dan mendapati beberapa foto di sana.

Sebuah video yang nampak terakhir di putar oleh Calya membuat Alvin tertarik, dia melihat video itu yang menunjukkan tradisi orang India yang akan menggunkan hena tak kala hendak menikah.

Alvin ingat bila saat ini pernikahan Calya terlampau sederhana, dia tak menggunakan hena atau pernak-pernik pernikahan lainnya. Alvin merasakan dadanya sesak dan menggeser Video itu hingga nampak sebuah foto bertuliskan nama.

...Alvin & Calya ...

...Happy Wedding ...

Dengan hiasan di sampingnya, Alvin tiba-tiba menekan dadanya yang sesak. Dalam pernikahannya yang akan dia lakukan bersama dengan Rach, ternyata Calya tersiksa.

Alvin teringat dengan perbuatannya yang justru mendorong Calya untuk mengatakan 'Ya' saat Rach melamarnya, dada Alvin sesak di buatnya.

"Bos?" Kodoi menyadarkan Alvin dalam tangisnya, Alvin mengusap air matanya dengan kasar dan Kodoi juga akhirnya duduk di samping Alvin.

"Makan dulu, meski kamu kejam tapi kamu juga manusia." Kodoi menyerahkan makanan yang di buat Vanessa, sedangkan Vanessa yang merasa tidak enak badan memilih istirahat sore itu.

"Aku tidak lapar, siapkan penerbangan ke Indonesia lusa. Tolong jaga Perusahaan A dan masukan beberapa preman pengangguran di Pasar yang kehilangan pekerjaan mereka. Aku akan pulang bersama dengan Calya," Ucap Alvin, Kodoi ingin menangis melihat keputus asaan Bosnya sendiri.

"Baiklah, tapi setidaknya makan dulu. Calya akan sedih bila mengetahui ada orang sakit yang menemaninya." Ucap Kodoi, Alvin mengangguk dan meraih makanan yang di siapkan oleh Kodoi.

"Berikan penjagaan ketat di rumah sakit ini, aku ingin pergi ke suatu tempat." Alvin meninggalkan Kodoi sendirian. Dia membeli beberapa alkohol dan meminumnya di sepanjang jalan.

Alvin pulang ke apartemennya, namun dia tidak berniat ke rumahnya. Melainkan pergi ke rumah Calya, dengan sempoyongan Alvin mengetuk pintu rumah itu.

Tok!

Tok!

Tok!

Tak lama kemudian, pintu rumah akhirnya terbuka di mana Ibu Calya nampak tertegun melihat Tuan Muda lamanya yang nampak mabuk.

"T-tuan muda?" Alvin tak menggubris dan masuk ke rumah itu begitu saja.

"Di mana Pak Khan?" Tanya Alvin, hingga seorang pria akhirnya keluar dan menatap Alvin dengan tidak suka.

"Baj*ingan ini! Kenapa kau ke rumah ini! Pergi kau!" Teriak Tuan Khan marah, Alvin terkekeh mendengar terikan pria itu.

"Minta maaflah pada Calya," Ucap Alvin sambil melemparkan gelas di tangannya. Ibu Calya menutup mulutnya melihat tindakan Alvin.

Plak!

"Punya hak apa kamu menyuruh ku melakukan hal itu!" Sebuah tamparan mengenai pipi Alvin, sudut bibir Alvin berdarah namun dia tak mempedulikannya.

"Hei Tuan Khan, cepat minta maaf pada Calya! Bila tidak-"

"Apa bila tidak? Apa yang akan kamu lakukan pada ku bila aku tidak minta maaf pada Calya!" Pekiknya lagi, Alvin lupa bila saat ini dia hanya ingin bicara. Namun tindakannya yang sebagai seorang mafia membuatnya kelepasan.

"Aku akan datang lagi untuk kau tampar dan meminta mu untuk minta maaf pada Calya." Ucap Alvin dan berlalu pergi dari sana, Ibu Calya menghentikan langkah Alvin.

"Bagaimana keadaan Calya?" Tanyanya merasa khawatir, Alvin menghela nafas berat.

"Buruk, dia sangat terluka dengan sikap kalian." Ucap Alvin dan pergi dari sana, Ibu Calya menangis mendengar itu meski dia tidak tahu mengenai penyakit yang di derita oleh Calya, namun dia tahu seperti apa Calya terluka saat ini.

"Hentikan! Pergi!" Teriak Tuan Khan, Alvin keluar dari rumah itu dan masuk ke dalam rumahnya. Namun dia masih mabuk-mabukan dan merasa kesal pada dirinya sendiri. Sedangkan Tuan Khan terduduk lemas tak kala Alvin keluar dari rumahnya.

Sebagai Seorang Ayah, tentulah dia terluka mendengar keadaan Calya. Calya adalah anak kesayangannya, meski dia terkesan dingin. Namun Tuan Khan nyatanya memiliki hati yang lembut dan begitu sedih tak kala mendengar kabar itu.

Keesokan paginya, Alvin membeli buah-buahan dan makanan untuk Calya. Dia pergi ke rumah sakit dengan tampilan yang agak berbeda dari biasanya. Dia sangat tampan bahkan membuat beberapa orang yang melihatnya ikut terpesona.