“Bapak… selain mesum, juga nyebelin, ngeselin, rese, arogan dan sudah tua -- dewasa --. Pokoknya semua Bapak borong,” teriak Ajeng.
“Tambahkan, tampan dan membuat kamu jatuh cinta,” sahut Gentala.
Ajeng berada di dalam situasi disukai oleh rekan kerjanya yang playboy, berusaha seprofesional mungkin karena dia membutuhkan pekerjaan ini. Siapa sangka, Gentala – GM baru – yang membuat Ajeng kesal setengah hidup sejak pertama bertemu berhasil menolong gadis itu dari perangkap cinta sang playboy.
Namun, aksi heroik Gentala malah berubah menjadi bencana ...!
===
IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16 ~ Bersama Fabian
Pagi begini sudah dibuat baper oleh Fabian. Kalau saja pria itu benar serius dan mengajakku menikah, aku langsung iyakan tanpa pikir dua kali. Yang penting bisa keluar dari rumah, toh Fabian sepertinya memang suka denganku.
Fabian playboy, tapi kalau sudah menemukan cinta yang tepat pastinya akan sadar. Semoga aja yang barusan dia bilang, benar-benar serius.
“Mau digaplok?” tanyaku.
Pria itu tersenyum kemudian duduk di hadapanku. Aku memastikan pandanganku dan menyadari kalau setelan yang dikenakan Fabian sama dengan yang dia pakai kemarin. Sepertinya tidak mungkin dia kekurangan pakaian bersih atau belum disetrika.
Apa Pak Fabian semalam tidak pulang?
“Ajeng, nanti malam temani aku ya,” pinta Pak Fabian membuat aku lupa dengan pertanyaan yang muncul dalam benakku.
“Temani ke mana?”
“Pak Krisna ulang tahun dan ada syukuran di kediamannya, hanya mengundang kerabat dan keluarga dekat. Kamu temani aku!” titah Fabian.
Aku tidak sanggup menjawab tidak, apalagi dia tersenyum dan mengusap kepalaku. Sungguh senyumnya bagai sebuah oase di tengah gurun pasir.
“Sudah Mbak, terima aja. Pak Fabian ‘kan keren dan tajir. Wajarlah kalau spesifikasi kayak Pak Fabian dicari banyak perempuan,” ujar Jojo setelah Fabian pergi dan sukses membuatku mendelik.
“Maksudnya kalau aku terima Pak Fabian harus maklum dengan perempun yang suka datang untuk temui dia?”
Jojo menggaruk kepalanya lalu terkekeh.
“Ya, begitulah Mbak.”
...***...
Biasanya syuting acara apapun aku biasa saja, malah lebih aktif ke sana ke mari menyesuaikan dengan konsep acara bersama tim pengarah. Namun, kali ini aku hanya diam dan tidak sebawel biasanya. Bukan karena Fabian yang selalu curi pandang dan mengedipkan matanya, juga bukan karena Pak Gentala yang ada di studio dan auranya terlihat paling bersinar.
Penampilannya seperti biasa, tampan. Juga setelan dan gaya khasnya, berdiri tapi kedua tangan berada di saku celana menatap ke arah stage di mana proses syuting sudah berjalan. Aku pun memandang ke arah stage di mana pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan bersemangat, sepertinya waktu muda dia terlihat tampan karena masih jelas gurat-gurat ketampanannya.
Krisna Adi Yasa, pengusaha dan juga anggota DPR yang akan mencalonkan diri sebagai wakil gubernur berpasangan dengan kandidat lain. Juga pemilik Go TV.
Tunggu, Krisna Adi Yasa ini apa sama dengan Krisna yang Fabian maksud tadi pagi.
Apalagi saat syuting dimulai pembawa acara sempat mengucapkan ulang tahun pada Pak Krisna. Aduh, aku harus mempersiapkan apa sebagai pendamping Fabian.
“Kalau respon penonton pada acara perdana ini kurang bagus, siap-siap bayar hutangmu,” bisik Pak Gentala
Aku menghela nafas sebelum menoleh dan menengadahkan wajah.
“Sabar Pak, syutingnya kelar juga belum.”
“Konsep acara kamu yang bertanggung jawab, sampai nggak oke. Bukan Cuma masalah hutang. Siap-siap kamu dimutasi.”
Apa pria di samping aku ini hanya bisa mengancam ya, karena setiap pertemuan ada aja ancaman keluar dari mulutnya. Interaksi aku dan Pak Gentala menjadi perhatian Pak Krisna yang sekilas menatap ke arah kami di sela break syuting.
Hampir dua jam syuting berjalan sampai akhirnya sutradara mengakhiri pengambilan gambar.
“Terima kasih kerjasamanya, seperti biasa quotes kita semua,” teriak Ajeng.
“Sukses, sukses, sukses,” teriak para kru lalu bertepuk tangan.
Fabian dan aku menghampiri Pak Krisna, walaupun hanya Fabian yang bicara karena aku tidak ada keberanian membuka suara pada orang yang punya pengaruh dan kuasa. Pak Gentala mengajak Pak Krisna beranjak dari studio diikuti oleh dua orang asistennya.
“Hahh,” ujarku menarik nafas lega.
“Kenapa?” tanya Fabian. “Kamu gugup?”
“Aduh Pak, dia yang punya Go TV. Kalau aku salah ucap atau buat dia tidak nyaman udah pasti say goodbye jadi karyawan di sini.”
“Makan siang?”
Kali ini aku menolak, bukan menolak karena benci atau menghindari playboy cap obat nyamuk yang ada di depanku. Namun, aku berniat mencari dress untuk menemaninya ke pesta. Pulang ke rumah tidak mungkin, karena aku hafal betul isi lemariku. Tidak ada satupun dress formal apalagi gaun. Semua casual dan semi formal seperti blazer dan rok atau celana panjang bahan.
“Ya sudah, jam tujuh kita berangkat,” ujar Fabian lalu mengusap kepalaku dan mengedipkan kembali matanya. Semoga saja itu Fabian melakukan itu karena sakit mata bukan salah satu kebiasaan genitnya.
...***...
“Ajeng, lo itu beruntung. Beruntung banget malah. Kerja di kelilingi cowok-cowok ganteng, kalau gue nih udah semaput. No word-word keluar dari mulut gue, kalau Pak Fabian ngajakin gue ke pesta.” Anik mengoceh sambil membantuku mencatok rambut.
Kami berada di pantry. Setelah menemaniku mencari dress tadi siang dan sekarang membantuku berdandan. Selain lip tint dan cologne, aku jarang mengoles wajah. Sesekali menggunakan compact powder kalau ada acara resmi.
“Udah cepetan. Ini serius nggak ketebalan, kok aku ngerasa kayak badut.” Aku menatap cermin di pantry memperhatikan sentuhan make up yang Anik poleskan.
“Tenang aja Bun, itu flawless kok. Lo aja nggak pernah bedakan, jadi ngerasa kayak badut. Mana ada juga badut cantik kayak gini.”
Anik berhenti mencatok rambutku dan menatapku dari atas ke bawah. Aku mengenakan dress casual model korea selutut, lengan pendek dan dengan pita di pinggang. Sebenarnya aku memilih dress warna hitam tapi Anik merekomendasikan purple.
“Yang mengganggu, sepatu lo. Harusnya lo nurut aja waktu gue ambil wedges.”
“Nggak apa deh, nggak mungkin juga yang lain perhatikan sepatu aku.”
Aku memandang slip on putih, merk hush pupp*es yang memang aku kenakan sejak pagi.
“Sudah siap?” Fabian sudah berada di tengah pintu, saat aku dan Anik menoleh.
Uhhh, rasanya aku ingin memastikan lagi kalau penampilanku tanpa cela melihat Fabian yang sudah oke dengan setelan jas casual dengan dalaman kaos.
“Sudah pak, ke KUA juga saya siap,” sahut Anik.
“Sudah Pak,” jawabku sambil meraih tas pesta di meja pantry.
Selama perjalanan aku hanya diam, karena gugup memikirkan akan mendatangi kediaman Krisna Adi Yasa. Entah berapa kali Fabian memujiku cantik sejak aku masuk ke dalam mobilnya. Bahkan dia sempat mencium tanganku, seperti gaya pria di daerah Polandia.
Mobil Fabian sudah memasuki kawasan pemukiman elite. Bahkan memasuki area itu ada sistem pengamanan yang cukup ketat. Kediaman Pak Krisna sungguh mewah, sepertinya bukan rumah tapi ala-ala mansion karena bentuknya yang besar dan luas. Kalaupun aku di lepas, dijamin nyasar.
“Ayo,” ajak Fabian.
Pria itu menggandeng tanganku saat memasuki rumah. Sepertinya Fabian tidak asing dengan tempat ini, beberapa pelayan menyapanya dan dia tidak kesulitan mencari tempat acara.
Jantungku berdetak semakin kencang ketika berada di tengah ruangan yang sudah ramai dengan para tamu. Dari langkah kami, jelas menghampiri Krisna dan Gentala yang sedang berbicara dengan para tamunya.
“Ahh, ini dia pasangan fenomenal di Go TV,” ujar Krisna. “Fabian dan Diajeng, benar Diajeng ya?”
ato jangan-jangan .....