cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Lembah Dewa Maut.
Mendengar cerita dari kakek dan nenek angkat nya itu, hati Cin Hai sedikit bimbang.
"Apa yang harus kulakukan sekarang nek?" tanya Cin Hai ragu ragu.
"Kalau benar seperti itu, maka pergilah nak, aku yakin kakek sakti itu tidak akan menyuruh mu pergi mengantarkan nyawa mu kesana, pasti ada rahasia yang tersembunyi dibalik semua ini, kakek Sin Kai Sian adalah manusia budiman, tidak mungkin dia menyuruh mu untuk sekedar mengantarkan nyawa mu saja kesana, tunai kan perkataan nya, kami akan berdoa, semoga benar kakek itu bisa mengobati penyakit mu, agar kau bisa berkultivasi seperti anak anak yang lain" kata kakek Guan memberikan semangat pada cucu kesayangan nya itu.
Nenek Mou Ni menyerahkan sebilah pisau panjang sekitar satu jengkal yang biasa nya selalu terselip di balik selendang pengikat pinggang para kultivator wanita, "ini bawalah nak, pisau ini sudah menemani nenek selama tujuh puluh musim lama nya nak, sekarang menjadi milik mu, jaga dia baik baik!" ujar nya.
"Baiklah nek!, kakek!, sampaikan pamit ku pada leluhur, patriak, dan Yi Feng serta Ma Qiau, jangan bilang apa pun, katakan saja jika aku sudah meninggalkan perguruan untuk mencari pengalaman hidup di Dunia luar ya!" pinta Cin Hai sambil berlalu menuju ke arah pintu belakang perguruan silat Sin Houw itu.
Dengan sangat berat hati, kakek Guan dan nenek Mou Ni melepaskan kepergian sang cucu kesayangan nya itu untuk merantau ke Utara mencari lembah Dewa Maut.
Meskipun sangat berat hati, tetapi setelah mendengar jika itu atas suruhan kakek tua Sin Kai Sian, mereka menjadi sangat yakin sekali, dan menaruh harapan besar jika itu bisa menyembuhkan penyakit cucu kesayangan mereka itu.
Terlebih lagi, secara diam diam, sepasang suami istri tua itu memperhatikan, jika tekanan dan rundungan semakin kuat pada Cin Hai akhir akhir ini.
Dalam pikiran mereka berdua, Cin Hai harus bisa melindungi diri nya sendiri nanti nya, jika mereka berdua kelak sudah tidak ada lagi.
Adapun dengan Cin Hai, setelah memasuki hutan di belakang perguruan, dia segera melesat dari dahan kedahan pohon, berlari kearah Utara.
Ini dia lakukan sambil melatih ilmu meringan kan tubuh yang dia miliki sekarang.
Sementara itu di perguruan silat Sin Houw, nampak Yi Feng dan Ma Qiau sedang berjalan kearah pondok kakek Guan.
Di depan pondok, kakek Guan dan nenek Mou Ni masih duduk di teras depan pondok mereka setelah melepas kepergian cucu angkat mereka, beberapa waktu yang lalu.
"Kek!, nenek!, Cin Hai ada?" tanya Yi Feng pada mereka.
Mendengar pertanyaan itu, kedua orang tua itu sejenak terdiam.
"Cin Hai sudah pergi beberapa waktu yang lalu nak!" ujar nenek Mou Ni.
"Hah pergi?, pergi kemana nek? , mencari kayu bakar lagi?" tanya Ma Qiau.
Nenek Mou Ni menggelengkan kepala nya dengan wajah sedih.
"Katanya pergi mencari pengalaman hidup di luar sana nak!" jawab wanita tua itu sedih.
"Haah?" ......
Alangkah terperanjat nya kedua sahabat itu, mendengar jika Cin Hai sudah keluar dari perguruan hari itu.
"Bagai mana mungkin nek, dia kan belum punya cukup bekal untuk terjun ke dunia ramai, bisa bisa nanti dia sendiri yang celaka nek!" ucap Yi Feng risau.
"Biarkan lah nak dia mencari peruntungan nya di Dunia luar, disini dia juga tidak di butuh kan orang, malah semakin hari, seperti nya dia semakin memberatkan perguruan ini, setidak nya itu anggapan beberapa murid di perguruan ini, ya kan nak?" ujar kakek Guan agak jengkel bila mengingat perlakuan murid murid yang lain kepada Cin Hai.
"Dia titip pesan pamit nya pada kalian berdua" kata nenek Mou Ni.
Dengan kepala tertunduk lesu, Yi Feng dan Ma Qiau berlalu, kembali ke ruangan mereka.
Di halaman tengah perguruan, mereka berpapasan dengan Yin Mei, Me Hwa, dan Mei Li.
"Hei Yi Feng!, Ma Qiau!, mana si pecundang itu tidak terlihat hari ini, mencari kayu bakar lagi?, kasihan, nasip pecundang memang seperti itu, kalau tidak petani, ya pencari kayu bakar di hutan!" ujar Yin Mei sinis.
Yi Feng dan Ma Qiau menoleh kearah ketiga dara itu, "aku heran, ada silang sengketa apa Cin Hai dengan kalian?, apa hal kalian yang di rugi kan nya, apa kalian dia ganggu?, sehingga sedari awal keberadaan nya di sini, kalian tidak menyukai nya, dia tidak pernah mengganggu apalagi merugikan orang lain, malahan dia selalu menong orang lain, aku mengutuk kalian, semoga kelak bila memiliki anak, yang juga Dantian nya cacat, agar kalian tahu bagai mana pedih nya, jika terlahir cacat!" ujar Yi Feng dengan gusar.
"Hei pemuda lemah!, kurang ajar sekali mulut mu, berani nya menyumpahi aku, sekali pukul, kujamin kau pingsan!" ujar Yin Mei jumawa.
Memang diantara semua murid perguruan silat Sin Houw itu, Yin Mei adalah orang nomor satu paling berbakat dari sekian banyak murid yang lain.
"Nona Yin Mei, ketahuilah, bakat saja belum cukup untuk menjadi yang terhebat, kau justru harus mengetahui kelemahan mu, agar dapat menjadi hebat!" ucap Ma Qiau gusar.
"Oooh begitu ya, baiklah, beri aku tiga jurus, ku buktikan jika aku lebih hebat dari mu!" ujar Yin Mei dengan jumawa nya.
Ma Qiau maju kearah para dara itu, "baiklah, aku mewakili Yi Feng, tunjukan kepada ku tiga jurus mu itu!" .....
"Cuih!, anak sombong, teman nya sampah, ya sampah juga!" ucap Yin Mei murka.
"Awas!, jaga serangan!" ucap dara itu sambil menyerang Ma Qiau dengan jurus andalan nya.
Seandainya belum di bimbing oleh Cin Hai, sudah bisa dipastikan jika dalam satu jurus saja, Ma Qiau akan tumbang oleh dara cantik itu.
Tetapi setelah dia dan Yi Feng mendapat bimbingan secara diam diam oleh Cin Hai di hutan, mereka melihat jika jurus jurus Sin Houw Liong Cam yang mereka miliki selama ini, penuh dengan kelemahan.
Saat Yin Mei menyerang Ma Qiau dengan serangan tangan kosong nya, serentak Ma Qiau berkelit ke samping kiri nya sedikit, sambil mengirimkan pukulan tangan kiri bertenaga rendah ke rusuk kanan dara itu.
"Buk!" ......
Meskipun di lakukan dengan tenaga yang minimal, tetapi efeknya membuat dara itu terjengkang ke belakang beberapa tindak.
Meskipun tidak sampai terluka dalam, tetapi tidak urung, nafas Yin Mei menjadi sesak beberapa saat lama nya.
Kedua saudara kembar Mei Hwa dan Mei Li terkesima melihat kenyataan yang terjadi, saudara sepupu mereka yang nota Bene lebih tinggi tingkat nya dari Ma Qiau, bisa di pecundangi oleh anak laki laki itu cuma dalam satu jurus saja.
"Sudah!, sudah!, sudah!, kalian dengan mudah nya mengatai orang lain dengan kata kata pecundang, sampah dan tidak berguna, sekarang pikirkan, siapa yang sebenar nya sampah tidak berguna itu!" hardik Me Hwa marah, menghentakkan kaki nya, lalu pergi dari tempat itu.
Sambil menahan malu, Yin Mei berjalan terhuyung huyung bersama Mei Li, meninggalkan tempat itu.
Seluruh murid yang menyaksikan itu cuma bengong melompong, tidak mengerti dengan apa yang terjadi sebenar nya.
Yin Mei yang selama ini tidak terkalahkan, bisa di tumbangkan cuma dalam satu jurus saja, itupun oleh anak anak dari tingkat yang lebih rendah.
Bahkan Lau Bai An sendiri mendengar jika putri nya Yin Mei yang sudah berada di tingkat delapan itu bisa di pecundangi oleh anak tingkat empat yang baru berusia sepuluh tahun itu.
Dengan wajah merah padam karena malu, Lau Bin Ong segera mendatangi Li Yi Feng dan Ran Ma Qiau.
Dia ingin tahu kebenaran dari kabar yang dia terima.
karena sungguh tidak masuk akal jika putri nya yang sudah berusia empat belas tahun, dan sudah mencapai tingkat delapan itu, bisa di kalahkan oleh anak tingkat empat cuma dalam satu jurus saja.
...****************...